Arsen memilih meninggalkan Lily dan enggan berdebat. Dia menghubungi dokter agar datang untuk memeriksa kondisi Audrey. Dia berdiri di depan pintu kamar Audrey, memilih tak mengajak bicara Lily dulu sampai emosi Lily reda.Tak beberapa lama dokter yang Arsen panggil datang dan langsung memeriksa kondisi Audrey. Lily berdiri sambil menggigit ujung kukunya dengan tatapan begitu cemas pada Audrey yang sedang diperiksa. Dokter melipat stetoskop lalu kembali berdiri menatap Arsen dan Lily bergantian. “Sepertinya Audrey hanya kecapean saja. Saya akan memberikan obat untuk menurunkan panasnya, tiap satu jam sekali, usahakan untuk mengecek suhu tubuhnya apakah ada penurunan atau tidak. Juga jangan lupa berikan air putih yang cukup, jangan sampai Audrey mengalami dehidrasi,” ujar dokter panjang lebar. Lily mengangguk-angguk pelan lalu membalas, “Baik, Dok. Terima kasih.” Dokter pergi setelah memberikan obat. Di kamar Audrey, kini hanya ada Arsen, Lily, dan juga Hera yang menemani Audrey
Ternyata membujuk Audrey bukan perkara mudah. Arsen mulai terbawa emosi. “Nggak mau, mau yang itu.” Audrey mulai tantrum. Arsen beberapa kali membuang napas kasar saat putrinya malah duduk di lantai toko sambil menendang-nendangkan kaki. Sebenarnya mirip siapa Audrey ini? Mungkinkah saat Lily kecil juga seperti ini?” Arsen ingat, Lily memang suka merajuk saat kecil, tapi tidak sampai … Tiduran dan berguling-guling saat apa yang diinginkan tidak terpenuhi. “Audrey berhenti!” Arsen masih mencoba sabar. Dia akhirnya memilih menggendong Audrey keluar dari toko. Arsen menurunkah Audrey di tempat yang agak sepi, lalu meminta anak itu untuk tenang. “Audrey stop! Papa mau bicara.” Bukannya tenang, Audrey malah semakin kesal karena tahu akan dimarahi. “Kalau kamu tidak mau diam, Papa akan menggendongmu pulang dan kamu akan papa hukum.” Audrey akhirnya perlahan menghentikan tangisannya mendengar ancaman dari Arsen. Mata anak itu tampak sangat sedih. “Papa tahu kamu kesal karena b
Siang itu Bibi Jess pergi ke kantor polisi untuk menemui Ella. Dia sudah sampai di depan kantor polisi dan siap masuk, ketika tatapannya tertuju pada dua pria yang baru saja turun dari mobil. Bibi Jess menatap Teddy dan Wisnu yang masih ada di dekat mobil, sebelum akhirnya dia memilih masuk lebih dahulu. Setelah meminta izin menjenguk Ella. Bibi Jess menunggu di ruang kunjungan, tak beberapa lama Ella datang diantar oleh petugas, lalu pintu ruang kunjungan ditutup. “Bagaimana kabarmu?” tanya Bibi Jess untuk sekedar berbasa-basi. “Apa aku terlihat baik?” Ella membalas dengan malas, bahkan dia mengembuskan napas beberapa kali. Bibi Jess menatap Ella yang memasang wajah lesu, setelahnya dia kembali bicara. “Aku tadi melihat Teddy dan Wisnu di depan. Sepertinya mereka datang untuk diperiksa.” Mendengar ucapan Bibi Jess, Ella langsung menatap Bibi Jess dengan ekspresi panik. “Ma, aku tidak mau dipenjara, apalagi dihukum karena kesalahan yang tak pernah aku perbuat,” kata El
Lily mengecek panggilan itu, tapi Arsen lebih dulu menjawab dengan cepat. “David." Lily menatap Arsen yang tak senang, sampai dia mendengar suaminya itu kembali bicara. “Lebih baik kamu blokir saja nomornya. Lagi pula, mau apa lagi dia menghubungimu di luar jam kerja?” Lily melihat Arsen yang benar-benar kesal. “Aku tidak enak kalau memblokirnya,” balas Lily lalu mendudukkan tubuhnya di samping Arsen, kemudian kembali bicara. “Bagaimanapun kami ini rekan bisnis. Jika tiba-tiba aku memutus kontak darinya, itu sama dengan aku menolak kerjasama dengannya.” Arsen menoleh pada Lily, ekspresi wajahnya begitu datar saat dia berkata, “Tapi aku tidak senang dia terus menghubungimu.” Lily melebarkan senyumnya, lalu membalas, “Ya, aku hanya membalas panggilannya kalau dia mau membahas soal pekerjaan saja, kok.” Arsen melirik Lily lagi, dengkusan kasar meluncur dari bibirnya. “Tidak usah marah, aku juga janji tidak akan menjawab panggilan darinya di luar jam kerja, oke,” kata L
Malam hari Lily memasang wajah tanpa dosa saat sampai di mansion. Dia yang pulang bersamaan dengan Arsen, mencegah suaminya itu lebih dulu masuk ke dalam rumah. Bukannya meminta bantuan untuk menggendong Audrey yang tertidur di kursi depan. Melainkan untuk memerlihatkan hadiah dari David yang ada di kursi belakang. "Apa tujuannya memberi semua ini ke Audrey?" Arsen menatap tidak suka hadiah-hadiah itu. "Ada kartu ucapannya, dia bilang sebagai permintaan maaf," balas Lily. Dia mamandang Arsen yang diam, kemudian mengalihkan tatapan pada hadiah-hadiah di dalam mobil lagi. Lily mengerutkan kening saat Arsen tanpa bicara membuka kursi penumpang depan. Arsen mengambil boneka beruang kecil yang masih berada di pelukan Audrey dan menyerahkannya ke Lily. Setelah itu dia menggendong Audrey lalu menutup pintu mobil. Seraya berlalu pergi, Arsen berkata pada Lily— "Minta pelayan mengatur pengembalian semua hadiah itu ke David malam ini juga." Lily mengatupkan bibir. Dia m
Ditemani pengacaranya ke kantor polisi. Lily melengkapi berita acara perkara atas kasus pemalsuan produk Mahesa. Setelah beberapa waktu menjawab pertanyaan polisi, akhirnya Lily selesai dengan BAP-nya. “Apa saya bisa bertemu dengan Ella?” tanya Lily pada petugas. “Tentu,” balas petugas, “Anda bisa menunggu di ruang kunjungan,” imbuh petugas dengan gestur tangan mempersilakan. Lily mengangguk. Dia bangun dari kursi, lalu melangkah mengikuti petugas yang mengantarnya ke ruang kunjungan. Duduk di sana menunggu, beberapa saat kemudian petugas masuk mengantar Ella untuk bertemu dengan Lily. Lily menatap Ella yang tampak masih begitu dingin padanya, bahkan tak terlihat sama sekali penyesalan dalam raut wajah Ella. Begitu Ella duduk berhadapan dengan Lily, Lily langsung bicara, “Kamu tahu? Kamu bukanlah orang pertama yang aku temui dalam kondisi seperti ini di penjara karena berkasus denganku.” Mendengar apa yang dikatakan Lily, Ella memasang wajah semakin kesal. “Dan kam