Share

Kemarahan tuan Baskoro

Penulis: Tiffany
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-30 06:53:41

"Akhhh! Apa yang kau lakukan?!"

Teriakan histeris itu meluncur begitu saja dari bibir Nyonya Baskoro, matanya membelalak saat menyaksikan adegan yang tidak pernah ia bayangkan—anak kesayangannya, Bagas, ditampar keras oleh Alika. Tubuhnya refleks maju, siap membalas tamparan itu, tapi belum sempat tangannya terangkat, suara Alika lebih dulu memecah ruang dengan tajam dan bergetar.

"Seharusnya... sebagai seorang ibu, Anda tahu bagaimana rasanya ketika anak Anda diperlakukan tidak adil oleh orang lain, Nyonya..."

Suara Alika terdengar penuh luka. Ia berdiri tegak, meski tubuhnya sedikit bergetar menahan emosi yang menggelegak dalam dada. Satu tangannya menggenggam erat telapak tangan yang tadi menampar, seolah ingin menahan seluruh gejolak perasaan yang hendak tumpah.

"Apa Anda lupa akan karma?" lanjutnya, matanya mulai memerah. "Bukankah Anda seorang ibu? Seorang perempuan? Bukankah Anda punya anak perempuan juga?"

Kata-kata itu menghantam jantung Nyonya Baskoro seperti palu godam. Ia
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 144

    Bab: Bayangan di Balik JeritanHening.Namun bukan hening yang menenangkan — melainkan hening yang menggigit, membungkam napas, dan membuat waktu terasa macet di antara detik yang panjang.Alika masih duduk di kursi kayu itu, tangannya terikat di belakang, kulit pergelangannya memerah dan lecet oleh gesekan tali kasar. Cahaya lampu di langit-langit bergetar pelan, seperti sedang menahan napas bersama dirinya.Bagas masih berdiri di depan, tubuhnya tegap tapi goyah — seperti seseorang yang berjuang menahan kegilaan yang hampir tumpah. Di tangan kanannya, kain hitam itu terlipat rapi, sedangkan di tangan kirinya ia memegang pita plastik, mengelusnya perlahan seolah sedang menenangkan diri.Suara tetesan air dari pipa bocor di sudut ruangan masih terdengar. Ritme lambatnya seperti jam pasir yang menghitung waktu menuju kehancuran.“Bagas,” suara Alika memecah hening itu, pelan, datar, tapi cukup untuk membuat laki-laki itu berhenti.Ia mengangkat wajahnya, menatapnya dengan mata merah ya

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 143

    Bab Terjebak dalam Bayangan BagasUdara yang menusuk dingin menyambut Alika ketika kelopak matanya perlahan terbuka. Napas pertamanya terasa berat dan getir, seolah udara di sekelilingnya membawa aroma karat dan debu yang melekat di dinding. Cahaya redup dari lampu kuning pucat bergetar pelan di langit-langit ruangan, menciptakan bayangan yang menari-nari samar di dinding bata yang sudah terkelupas. Suara gemericik air menetes di suatu sudut, lambat, ritmis, dan memantul di seluruh ruangan yang hening.Ia mencoba memfokuskan pandangan, dan barulah menyadari keadaan dirinya. Tali kasar menjerat kuat kedua pergelangan tangannya di belakang kursi kayu tua, membuat kulit di bawahnya perih dan memerah. Kakinya pun terikat, meski tidak seketat tangan, cukup untuk membuatnya sulit bergerak. Tubuhnya terasa berat, lidahnya kering, dan kepalanya berdenyut. Ia tahu efek obat yang diberikan Bagas tadi belum benar-benar hilang dari sistem tubuhnya.Alika menarik napas panjang, mencoba mengatur de

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 142

    Bab: Dalam Cengkeraman ObsesiPelukan Bagas pada tubuh Alika semakin erat, seakan ia hendak menanamkan keyakinan pada dirinya sendiri bahwa kali ini ia tidak akan lagi kehilangan perempuan itu. Kedua lengannya mengunci rapat, menolak segala kemungkinan Alika bisa melepaskan diri. Tubuh perempuan itu nyaris tak berdaya, berat seakan tidak lagi memiliki tenaga untuk menolak. Langkah kaki Bagas terdengar berat, namun setiap hentakannya mengandung kepastian. Suara dentum sol sepatunya bergema pelan di lantai ruangan yang sunyi, memantul ke dinding yang putih dingin, lalu hilang dalam keheningan yang terasa mencekik.Pintu belakang ruang periksa ia dorong perlahan. Gerakannya hati-hati, seperti seekor hewan buas yang menyelinap keluar dari sarangnya, memastikan tak ada mata lain yang menyaksikan. Matanya liar, bergerak cepat dari sisi ke sisi, penuh kewaspadaan namun juga menyimpan semangat yang membara. Pandangan itu bukan lagi pandangan seorang pria waras, melainkan tatapan seseorang yan

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 141

    Bab: Jerat Obsesif BagasRuang periksa itu diliputi keheningan yang begitu menekan. Hanya ada dengung monoton mesin pendingin di langit-langit yang sesekali terdengar beradu dengan detak jarum jam di dinding. Bau antiseptik yang tajam menusuk hidung, bercampur dengan aroma obat-obatan yang menempel pada udara. Suasana itu kaku, dingin, seolah menyelimuti setiap sudut ruangan dengan ketegangan yang tak terlihat.Alika duduk bersandar lemah di kursi periksa, tubuhnya tampak ringkih meski ia berusaha menegakkan bahu agar tidak terlihat kalah. Wajahnya pucat, rahang tegang menahan rasa pusing yang semakin menusuk kepala. Kelopak matanya terasa berat, pandangannya mulai berkunang-kunang, seperti dunia di sekelilingnya sedang goyah. Nafasnya sedikit lebih cepat, dadanya naik turun dengan ritme yang tidak stabil, namun ia tetap mencoba mengatur diri agar terlihat tenang di depan pria yang kini berdiri di hadapannya.Pria itu, Bagas, berdiri tidak jauh. Sorot matanya tak pernah lepas dari tub

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 140

    Bab: Rasa Aneh yang MerambatRuang periksa itu kembali diliputi keheningan yang menyesakkan. Cahaya putih lampu neon menyinari setiap sudut ruangan, begitu terang namun justru menambah kesan dingin dan kaku. Bau antiseptik menusuk tajam, bercampur dengan hawa dingin dari pendingin ruangan yang terus berputar tanpa belas kasih. Suasana yang seharusnya menenangkan malah terasa seperti jeruji tak kasatmata, menahan napas siapa pun yang berada di dalamnya.Di ruangan itu, hanya ada dua sosok yang saling berhadapan: Alika dan Bagas. Jarak fisik mereka tidak jauh, hanya dipisahkan meja dan kursi yang sederhana, namun jarak batin yang membentang terasa amat luas, nyaris tak terjembatani.Alika mengangkat gelas yang baru saja diberikan Bagas. Cairan bening di dalamnya tampak biasa saja, tanpa aroma yang aneh, tanpa warna yang mencurigakan. Dengan gerakan tenang, ia meneguk sedikit saja—hanya sekadar membasahi bibirnya—lalu meletakkannya kembali di atas meja. Tidak ada ekspresi lega, tidak ada

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 139

    Suasana ruang periksa itu kembali dipenuhi ketegangan yang begitu pekat, seolah-olah udara di dalamnya menjadi lebih berat, menekan ke setiap sudut ruangan hingga sulit bernapas. Lampu putih di atas kepala memancarkan cahaya terang yang menusuk, tetapi terasa dingin, kaku, dan sama sekali tidak membawa kehangatan. Suara detak jam dinding terdengar jelas, memecah kesunyian yang kian menyesakkan, seperti menghitung setiap detik yang berjalan begitu lambat.Alika melangkah pelan, seolah setiap gerakannya terukur dengan hati-hati agar tidak runtuh oleh emosi yang masih bergemuruh di dadanya. Ia lalu meletakkan Choco, kucing mungil kesayangannya, di atas meja periksa dengan penuh kelembutan. Kedua tangannya bergerak halus, jemarinya menyentuh bulu cokelat lembut itu, seakan memberi rasa aman pada makhluk kecil yang sama sekali tidak tahu apa yang sedang terjadi. Choco menguap kecil, memperlihatkan gigi mungilnya, kemudian meringkuk dengan nyaman sambil mengeluarkan dengkuran lirih. Suara i

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status