Share

Maafkan aku

Penulis: Tiffany
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-05 08:01:15

Suara desingan air terdengar memecah keheningan diiringi suara rebusan air di atas api kompor di dapur yang terus mengeluarkan buih-buih nya. Sesuatu telihat ada didalam panci tersebut, menunggu matang dan siap untuk di sajikan. Di bagian desingan air yang mengeluarkan suara nya, jemari-jemari cekatan Alika terlihat begitu lincah membasuh sesuatu di sana, beberapa sayuran dan lainnya bermandikan air dibawah cahaya lampu di atas sana.

Adzan subuh sudah terlalu lama berkumandang, Alika telah menunaikan kewajibannya, meskipun dia tahu tidak lagi pantas untuk nya meminta sesuatu yang lain dalam doa atas dosa besar yang sudah dilakukan nya kemarin, tapi dia tetap meminta ampun dalam tiap sujud yang dia persembahkan pada Allah dengan jutaan deraian air mata. Tidak tahu kapan Allah akan memaafkan kesalahan dan dosa nya, tapi setidaknya dia tidak akan pernah meninggalkan tuhan nya dan tidak kehilangan pegangan nya. Sebab banyak sekali orang-orang yang tertimpa masalah dan kehilangan tuhan ju
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 104

    Bab — Bayangan Masa LaluBagas berdiri di samping mobil, tubuhnya goyah seakan kehilangan keseimbangan. Nafasnya berat, tersengal, seolah ada sesuatu yang menghimpit dadanya begitu kuat. Keringat dingin mulai merembes di pelipis meski sore itu udara tidak terlalu panas.“Pak, Anda baik-baik saja?” Rio kembali mengulang, kali ini suaranya lebih mendesak.Bagas tidak langsung menjawab. Ia hanya berdiri mematung, matanya kosong menatap lantai parkiran yang dipenuhi garis cat putih dan hitam. Dunia seakan berputar, membuatnya nyaris kehilangan pijakan.Alika.Nama itu bergaung begitu keras di dalam kepalanya, menggema tanpa henti, menusuk setiap sudut kesadarannya. Sosok perempuan itu muncul lagi setelah bertahun-tahun ia berusaha menyingkirkannya dari hidup. Perempuan yang seharusnya ia jaga, yang seharusnya ia cintai… tetapi justru ia hancurkan dengan tangan dan kesalahannya sendiri.Dan anak itu.Bayangan wajah bocah kecil yang berdiri di samping Alika tadi kembali mengoyak batinnya. A

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 103

    Bab — Pertemuan yang Tidak DiundangMalam belum tiba, tetapi langit kota sudah mulai memudar warnanya. Sisa cahaya matahari yang menempel di dinding-dinding gedung tinggi perlahan ditelan oleh bayangan panjang, meninggalkan kesan senja yang redup di antara gemerlap lampu-lampu jalan yang mulai menyala. Bagas menatap arlojinya untuk kesekian kali. Jarum jam menunjukkan pukul setengah tiga.Pertemuan dengan salah satu investor seharusnya berlangsung siang ini, di restoran sebuah hotel berbintang di pusat kota. Namun, agenda berubah. Investor itu mendadak menunda hingga malam, alasan yang diberikan sederhana—urusan mendesak dengan klien luar negeri. Bagas tidak bisa berbuat banyak selain menyesuaikan diri, meski dalam hati ia merutuk jadwal yang berantakan.Ia sudah terlanjur berada di sekitar kawasan hotel. Perjalanan dari kantor menuju sini memakan waktu, dan kembali lagi hanya untuk menunggu akan terasa mubazir. Perutnya juga belum diisi sejak pagi, hanya ditopang oleh secangkir kopi

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 102

    Bab — Rapat yang KosongPagi itu, cahaya matahari merambat perlahan menembus kaca jendela tinggi di lantai sepuluh gedung perusahaan cabang Baskoro. Kota di bawah sana masih padat dengan deru kendaraan, suara klakson, dan hiruk-pikuk manusia yang bergegas menuju tujuan masing-masing. Namun semua itu hanya terdengar sayup, nyaris lenyap di balik kedapnya kaca modern. Yang tersisa hanyalah siluet jalanan, laju mobil yang tampak seperti semut kecil dari ketinggian, serta bayangan gedung-gedung lain yang berbaris kaku.Di dalam ruang rapat, udara begitu berbeda. Pendingin ruangan berdesis pelan, meniupkan hawa dingin yang menusuk kulit, meninggalkan sensasi kaku dan formalitas yang tak bisa dihindarkan. Kursi-kursi kulit hitam berjajar rapi mengelilingi meja panjang berbentuk oval, permukaannya mengilap karena dipoles setiap pagi oleh petugas kebersihan. Di atas meja, tumpukan berkas, map tebal, botol air mineral, dan laptop yang terbuka memenuhi pandangan.Bagas duduk di kursi paling ten

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 101

    Bab — Kebahagiaan yang Tak TerlukiskanLangkah-langkah Sadewa terasa begitu ringan, hampir seakan melayang, seolah seluruh beban yang selama beberapa hari terakhir menekan dadanya—rasa khawatir, takut, dan gelisah—lenyap begitu saja dengan kabar yang baru saja mereka terima. Bersama Alika, ia keluar dari ruang dokter, meninggalkan aroma antiseptik yang sebelumnya terasa menusuk dan menekan setiap napas, kini seolah berubah menjadi latar samar yang tak lagi penting. Wajahnya masih basah oleh sisa air mata, tetapi kali ini bukanlah air mata yang lahir dari rasa cemas, melainkan dari kebahagiaan yang begitu meluap hingga sulit ia tahan.Tangannya tidak pernah melepaskan genggaman Alika, malah semakin erat seakan takut kabar yang baru saja mereka dengar hanyalah mimpi yang bisa menghilang dalam sekejap. Setiap langkah Alika diperhatikannya dengan sangat teliti, hampir sampai pada titik Sadewa menunduk hanya untuk memastikan pijakan kaki istrinya aman, tidak tergelincir, tidak tersandung.

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 100

    Bab — Kabar yang Menggetarkan JiwaSadewa menuntun Alika masuk ke dalam ruangan dokter dengan langkah hati-hati, seakan setiap gerakan bisa mempengaruhi keadaan istrinya. Pintu ruangan itu tertutup pelan di belakang mereka, meninggalkan keramaian lorong rumah sakit yang penuh dengan suara bercampur aduk. Kini yang tersisa hanyalah ruangan berukuran sedang dengan aroma antiseptik yang lebih kuat, dilengkapi meja kerja kayu, kursi pasien, serta berbagai peralatan medis yang tersusun rapi di rak-rak putih.Seorang dokter perempuan paruh baya, berwajah ramah dengan kerudung rapi, menyambut mereka dengan senyum profesional yang hangat. “Silakan duduk,” ucapnya sembari menunjuk kursi pasien yang berada di hadapannya.Sadewa segera membantu Alika duduk. Ia masih menggenggam tangan istrinya erat, bahkan ketika Alika sudah berada di kursi, jemarinya enggan terlepas. Dokter itu menatap mereka sejenak, lalu mulai membuka catatan medis di meja.“Baik, Ibu Alika,” suara dokter terdengar tenang, me

  • Dinodai adiknya, dinikahi kakaknya   Bab 99

    Bab — Menunggu dengan CemasPerjalanan panjang yang baru saja mereka lalui seakan menyedot seluruh energi Sadewa. Sepanjang jalan, hatinya dihantui rasa takut yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Ada perasaan seperti dicekik, seolah-olah setiap detik bisa menjadi penentu keadaan istrinya. Begitu mobil berhenti di depan rumah sakit, tanpa berpikir panjang, Sadewa langsung turun dengan cepat, membuka pintu, dan dengan hati-hati memapah Alika yang tubuhnya tampak begitu rapuh sore itu.Lorong rumah sakit menyambut mereka dengan atmosfer yang khas: dingin, panjang, penuh dengan aroma antiseptik yang tajam, menusuk ke dalam rongga hidung dan menempel di indera penciuman. Suara langkah kaki terdengar bersahut-sahutan, sebagian bergegas, sebagian teratur, sebagian lagi terdengar lesu. Ada tangis samar anak kecil di kejauhan, ada suara batuk dari sudut ruangan, ada pula percakapan lirih keluarga yang tengah menanti kabar dari dokter. Semua itu berpadu menjadi orkestra cemas yang begitu fa

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status