Thomas malah ikut mengembuskan napas mendengar cerita dari Arsen, lalu dia mencoba memberi penilaian dari sudut pandangnya saat ini. “Bukan saya mau membela Nona Lily, tapi sebagai seorang ibu, Istri Anda pasti sangat cemas melihat putrinya sakit. Tidak hanya Nona Lily, istri saya juga seperti itu, sebagian wanita akan merasa cemas jika buah hatinya sakit,” kata Thomas. Arsen menatap datar pada Thomas. "Pikiran mereka saat melihat anak sakit pasti sampai ke hal yang sangat buruk," imbuh Thomas. Arsen diam sesaat sebelum bicara. “Apa menurutmu sikapku terlalu berlebihan?” Thomas mengangguk-angguk pelan dan membalas, “Ya, sedikit.” Arsen kembali diam, lantas dia mengalihkan tatapan dari Thomas ke jalanan yang mereka lewati. ** Sore di rumah Risha. Lily mengajak Audrey pergi ke rumah neneknya setelah pulang dari sekolah. Risha sangat senang melihat kedatangan Audrey, lalu tatapannya tertuju pada Lily yang berwajah lesu. Risha langsung menebak jika ada sesuatu yang terj
Paginya Lily memilih bangun lebih awal. Dia memberitahu Hera untuk menyiapkan Audrey berangkat ke sekolah nanti. Lily ingin berada di kamar. Sengaja menunggu Arsen bangun untuk mengajak bicara suaminya itu. Namun, persis seperti semalam, Arsen masih saja bersikap dingin padanya. Lily menelan ludah saat Arsen melewatinya begitu saja menuju kamar mandi. Dia bingung, menurutnya Arsen kekanakkan karena marah dengannya hanya perkara hadiah dari David. Lily membuang napas kasar, menenangkan diri. Mencoba menahan pikiran egois yang kini memenuhi kepalanya. Lily akhirnya memutuskan untuk bersiap-siap sambil menunggu Arsen selesai mandi. Beberapa saat berselang, Lily mendengar suara pintu kamar mandi terbuka. Dia menatap Arsen keluar dari sana melalui pantulan cermin meja rias. Arsen masuk ke kamar ganti dan Lily segera menyusul. "Aku sudah siapkan kemeja untukmu," kata Lily. "Terima kasih." Arsen membalas dingin lalu berjalan mendekat ke arah gantungan baju yang sudah Lily
Keesokan harinya. Lily baru saja bangun saat meraba sisi ranjang tetapi tidak mendapati Arsen di sana. Dia duduk di atas ranjang, lalu mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan hingga ke pintu kamar mandi, tetapi tak mendapati keberadaan Arsen. Memilih turun dari ranjang, Lily lantas keluar dari kamar untuk mencari Arsen di kamar Audrey. Benar saja, saat tiba di depan pintu kamar Audrey, Lily mendengar suara Arsen yang sedang bicara dengan Audrey. Di dalam kamar. Arsen duduk di tepian ranjang sambil merapikan rambut Audrey. Audrey duduk di atas ranjang sambil memeluk boneka beruangnya, kondisinya sudah lebih baik dari semalam. “Makasih bonekanya ya, Papa. Audrey suka,” kata Audrey lalu semakin memeluk erat bonekanya. “Itu bukan dari papa,” balas Arsen dengan tatapan datar. Audrey terkejut. Dia mengurai pelukan pada bonekanya, lalu bertanya, “Terus, bonekanya dari mana?” Arsen tersenyum tipis, lalu membalas, “Coba saja tanya ke Mama.” Audrey mengangguk-angguk pelan
Arsen memilih meninggalkan Lily dan enggan berdebat. Dia menghubungi dokter agar datang untuk memeriksa kondisi Audrey. Dia berdiri di depan pintu kamar Audrey, memilih tak mengajak bicara Lily dulu sampai emosi Lily reda.Tak beberapa lama dokter yang Arsen panggil datang dan langsung memeriksa kondisi Audrey. Lily berdiri sambil menggigit ujung kukunya dengan tatapan begitu cemas pada Audrey yang sedang diperiksa. Dokter melipat stetoskop lalu kembali berdiri menatap Arsen dan Lily bergantian. “Sepertinya Audrey hanya kecapean saja. Saya akan memberikan obat untuk menurunkan panasnya, tiap satu jam sekali, usahakan untuk mengecek suhu tubuhnya apakah ada penurunan atau tidak. Juga jangan lupa berikan air putih yang cukup, jangan sampai Audrey mengalami dehidrasi,” ujar dokter panjang lebar. Lily mengangguk-angguk pelan lalu membalas, “Baik, Dok. Terima kasih.” Dokter pergi setelah memberikan obat. Di kamar Audrey, kini hanya ada Arsen, Lily, dan juga Hera yang menemani Audrey
Ternyata membujuk Audrey bukan perkara mudah. Arsen mulai terbawa emosi. “Nggak mau, mau yang itu.” Audrey mulai tantrum. Arsen beberapa kali membuang napas kasar saat putrinya malah duduk di lantai toko sambil menendang-nendangkan kaki. Sebenarnya mirip siapa Audrey ini? Mungkinkah saat Lily kecil juga seperti ini?” Arsen ingat, Lily memang suka merajuk saat kecil, tapi tidak sampai … Tiduran dan berguling-guling saat apa yang diinginkan tidak terpenuhi. “Audrey berhenti!” Arsen masih mencoba sabar. Dia akhirnya memilih menggendong Audrey keluar dari toko. Arsen menurunkah Audrey di tempat yang agak sepi, lalu meminta anak itu untuk tenang. “Audrey stop! Papa mau bicara.” Bukannya tenang, Audrey malah semakin kesal karena tahu akan dimarahi. “Kalau kamu tidak mau diam, Papa akan menggendongmu pulang dan kamu akan papa hukum.” Audrey akhirnya perlahan menghentikan tangisannya mendengar ancaman dari Arsen. Mata anak itu tampak sangat sedih. “Papa tahu kamu kesal karena b
Siang itu Bibi Jess pergi ke kantor polisi untuk menemui Ella. Dia sudah sampai di depan kantor polisi dan siap masuk, ketika tatapannya tertuju pada dua pria yang baru saja turun dari mobil. Bibi Jess menatap Teddy dan Wisnu yang masih ada di dekat mobil, sebelum akhirnya dia memilih masuk lebih dahulu. Setelah meminta izin menjenguk Ella. Bibi Jess menunggu di ruang kunjungan, tak beberapa lama Ella datang diantar oleh petugas, lalu pintu ruang kunjungan ditutup. “Bagaimana kabarmu?” tanya Bibi Jess untuk sekedar berbasa-basi. “Apa aku terlihat baik?” Ella membalas dengan malas, bahkan dia mengembuskan napas beberapa kali. Bibi Jess menatap Ella yang memasang wajah lesu, setelahnya dia kembali bicara. “Aku tadi melihat Teddy dan Wisnu di depan. Sepertinya mereka datang untuk diperiksa.” Mendengar ucapan Bibi Jess, Ella langsung menatap Bibi Jess dengan ekspresi panik. “Ma, aku tidak mau dipenjara, apalagi dihukum karena kesalahan yang tak pernah aku perbuat,” kata El