Keesokan harinya pagi-pagi sekali Evan udah berangkat dari rumahnya. Ia bukan ke kantor melainkan ke komplek kontrakan Aira, perjalanan dari rumahnya ke situ sekitar satu jam setengah.Sampai di gang rumah Aira, Evan memarkirkan mobilnya di tepi jalan dan ia menunggu Aira di dalam mobil, ia melihat jam tangannya sudah menunjukkan pukul 06.30 pagi.Tangannya mulai ia ketuk-ketukkan ke setir seperti sedang menggendang bass."Sepertinya sebentar lagi Aira keluar." gumamnya lalu menyandarkan kepalanya ke kursi mobil, sambil sesekali ia teringat kejadian tadi malam.Benar saja sekitar setengah jam kemudian, Aira keluar dengan tergesa-gesa.Evan langsung menyalakan mobilnya dan mengikuti Aira pelan-pelan dari seberang jalan.Sekarang posisi mobil Evan ada di belakang angkot yang di tumpangi Aira dan terlihat jelas oleh Evan karena Aira duduk paling belakang.***Disisi lain, Tio sudah menunggu Evan di ruangannya karena pagi ini akan ada rapat dadakan. Namun sampai sekarang Evan belum juga d
Dari jauh ia melihat Aira sudah hampir masuk ke gang rumahnya, Evan kembali mengejar Aira. Saat sudah dekat ia langsung menarik pergelangan tangan Aira."Mau apalagi sih Kak, aku itu nggak nuntut apa-apa sama kamu.Aku nggak marah kalo kamu kembali sama cinta pertamamu silahkan," lanjut Aira lalu ia menghempaskan tangan Evan dan berjalan cepat ke kontrakannya.Evan kembali mematung apakah Aira benar-benar membencinya.Tanpa mereka sadari ternyata Tio dan Farra menyaksikan pertengkaran mereka dari dalam mobil.Tio menepikan mobilnya saat melihat Evan mengejar Aira di seberang jalan."Aku rasa kita pulang aja Mas takutnya nanti setalah melihat kita datang bukannya Aira senang tapi malah sebaliknya," ucap Farra setelah menyaksikan pertengkaran dua sejoli tersebut."Mas juga bingung sekarang siapa yang egois diantara mereka," lanjut Tio lalu ia melajukan mobilnya."Sekarang kita kemana?" tanya Tio, Farra hanya menggeleng."Aku juga nggak tau Mas, kita pulang aja harapanku untuk ketamu Air
Dari dalam mobil Tio melihat Evan berjalan menuju mobil. Tapi ia melihat Evan seperti sedang menghapus air mata."Evan nangis? Benarkah?" gumannya sambil memicingkan matanya memperjelas penglihatannya. Beberapa detik kemudian Evan masuk ke dalam mobil."Udah Van ketemunya?" tanya Tio hati-hati Evan hanya mengangguk. Kali ini Tio yang mengemudi karena sedari tadi Tio duduk di kursi itu."Gimana? Aira bangun nggak pas lu masuk?" lanjut Tio mulai mencairkan suasana.Ia tahu pasti Evan sekarang sangat sedih terlihat jelas oleh Tio raut wajah Evan berubah total setelah bertemu Aira."Nggak, dia tidur." jawabannya singkat, Tio hanya mangut-mangut.Sampai di rumah Tio, Evan masih melamun melihat keluar jendela."Van," panggil Tio membuyarkan lamunan Evan."Eh, kenapa?" tanyanya membuat Tio tersenyum kecil."Gua udah nyampe, gua turun ya, hati-hati lu bawa mobilnya jangan melamun," lanjut Tio, Evan hanya mengangguk. Setelah Tio turun ia langsung pulang ke rumahnya.Disisi lain, Tio yang baru
Setelah Nenek Carolin pergi Aira masih mematung melihat kartu keluarga di tangannya.Tio dan Farra yang melihat itu saling melempar pandangan. Beberapa detik kemudian Aira berbalik melihat Tio dan Farra."Sini duduk dulu," ajak Farra, Aira langsung berjalan mendekatinya lalu duduk. Terlihat Tio menarik nafas dalam-dalam lalu melihat Aira."Saya nggak tahu harus mulai dari mana Ai, tapi yang harus kamu tahu Evan itu sangat sayang dan cinta banget sama kamu." ucap Tio hati-hati membuat Aira langsung menyergit."Gini Ai, kemaren Kak Evan pindah ke Singapura," lanjut Farra membuat Aira kaget.'Pindah ke Singapura? Kenapa? Farra nanggung lagi ngomongnya,' batin Aira penasaran tapi ia tetap berusaha bersikap datar."Dia pindah buat kamu senang Ai, kamu nggak mau ketemu dia lagi 'kan?" tanya Farra membuat Aira langsung melihat Farra, tapi Farra hanya mengangguk."Dia nggak bisa nahan diri kalo dia masih di sini dia selalu khawatir, dia selalu pengen buntutin kamu," sambung Tio membuat Aira l
Evan melihat jam tangannya sudah menunjukkan pukul 10.35.Itu artinya Aira sudah sampai di bandara, sedangkan Evan masih dalam perjalanan. 'Aira please jangan kemana- mana dulu, batin Evan sambil matanya terus melihat jam tangannya.Disisi lain, Aira yang baru saja sampai di bandara langsung celingak-celinguk.Tangannya langsung merogoh tas untuk mengambil ponselnya.la mencoba menghubungi Evan tapi hasilnya nihil. "Kok nggak bisa, sih?" gumamnya, kemudian ia melihat sinyal ponselnya tidak ada satu pun. "Ya Tuhan, ini 'kan di Singapura kartu Indonesia nggak bakalan berlaku." lanjutnya sambil matanya celingak-celinguk.'Sekarang aku harus kemana?" batinnya, matanya mulai berkaca- kaca, ia tidak tahu kalau ia seceroboh ini sekarang.Tangannya mulai meraih kopernya lalu mulai berjalan mencari pintu keluar.Disisi lain, Evan yang baru saja sampai langsung membayar ongkosnya lalu berlari masuk mencari Aira.Ia mengedarkan pandangan ke seluruh sisi sambil memutar-mutar 'kan badannya.Dar
*Di Indonesia*Hari menunjukkan pukul 5 sore, kedua orang tua Evan datang ke rumahnya dengan niat ingin menginap di situ.Begitu mobil mereka sampai, Pak satpam langsung membukakan pagar, lalu mempersilahkan mobil mereka masuk."Selamat sore Pak, Bu," sapa satpam tersebut saat Ayah dan Ibu Evan turun dari mobil."Selamat sore Pak Budi, Aira ada rumah nggak, Pak?" tanya Ibu Evan membuat Pak Budi bingung.Bukannya Aira sudah tidak tinggal di sini lagi semenjak sebulan yang lalu."Pak," panggil Ayah Evan mengagetkan Pak Budi."Em anu Pak … bukannya non Aira sudah tidak tinggal di sini semenjak sebulan yang lalu," ucap Pak Budi membuat keduanya langsung kaget."Maksud, Bapak?" tanya Ibu Evan bingung."Saya nggak tau pasti sih Bu cuma yang saya dengar sebulan yang lalu non Aira nangis di kamar samping sambil membawa koper," terang Pak Budi membuat Ibu Evan langsung panik."Di kamar samping? Ngapain Aira di kamar samping?" tanya Ayah Evan penasaran."Non Aira memang tinggal di kamar samping
Malam hari Aira dan Evan sedang menonton televisi di temani cemilan di tangan Aira. Tiba-tiba ponsel Evan berbunyi, tangannya segera mengangkat telpon Ayahnya.[Assalamualaikum Yah] sapa Evan.[Walaikumsalam salam, Ayah mau ketemu kamu] ucap Ayah tiba-tiba. Evan kaget langsung berdiri dan menjauh dari Aira.[Kenapa Yah? Ada masalah di kantor?] tanya Evan bingung.[Bukan di kantor, tapi di rumah tangga kamu] jawab Ayah santai, tegas membuat Evan langsung bingung.[Kamu apaain Aira selama ini?] lanjut Ayah membuat Evan langsung kaget.'Kok Ayah nanyanya gini,' batin Evan lalu matanya melihat Aira yang sedang asik menonton.[Maksud Ayah?] bukannya menjawab ia malah balik bertanya.[Nggak usah pura-pura bodoh, Ayah tahu semuanya] lanjut Ayah membuat Evan langsung mati kutu.[Besok atau lusa Ayah dan Ibu berangkat ke Singapura. Ayah pengen liat seberapa hebat kamu sampe-sampe buat istri kamu kayak gitu] ancam Ayah. Mulut Evan benar-benar terkunci, ia tahu betul jika Ayahnya sudah marah pas
Perlahan kaki Arif melangkah mendekati Nia, ia menarik kursi lalu duduk. Sedangkan Nia ia tidak mau melihat Arif sama sekali."Dek," panggilnya lembut lalu menggenggam tangan Nia, tapi tidak ada respon sama sekali dari Nia.Ia masih setia melihat wajah anaknya yang mulai terlelap sambil memeluknya."Aku minta maaf," lanjut Arif mata Nia langsung memanas mengingat kejadian tadi pagi."Pergilah ke kantor, nggak usah di sini aku bisa sendiri semuanya," ketus Nia tanpa melihat wajah Arif.Seketika mulut Arif bungkam, ia tidak tahu harus berbicara apa sekarang.3 hari kemudian Nia sudah pulang dari rumah sakit, tapi yang membuatnya bingung ia sama sekali belum dipertemukan dengan bayinya. Sampai di rumah Nia hendak turun dari mobil, tapi terhenti saat Arif sudah di depan pintu."Aku gendong ya," tawar Arif sambil tersenyum ke arah Nia."Aku bisa sendiri," jawab Nia cuek, lalu berusaha berjalan sambil memegangi mobil."Ibu gendong," rengek Evan saat melihat Nia sudah keluar, Nia berbalik t