"APAAA??? Ayah mau jodohin aku? Ngawur! Projects iklan aku masih banyak dong, jangan seenaknya sendiri lah Ayah!"
Jujur, aku beneran kaget banget pas tiba-tiba ayah bilang aku harus menikah, ini gak salah ambil keputusan kan?
Aku memijat kepala berkali-kali dan berharap bahwa ini prank besar dari Ayah.
"Maafkan kami ya nak, ini yang bisa kami lakukan buat kamu. Buat kehidupan kamu ke depan!"
Ibu yang sedari tadi duduk di sampingku berusaha menenangkan aku yang pastinya merasa sangat terguncang.
"Hello, Ayah gak lagi ngelinduur kan, ini?Aku mentolerir banyak candaan, tapi gak yang satu ini loh, Ayah!'' kataku semakin merengek.
Rasanya aku pengen jitak kepalanya Ayah pakek palu, supaya Ayah tersadar dari buaian mimpinya.
Ngomong suruh nikah gampang banget kek nyuruh cebok!
"Rey, Ayah tidak pernah serius ini. Hidup Ayah udah hancur, Ayah sudah tidak punya apa-apa lagi. Ayah cuma memikirkan nasib anak perempuan ayah satu-satunya," jawab Ayah ku memelas.
"Ya kalau begitu kita hancur sama-sama aja Yah, gak harus tumbalin aku kan? Ayah kayak mau bikin proyek besar aja!"
"Rey, kamu gak boleh begitu sama Ayah kamu. Ini semua, usaha terbaik dari kita supaya kamu selamat dunia akhirat. Kita sudah salah mendidik kamu, sekarang saatnya kami bertanggung jawab, kamu paham tidak?"
Ibu mengguncangkan kedua bahuku, karena kesal.
Terus aku kudu guncang bahunya siapa supaya bisa menghentikan perjodohan ini?
Semuanya sama! Pengen aku menikah di saat bayang-bayang oppa Kim Seon Ho ada di depan mata.
Haruskah aku lepas impian aku itu? Tidak mungkin jawabannya!
"Lagian kalau mau nikah, aku harus nikah sama siapa? Kalau aktor papan atas, bisa lah aku pertimbangkan. Kalau sama rakyat biasa, say sorry ya Ayah! Aku mending kerja aja sampai ayah dan ibu kembali kaya raya lagi," decitku dengan percaya diri.
Aku harus mengutamakan impian aku yang udah tersusun rapi sejak aku lulus kuliah
"Calon suami kamu bukan hanya yang akan menyelamatkan di dunia, tetapi sanggup membawa kamu ke surga. Kamu tahu, apalah arti kita menimbun harta di dunia kalau akhirnya ketika mati hanya amal perbuatan yang dibawa. Ayah cuma mau menyelamatkan hidup anak Ayah."
"Iya siapa? Aktor-aktor juga banyak yang bisa baca Alquran, siapa Ayah?"
Aku mulai penasaran sama yang katanya, calon suami aku.
Soalnya, kalau calon suami aku aktor juga, kemungkinan aku bakal masih bisa kerja sebagai aktris dan bisa pergi ke Korea Selatan, karena sama-sama publik figur pasti paham.
Boleh nih, dicoba!
"Namanya Husein, dia...."
"Oooh, Husein Budiawan yah? Yang ganteng dan terkenal itu?"
"Bukan!" Ayah langsung memotong ucapan aku!
"Terus?"
Aku mulai gak enak perasaan ini.
"Husein Alfarizi sayang, anaknya teman Ayah kamu, Kiayi Umar, sewaktu kita masih tinggal di Bandung. Dia lulusan terbaik di kairo mesir.
Sekarang anaknya Kiayi itu, udah jadi ustadz dakwah yang terkenal di kotanya. Jangan tanya sifatnya, dia begitu baik dan ingsyallah bisa membimbing kamu!"
What's?? Ustadz? Dakwah?
"Ibu mau bunuh aku?"
Mereka berdua pun seperti tercengang saling pandang karena pertanyaan aku.
"Rey dengarkan Ayah!"
Ayah benar-benar bernada tinggi sambil menggebrak meja.
"Kok bisa kamu berpikir begitu Rey? Kita berdua cuma mau menyelamatkan hidup kamu yang sempat tersesat oleh kenikmatan dunia. Kamu tahu, kemarin malam ayah...."
"Kenapa Ayah?"
Melihat ayah berbicara dengan mata yang sudah berlinang air mata dan suara yang gemetar membuat aku juga ikut meneteskan air mata!"
"Ayah di titik terendah hidup ayah kemarin nak! Ayah sampai kehilangan harga diri. Kamu tahu siapa yang menyelamatkan hidup Ayah?
Husein nak! Laki-laki yang ingsyallah akan jadi imam yang baik buat kamu. Sekali saja kamu ikuti apa kata Ayah? bisa kan?"
Arrgghh!! Air mata aku semakin deras menetes. Aku jadi gak punya kendali buat menghentikan perjodohan ini kalau melihat wajah putus asa nya Ayah.
Aku lihat Ayah pasrah dan gak punya harapan apa-apa lagi, dan menurut yang udah dia jelaskan bahwa harta kami hilang, hutang di mana-mana, sponsor aku di Jakarta juga ikut mengundurkan diri.
Rumah sudah di sita, astaga.. siapa yang menipu ayah sampai seperti ini?
Tapi anehnya, ayath justru menempuh jalur lain. Daripada mempermasalahkan hal ini ke kantor polisi, Ayah lebih memilih bertaubat dan membersihkan seluruh hidupnya dari kemaksiatan dunia.
Dan aku ikut tersereet?
Gila! Aku gak bisa diam begini. Aku lebih baik mati daripada harus hidup tersiksa sama orang yang gak aku cinta.
Hancur sudah harapan ketemu, EXO, SNSD dan Super Junior!
Padahal aku ngefans banget sama Om Sehun.. Sial! Hidup aku amat sial!!
"Sudah Kang, biarkan Rey beristirahat dulu di kamarnya. Ibu rasa dia benar-benar terguncang dengan perjodohan ini!"
'Ibu, apa ibu tahu aku hampir meledak sekarang?'
Percakapan malam ini diakhiri aku yang gak berselera untuk hidup lagi. Seperti punya tubuh tapi arwahnya udah hilang.
***
Pagi-pagi buta, aku udah buru-buru cabut dari rumah. Bukan rumah aku, tapi rumah sewaan di kota Bandung yang kami tinggali sejak kami tiba dua hari yang lalu.
Yah, niatnya pen nenangin diri dari masalah ini, tapi sejak bangun tidur handphone aku bunyi terus, karena kabar kebangkrutan Ayah udah tersebar di entertainment tempat aku kerja.
Malu iya, dan lebih pastinya juga aku udah gak bisa ambil pilihan buat balik lagi ke dunia sana.
"Mau ke mana neng?" kata si tukang taksi itu.
"Uhm, jembatan Mangkurawang Mang!" jawabku acuh.
Bodo amat lah, aku cuma mau pergi ke satu lokasi yang aku searching di g****e map barusan.
Katanya lokasinya sejuk dan pas.
***
"Tidaakk!! Aku benci semuanya!"
Aku berteriak sekencang-kencangnya melampiaskan beban berat yang ku tahan beberapa hari ini. Tuhan sangat tidak adil!
Di saat semua manusia bisa meraih impiannya, kenapa aku harus gagal?
Salahnya di mana sih? Bodo amat!
Aku hanya mau mengakhiri hidup di sini.
Jembatan ini cukup tinggi untuk menghabisi nyawaku sekaligus. Kalau loncat dan mati, paling tidak ayah bakal merasa bersalah sudah merenggut mimpi anaknya.
Aku mengambil sebuah tape recorder yang ku gunakan untuk merekam pesan-pesan terakhir.
"Bye semua, bye Clara, bye Nadine, bye sayangku Reza. Gue pergi duluan, ya! Gue gak kuat hadapin kenyataan tentang perjodohan yang dilakukan ayah. Gue gak bisa merelakan mimpi gue!"
Tangisan ini gak berhenti, cengeng amat deh, udah kayak adegan di Drakor aja deh!
"Titip pesan buat bokap gue itu, supaya menyesali perbuatannya di samping mayat gue."
Lalu aku pun menekan tombol stop setelah berhasil merekam ucapan barusan.
Yah ceritanya itu tuh sebuah wasiat. Supaya mereka semua tahu tentang penderitaan aku saat ini.
Oke, saat keberanian melompat itu muncul, aku menaruh alat itu di saku celana lalu, mulai berpegangan erat pada besi-besi yang menempel kokoh di atas semen beton.
Ku angkat satu kaki dan mulai berusaha menjangkau area permukaan jembatan.
?
***
POV: USTADZ HUSEINAlhamdulillah, jazakumullah ya Allah, tidak lelah lidah hamba mengucapkan kata syukur atas nikmat yang Allah berikan pada saya.Di usia yang menginjak 31 tahun ini, saya hanya ingin menghabiskan sisa waktu yang ada bersama istri, anak-anak, juga ibunda saya.Mereka lah penguat, penyemangat, penyembuh segala kerisauan yang selama ini saya rasakan.Terutama untuk istri saya, dia adalah wanita yang sangat hebat, wanita yang selalu membuat saya jatuh cinta ketika memandangnya. Wanita yang hanya akan saya cintai hingga akhir menutup mata. Apa yang terjadi pada kita terakhir kali di Korea sana, menjadikan saya banyak berpikir untuk lebih bijak dalam mengambil keputusan. Pertama, urusan apapun itu sebelum saya berkata iya atau tidak sebaiknya didiskusikan dan cari jalan keluarnya.Karena sejatinya, subhanallah wanita adalah mahluk yang harus kita sebagai laki-laki duluan lah yang mengertinya.Semakin kita egois, seorang wanita akan semakin kuat dengan pendiriannya.Saya
Aku membanting pintu taksi dengan kuat, setelah sebelumnya memberikan ongkos taksi sesuai tarif.Aku berlari menuju loket informasi, karena 30 menit lagi pukul empat sore."Excuse me, i wanna ask about the plane to Jakarta-Indonesia with Zhara Airline, already departed?"Dia memeriksa komputernya, dan menatap aku lagi. "No yet, now is waiting to boarding pass.""Oh, thank you." Informasi itu cukup meyakinkan aku bahwa aku tidak terlambat, lantas aku langsung saja berlari menuju gate 3 sesuai yang tertera di layar informasi.Aku gak mau kehilangan Akang, aku harus pulang bersama dia. Walau kakiku lelah, tapi aku berusaha mencarinya.Sampai akhirnya aku menemukan seorang laki-laki yang pakaiannya sangat aku kenal. Jas itu, adalah kado ulang tahun dariku, yang katanya jas favorit dan selalu dia pakai dalam momen penting. Dia berdiri menghadap ke jendela sambil memperhatikan prepare pesawat yang siap terbang.Lalu, perlahan-lahan aku berjalan mendekatinya dan dari arah belakang, aku mel
Aku heran, hatiku sepertinya mati sampai gak merasakan kesedihan sama sekali, bahkan sampai Akang lah yang mengantar aku sampai memesankan taksinya.Aku malah justru merasa bangga pada diri sendiri, karena aku berhasil menang dalam pertempuran kali ini.Biarlah, Akang merasakan rasanya harus mengalah dalam satu situasi.Ingat tidak? Dalam keadaan hamil, aku harus merelakan dia kuliah di luar negeri? Tiga tahun lamanya.Masa kali ini, untuk beberapa bulan aja dia gak sanggup? Gantian dong!Aku menatap ke luar jendela dan memperlihatkan bangunan yang tinggi dan megah itu. Kapan aku bisa setenar itu di sini?Tapi kok lama-lama, mataku ngantuk ya? Rasanya, aku pengen tidur sekejap saja untuk menghilangkan rasa kantuknya. Akhirnya, perlahan-lahan, kelopak mataku mulai sayu, dan pandanganku sedikit kabur. Sepertinya aku tertidur!!***"Jeogiyo Agashi, ulineun dochaghaeshi-imida." ( Permisi Mba, kita udah sampai)"Jeogiyo Agashi? Jhaisso-yeo?" (Apa kamu tidur?)Hah, Akang!!!!Gak sengaja aku
Satu Jam Yang Lalu~~~~Aku membuka pintu kamar hotel, karena keputusan aku sudah bulat, untuk sekali ini aja, izinkan aku menggapai impianku, biarkan suamiku mengalah, karena gak melulu harus aku yang kalah.Tapi setibanya aku diluar kamar hotelku, Akang kembali menghentikan langkahku dengan rasa panik yang luar biasa."Ya Allah Ay, tidak bisa kah berikan saya kesempatan untuk bicara sama kamu?"Ku jawab dengan menggelengkan kepala.Ada orang yang lewat, baik itu sesama tamu hotel, atau pegawai yang melihat keributan dari kita berdua. Tapi sesudahnya, mereka langsung saja acuh, karena rata-rata orang di sini, sangat tidak peduli dengan urusan orang lain."Oke sayang, oke! Ayo kita masuk dulu ke dalam dan biarkan saya sholat sunah dua rakaat dulu."Masuk ke dalam? Tidak mau lah, tentu! Sama saja menyuruh aku untuk berubah pikiran lagi, seandainya aku masuk ke dalam. "Aku mau pergi sekarang!" "Oke, Ay oke! Tunggu 10 menit di luar sini saja, ya. Kamu mau pergi dengan ridho saya atau t
Aku ingat, aku ingat laki-laki itu siapa.Aku ingat semua yang aku alami bersamaan laki-laki itu, dia adalah suamiku. Dia adalah laki-laki yang aku cintai, laki-laki yang cuma menjaga pandangan matanya untukku. Laki-laki yang mencintai aku lebih dari dirinya sendiri.Ya Allah, ini apa? Kenapa aku kembali pada tubuhku di lima tahun yang lalu?Kenapa dia tidak mengenali aku, kenapa dia berkata aku bukan muhrimnya.Sial! Aku mengumpat berkali-kali, tapi rasanya kata-kata itu tidak bisa dikeluarkan dari dalam mulutku. Aku hanya mengatupkan bibir, sambil terus mengeluarkan air mata yang semakin deras ini.Aku gak mau kehilangan dia!Aku gak mau dia tidak mengenali aku!Ya Allah, ingin rasanya aku teriak dan berkata dia suami aku! Mataku melihat dia yang sedang duduk bersila itu, sambil memegang mikrofon dan membaca sholawat pembuka.Bagaimana cara aku mengingatkan laki-laki itu, supaya dia juga ingat bahwa kita suami istri?"Ay, kenapa kamu nangis?" Seorang laki-laki bernama Reza itu tiba
Sepertinya tubuh aku dipaksa untuk melewati detik demi detik yang lagi berjalan ini, walaupun serasa seperti melayang, karena kaki aku tidak terasa menapak di bumi. Dari aku selesai mandi, pakai baju gamis yang udah disediakan, memakai riasan, aku seperti gak hidup.Menatap wajah aku di cermin, semua begitu abu-abu. Apa aku berada dalam dimensi lain? Apa aku sedang traveler ke lain waktu?Semua ambigu sekali.Tapi ya sudahlah, mungkin badan aku lagi gak sehat, jadinya pikiran aku kacau. Aku pun segera memakai jilbab, yang sebelumnya benda itu sangat jarang aku sentuh.Potongan sebuah momen pun tiba-tiba terlintas dalam benakku, ketika aku memasang jarum pada jilbab ini."Demi Allah, saya janji tidak akan pernah menyentuh tubuh Mba jika bukan Mba yang mengizinkannya. Saya janji tidak akan mengekang hidup Mba jika mba tidak melewati batas. Silakan hidup seperti biasanya, jika hijab masih berat silakan lakukan pelan-pelan. Cukup berbusana yang menutup tangan dan kakinya, ingsyallah saya