Home / Romansa / Dipaksa Menikah dengan CEO / Bab 4 Kukira Mangsa Ternyata Malaikat Maut!

Share

Bab 4 Kukira Mangsa Ternyata Malaikat Maut!

Author: Dewly Lily
last update Last Updated: 2023-09-30 20:53:44

"Thara lo waras?" keluh Moza melihat wajahnya yang tiba-tiba di make up begitu tebal.

"Hush! Jangan berisik ah. Nanti juga lo bakal pangling lihat wajah lo sendiri," tampik Thara fokus mendandani Moza di apartemen miliknya.

"Harus banget ya gue didandani kek gini?" Moza kembali protes.

"Iyalah lo kan mau mencampakkan cowok masa lo kaya pulu-pulu, kan gak lucu. Kali ini gue mau lo nunjukin diri jadi wanita badas yang hobinya mainin cowok. Keren, kan skenario gue," kekeh Thara menyapukan kuas make up ke pipi Moza.

"Mending si jadi cewek jelek terus bego sekalian," timpal Moza.

"Udah pernah gue pake cara itu. Eh, malah gue disukai sama om-om yang dateng ke kencan buta. Untung gue pake rencana cadangan," sangah Thara mengingat kejadian kencan buta dua minggu yang lalu.

"Rencana Cadangan? Om-om? Ha!" Moza sedikit terkejut mendengar jika Thara kencan buta bersama om-om.

"Iya, selama kencan buta kebanyakan yang dateng udah om-om umur tiga puluh tahun ke atas. Yang tiga puluh tahun ke bawah pernah ada juga si," jelas Thara dengan kedua tangan masih menyapu make up di wajah Moza.

"Nah, waktu itu yang dateng udah om-om sekitar umur tiga puluh lima tahunan. Waktu itu gue dandan jadi cewek jelek sama bertingkah bego. Eh, si Om itu malah bilang gue imut. Sialan, kan! Karena rencana awal bikin pasangan kencan buta ilfeel ke gue gagal. Ya udah, gue pake rencana cadangan. Gue taburin obat pencahar di makanannya. Terus si Om yang nahan beol akhirnya kelepasan di depan gue. Sejak saat itu gue gak temuin dia. Si Om juga kayanya malu karena kejadian itu. Jadi kencan buta gue gagal deh," ungkap Thara panjang lebar. Hingga, akhirnya selesai mendandani Moza.

"Gila lo, Ra. Bisa-bisanya kepikiran pake cara begituan," puji Moza geleng-geleng dengan kekejaman sahabatnya itu.

"Yaelah, dia bukan tipe gue. Kalo gue yang nolak, kartu ATM gue nanti dicabut. " Dengan enteng Thara membela diri. Tidak ada rasa bersalah terlintas di wajahnya. Memang keterlaluan!

"Fyuh! Udah selesai ini make upnya. Tinggal pake baju yang udah gue siapin di kamar. Lo ganti baju sana," desak Thara kemudian merapikan make up ke kotak make yang tergeletak di meja.

Menunggu sekitar lima menit, Moza akhirnya keluar menggunakan dress ketat berwarna hitam dengan potongan leher mengekspos belahan dada.

"Ini bener gue harus pake baju ginian?"

Moza tampak menarik-narik ujung dress seatas lutut yang ia kenakan karena hanya menutupi sebagian pahanya.

"Iyaa lo kelihatan seksi abis!" Thara mengacungkan satu jempolnya.

"Tapi kaya ada yang kurang deh. Bentar!" Thara bergegas mendekati almari miliknya.

Tak lama kemudian, ia kembali dengan membawa sebuah wig berwarna burgundy dalam genggaman.

"Nih, lo pake. Pasti penampilan lo tambah wah," serah Thara antusias.

"Lah, harus pakai ini juga?" tanya Moza dengan wajah cengo.

"Iya udah pake aja," desak Thara memaksa.

Tak sampai lima menit wig berhasil dipakai Moza. Seketika penampilannya terlihat berubah begitu drastis. Rambut sepinggang berwarna burgundy menambah kesan sensual serta karismatik di diri Moza yang jarang berpenampilan seksi seperti ini.

"Dah, sana lo boleh ngaca." Thara membuka kain penutup kaca di kamarnya.

Sontak Moza ternganga menatap pantulan dirinya.

"Gile, Ra. Gue kaya idol," puji Moza tak percaya.

"Lo bener-bener jago make up. Btw lo belajar dari mana make upin gue kaya gini?" tanya Moza bolak-balik melihat sisi wajahnya yang tampak mengesankan.

"Di Channel Youtube orang China," jawab Thara menunjukan postingan video yang sering ia lihat.

"Wih, keren. Kalo penampilan gue kaya gini jadi makin pede gue buat akting nanti!" tukas Moza sok bergaya.

"Udah sekarang sana lo berangkat! Jangan lupa campakan tuh cowok. Eh, buat dia ilfeel ke lo aja udah cukup sih nanti gue tambahin bonus," desak Thara mengusir Moza yang sudah bersiap dengan blazer serta tas dalam genggaman tangan.

***

Di sebuah restoran ternama di kalangan anak muda kelas atas, Moza duduk sendirian terbalut dengan blezer yang ia sampirkan di pundak membiarkan bagian depan dress terekspos.

Restoran dengan furniture modern itu tampak diisi banyak pengunjung di lantai satu tempat Moza berada sekarang. Apalagi hari ini weekend, banyak anak muda bersama teman atau pun kekasih bertemu dan berbincang seraya menikmati makanan yang sudah terhidang dengan begitu cantiknya.

Moza berkali-kali merapikan wig yang terpasang menjuntai ke belakang telinga. Ia memutuskan untuk memesan ice americano seraya menunggu pasangan kencannya yang tak kunjung datang.

"Aku harap yang datang bukan om-om botak. Asal banyak duit sih gak papa." Moza mendesah pelan, hingga suara deep seseorang mengalihkan atensi.

"Nona Thara dari InterPress Group?" ucap seseorang, Moza pun menoleh.

Melihat perawakan tubuh tinggi kekar seorang pria dengan dada bidang serta tinggi sekitar 180 sentimeter. Matanya menelusuri hingga akhirnya melihat paras yang kini memandanginya dengan begitu jelas saat jarak di antara mereka semakin dekat.

'Wah, tampannya,' batin Moza terpesona dengan mulut menganga. Untung saja air liurnya tidak menetes.

"Iyaa," jawab Moza kemudian setelah tersadar.

Minuman pesanan Moza datang, segelas Ice Americano serta sebuah cangkir hot espresso yang sepertinya telah di pesan pria tampan yang kini duduk berhadapan dengan Moza. Wanita itu hampir tak berkedip begitu terpesona dengan paras tampan yang akan dijodohkan dengan sahabatnya itu.

Mata yang tajam, hidung mancung, kulit seputih susu. Jangan lupakan dengan rambut serta setelannya yang terlihat begitu rapi. Definisi ganteng maksimal versi nyata di hidup Moza karena bisa memandangi ciptaan Tuhan tepat di depan mata.

'Tampan banget ya Tuhan! Apa pria ini aja yang jadi suamiku?' Moza mulai terbuai dengan aura pria yang baru ditemuinya.

'Ih, kok aku malah jadi ngelantur! Inget tujuan awal. Di sini aku tuh cuma kerja,' moza kembali menyadarkan dirinya. Membuang jauh-jauh pikiran nakal dalam otaknya.

"Anda terlambat hingga membiarkan wanita secantik saya menunggu Anda," ucap Moza dengan tatapan menggoda. Meraih segelas ice americano di atas meja seraya menyilangkan kakinya yang putih nan mulus.

Setelah satu sedotan, Moza kembali berkata, "Saya suka menghabiskan waktu saya untuk bermain dengan banyak pria serta merawat tubuh saya yang seksi ini," jelas Moza menekankan pada kalimat tubuh seksinya untuk menarik perhatian pria karismatik di hadapan.

Namun, jangankah mendapat perhatian sebuah lirikan saja tidak ia dapat. Pria di hadapannya hanya fokus menyeruput hot espresso di cangkirnya. Apakah setidak menarik itu dirinya?

Moza meletakkan gelas ice americano dengan kasar. Hingga akhirnya berhasil mengalihkan atensi pria di hadapannya. Moza menyeringai, mengambil kesempatan tersebut.

"Apakah Anda tahu saya sangat bangga dengan milik saya setelah dua kali harus terbang ke Swiss serta Korea," cetus Moza mengambil alih topik sekali lagi.

"Milikmu?" ucap pria itu mengangkat alisnya.

"Yeah, Lucy and Ethel kebanggaan saya." Moza tampak membusungkan dada. Seraya menyelipkan helaian rambut ke belakang telinga.

Pria itu hampir tersedak saat menyadari apa yang dimaksud Moza. Membuat wanita dengan dress ketat itu senang dengan respon pria di hadapannya. Kali ini ia akan menjadi wanita gila untuk bisa mencampakan pria yang terlalu wah untuk dihadapi hanya dengan godaan semata.

Tanpa disadari Moza, senyum justru tersungging di sudut bibir pria itu.

"Boleh saya meminjam ponsel, Nona," pinta pria itu tiba-tiba.

"Ha? Ponsel saya?" Moza mengintruksi apa yang baru didengarnya dan langsung mendapat sebuah anggukan.

Walau ragu, Moza akhirnya menyerahkan ponselnya. Semenit kemudian, ponsel itu dikembalikan.

"Saya sempat menghubungi keterlambatan saya lewat telepon, tapi ternyata salah sambung. Ternyata benar nomor Nona Thara berbeda dengan nomor yang saya simpan," jelas pria itu kemudian menyunggingkan senyum kecil.

Moza sempat terpesona dengan senyum tiba-tiba itu. Hingga, akhirnya tersadar. Jika pria itu baru saja meminta nomor teleponnya.

"Oiya, sejak tadi Nona memanggil saya dengan sebutan Anda. Nama saya Malvin," imbuh pria itu menyilangkan kaki menatap Moza yang tampak cengo.

'Malvin? Seperti pernah dengar,' pikir Moza mengingat-ingat. Mengalihkan atensi ke ponselnya menyalakan data. Tiba-tiba ada notifikasi masuk.

'Ah, dari grup kantor mengirimkan foto.'

Kumpulan foto saat penyambutan CEO baru perusahaan dua hari lalu. Saat melihat foto pria yang berpidato di podium, Moza sontak terbelalak. Kemudian beralih menatap pria di hadapannya.

"CEO Batara Group!" seru Moza berdiri saking terkejutnya.

"Benar. Saya CEO Batara Group," ujar Malvin mengerutkan alis. Melihat tingkah aneh wanita di hadapan.

Moza terduduk dengan lemas. Dari seluruh pria tampan di dunia ini, ia justru harus berhadapan dengan pimpinan perusahaan tempat ia bekerja. Moza tidak akan ketahuan bukan jika ia adalah karyawan di perusahaannya?

'Aduh! Mati aku!' rutuk Moza untuk nasib sialnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dipaksa Menikah dengan CEO   Bab 35 Menanti Hari Bahagia

    Bab 35 Menanti Hari BahagiaSejak lamaran Malvin dan Moza viral di media, nama Moza mendadak jadi buah bibir. Beberapa portal berita menyoroti kisah cinta mereka, sebagian publik mendukung, tapi tak sedikit juga cibiran yang muncul.Moza membaca komentar-komentar itu dengan hati ciut.“Dia bukan siapa-siapa.”“CEO Batara Group menikahi gadis biasa? Lucu banget.”“Pasti cuma ngincer harta.”Ia menutup layar ponselnya dengan tangan gemetar. Nafasnya terasa berat, dadanya sesak.Pintu kamar terbuka, Malvin masuk dengan langkah tenang. Ia langsung duduk di samping Moza, menatapnya penuh selidik. “Kamu kenapa?”Moza buru-buru menggeleng. “Nggak… nggak apa-apa.”Malvin mengerutkan dahi. “Kamu baca komentar orang, ya?”Air mata Moza jatuh, meski ia cepat-cepat menyeka. “Aku takut, Vin. Mereka semua benar. Aku bukan siapa-siapa. Aku cuma karyawan biasa. Bagaimana mungkin aku bisa jadi istrimu? Aku… aku takut bikin malu kamu.”Malvin menarik napas panjang, lalu menggenggam jemarinya erat. “Moz

  • Dipaksa Menikah dengan CEO   Bab 34 Lamaran yang Menghebohkan

    Bab 34 Lamaran yang MenghebohkanRestoran mewah itu dipenuhi cahaya lilin dan alunan musik lembut. Malvin menatap Moza dengan sorot mata penuh keyakinan, sementara kotak cincin kecil di tangannya terbuka, memperlihatkan permata yang berkilau di bawah cahaya.“Moza…” suara Malvin terdengar jelas, dalam, dan penuh ketulusan. “Maukah kamu menikah denganku?”Air mata Moza langsung jatuh tanpa bisa ditahan. Ia menutup mulut dengan kedua tangan, tubuhnya gemetar. Sementara hatinya campur aduk antara bahagia, takut, dan tak percaya momen ini benar-benar terjadi.“Malvin, aku…” suaranya tercekat.Malvin tersenyum samar, lalu bangkit dari kursinya, berlutut di hadapan Moza. Semua tamu restoran sontak memperhatikan mereka. Beberapa bahkan bersorak kecil, sebagian lainnya mengeluarkan ponsel untuk merekam.Moza panik melihat sorotan itu. “Vin, berdiri… orang-orang lihat!”“Biar saja,” jawab Malvin mantap. “Aku tidak malu menunjukkan pada dunia siapa wanita yang aku cintai.”Moza terisak, wajahny

  • Dipaksa Menikah dengan CEO   Bab 33 Keseriusan Malvin

    Bab 33 Keseriusan MalvinKeesokan harinya, sesuai permintaan Nenek Puspa, Malvin dan Moza datang ke rumah keluarga besar Batara. Udara di ruangan terasa tegang. Semua anggota keluarga sudah berkumpul, termasuk Kakek Rama yang duduk di kursi besar dengan wajah serius.Moza menunduk sepanjang jalan masuk, merasa sangat canggung. Jemarinya sesekali menggenggam ujung rok, menahan gugup. Sementara Malvin berdiri tegak di sampingnya, wajahnya tenang namun tegas.“Kamu akhirnya datang juga, Malvin.” Suara Kakek Rama terdengar berat.“Ya, Kek. Ada apa?” jawab Malvin sopan.Nenek Puspa menatap cucunya dengan pandangan lembut, lalu bergeser pada Moza. “Kami dengar kabar, Malvin. Tentang hubunganmu dengan gadis ini.”Moza sontak menegang, jantungnya berdetak kencang. Ia melirik Malvin dengan panik, seakan ingin kabur saat itu juga. Namun genggaman tangan Malvin yang tiba-tiba menyentuh jemarinya membuatnya sedikit tenang.“Benar, Nek. Aku menjalin hubungan dengan Moza. Dan aku tidak main-main.”

  • Dipaksa Menikah dengan CEO   Bab 32 Dukungan yang Tak Terduga

    Bab 32 Dukungan yang Tak Terduga Pintu ruangan CEO Batara Group masih terbuka lebar. Thara berdiri di sana, menatap dengan wajah kaget antara Moza dan Malvin yang berdiri berdekatan. Tatapannya sempat beralih ke jemari Moza yang masih dalam genggaman Malvin, membuat suasana makin canggung. Moza buru-buru melepaskan tangannya, wajahnya memerah panik. “Tha… aku bisa jelasin.” Thara menghela napas panjang, lalu melangkah masuk, menutup pintu perlahan. Wajahnya tidak marah, hanya penuh kebingungan. “Jelaskan apa, Za? Aku udah tau semuanya," balas Thara membuat Moza langsung ternganga. Apa maksudnya dari udah tau semuanya? Thara mendekat ke Moza, lalu meraih tangan sahabatnya. “Za, aku justru merasa lega." Moza mengerjap, bingung. “Le … lega?” "Iya, karena kamu akhirnya bisa lupain Ryan. Aku tahu kamu sebenarnya juga ada rasa kan untuk Malvin," "Itu ...." Moza terdiam, sadar jika ia tidak bisa membohongi perasaannya sendiri. Namun, Moza juga sadar siapa dirinya. “Tha,

  • Dipaksa Menikah dengan CEO   Bab 31 Ketahuan & Pengakuan

    Bab 31Ketahuan & PengakuanLangkah Moza terasa berat ketika melintasi lobi kantor Batara Group sore itu. Tas kerja disampirkan di bahu, sementara jemarinya meremas ponsel erat-erat. Sejak beberapa hari terakhir, perasaannya tak pernah tenang. Semakin sering ia bertemu Malvin, semakin besar pula ketakutan yang membayangi: kebohongannya terbongkar.Namun, anehnya, semakin lama ia bersama pria itu, ada getaran yang tak bisa ia pahami. Tatapan mata tajam Malvin, suara beratnya yang penuh wibawa, bahkan kebiasaan kecilnya menyentuh rambut setiap kali berpikir—semua membuat hati Moza berdebar tak karuan.“Aku nggak boleh baper … ini semua cuma akting. Ingat, Moza,” batinnya menegur diri sendiri.Sayangnya, logika tak pernah mampu melawan rasa.***“Masuk,” suara berat Malvin terdengar jelas ketika pintu ruangannya diketuk.Entah kenapa tiba-tiba Thara alias Moza yang menyamar diminta untuk datang langsung ke kantor menemui Malvin secara langsung. Moza melangkah masuk dengan hati-hati. Pand

  • Dipaksa Menikah dengan CEO   Bab 30 Malvin Tahu Sekarang

    "Kumohon Tuan rahasiakan kebenaran ini," bujuk Thara dengan wajah memelas. Savian mematung di tempat, ia sudah memprediksi respon Thara. Namun, ia tak menyadari jika dirinya akan segoyah ini. Thara meraih kedua tangan Savian kemudian menggenggamnya dalam satu telungkupan tangan. Wanita itu bersungguh-sungguh dengan permintaannya. "Mungkin akan sangat sulit karena di satu sisi Tuan adalah karyawan Batara Group. Tapi saya mohon untuk satu ini, demi kebaikan bersama. Karena Moza menggantikan saya juga karena saya memaksa dia. Jadi ini semua salah saya. Jika Moza sampai dipecat, hubungan persahabatan kami yang sudah terjalin bertahun-tahun pasti hancur. Saya mohon Tuan, tolong jangan beri tahu identitas Moza yang sebenarnya ke Malvin," pinta Thara dengan kedua bola mata berkaca-kaca menatap pria di hadapannya.Savian mendesah sepertinya ia memang sudah goyah sejak awal. "Baiklah Nona saya tidak akan memberitahukan Pak CEO tentang kebenaran Nona Moza," cetus Savian setelah tahu tentang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status