Beberapa pelayan mulai saling melihat dengan pandangan mata ketakutan. Belum genap seminggu Pangeran Hitam menempati istana ini, tapi sudah tiga mayat mereka kuburkan. Apa hari ini akan bertambah mayat yang ke-empat? Benak para pelayan di ruang makan diisi pemikiran seperti itu.
Kucing hitam itu mengejar ekornya sebentar sebelum memakan sepotong daging ayam panggang dari tangan Pangeran Hitam, “Anak pintar,” puji Illarion. “Kau harusnya memberi contoh Tuanmu, makan dengan lahap apapun yang dihidangkan,” sindir Pangeran Hitam.
Sadar akan sindiran itu, Amanda langsung memenuhi piringnya dengan hidangan di atas meja dan menyantapnya. Senyum manis terbit dari bibir Pangeran Hitam, dan semua pelayan terpaku melihat adegan itu, bukan hanya karena senyuman manis yang jarang
Dukung penulis dengan VOTE dan beri bintang lima ya ⭐⭐⭐⭐⭐
“Adam!” potong Amie. “Jangan berlebihan.” “Bisa Monsieur Adam jelaskan padaku?” tanya Amanda semangat. Pertanyaan itu membuat Adam dan Amie terkejut. “Dia tak sadar sedang direndahkan?” tanya masing-masing dari mereka dalam hati. Hal yang tak mereka tahu Amanda sudah biasa menerima perlakuan seperti itu nyaris sepanjang hidupnya. Bahkan lebih parah. Adam tersenyum meremehkan. “Baiklah, Aku akan mengajarkan dengan perlahan agar Anda bisa paham. Walau sepertinya akan menghabiskan dua belas purnama mengingat otak-.” “Adam!” potong Amie lagi. Amanda hanya tersenyum polos mendengarnya. Ia begitu semangat belajar, gadis itu tak diizinkan bersekolah setelah ibunya meninggal
“Baginda Raja menitipkan salam untukmu ketika tadi pagi aku menemuinya. Baginda berharap kau segera sembuh,” ujar Illarion di sela-sela suapannya saat makan malam.“Ah, terima kasih. Haruskah hamba ke sana untuk meminta maaf?” tanya Amanda.“Untuk? Meminta maaf untuk apa?” tanya Illarion balik.“Pi-pingsan di depan Baginda Raja ….”“Itu bukan hal yang salah.” Illarion meminum air di gelas berkaki tinggi. "Lukamu bagaimana?" tanya Illarion tanpa sedikit pun menoleh ke arah Amanda."Adam memberikan hamba salep agar lukanya cepat sembuh," jawab Amanda. "Lukanya menjadi lebih cepat kering, Adam juga memberikan ini karena jijik dengan bekas lukanya," jelas Am
Amie mengalihkan pandangannya saat melihat Pangeran Hitam membidikkan anak panahnya ke arah Amanda dari kejauhan. "Tugasmu melindungi Nyonya White dari orang lain, siapapun! Kecuali Pangeran Hitam," perintah dari komandan Amie terngiang saat ini. Di sebelah Illarion, Andreas tersenyum tipis. Jadi hari ini, akhirnya Tuan memutuskan membunuh wanita aneh itu? "Apa kau tahu ada berapa lulusan terbaik sekolah St. Benedict?" tanya Illarion. Di Anarka, St. Benedict adalah sekolah para bangsawan dan beasiswa bagi yang terpintar, tapi tak serta merta membuat siswanya lulus dengan mudah karena standar tinggi kelulusan yang sangat sulit. Andreas menautkan alisnya, belum sempat jenderal besar pasukan berkuda itu mengerti maksud per
“Tidak sepintar Anda Tuan! Nilai kelulusanku bahkan di bawah Anda Tuan, walau jauh di atas nilai-nilai lulusan lainnya,” jawab Adam bangga, ia jarang memiliki kesempatan bicara langsung dengan Illarion. “Hamba bahkan tak pandai mengajar Amanda dengan benar!” ujarnya dengan semangat alih-alih menyesal.“Tidak, Adam sudah mengajarku dengan baik. Akunya saja yang kurang pandai,” ujar Amanda membela gurunya.Illarion mengeraskan rahangnya. Wow, ia bahkan membela laki-laki yang menghinanya di depanku. Aku tak tahu keluarga penyihir itu ada yang semurah hati seperti ini. “Kalau begitu biar aku yang mengajarkanmu, aku ingin melihat sebodoh apa kau.” Illarion malah menumpahkan kekesalannya pada Amanda.
“Apa kabarmu? Aku kangen!” jerit Gisella riang kemudian menghambur ke pelukan Amanda. Gadis bersurai perak itu mati-matian menahan tubuh gemetarnya. Amanda melirik kaku pada Aime. Apa Gisella akan berlaku kasar padaku di depan Aime? Apa ia akan memperlakukanku seperti di rumah? “Ka-kau datang, No- ah Gi-Gisella?” tanya Amanda dengan tangan menggenggam erat kain roknya. Memutuskan untuk berakting seperti yang ibu tirinya contohkan; sebuah 'keluarga yang rukun.' Gisella tersenyum licik. 'Kenapa ia belum mati? Dan ia mulai bertingkah setara denganku?'. “Aku ingin menemuimu, kudengar kau hidup enak di sini.” “Be-begitulah," tanggap Amanda
Di kaki bukit dekat Exilas. Legiun hitam Illarion Black baru saja selesai mendirikan tenda, sebelum mentari tenggelam di ufuk barat. Sesuai perkataan Aime, pemberontakan yang berasal dari sisa-sisa pasukan royal Exilas dapat dengan mudah dibungkam oleh tentara hitam. Andreas baru saja keluar dari tenda Illarion dengan muka kecewa. Yurigov tertawa senang, kontras dengan ekspresi rekan seperjuangannya itu. "Dia tak sepertimu, Pangeran Hitam adalah menantu impianku," canda Yurigov disusul suara tawa yang menggelegar khas pria dari pegunungan Arpen, daerah utara Anarka. "Aku hanya menghargai perjanjian dengan wanita itu," sambar Illarion yang sudah berdiri di depan pintu tenda hitamnya. Hal yang baru saja terjadi, Andreas -seperti biasa- menawari Pangeran Hitam wan
Yurigov melihat Andreas menggelengkan kepalanya. Pria yang tingginya melebihi Pangeran Hitam itu kemudian menunduk mempersilahkan Illarion untuk memberikan hukuman pada anak itu. Sambil menepuk pundak Andreas, Yurigov berkata, "tenanglah, Tuan tahu apa yang akan ia lakukan. Kita hanya perlu diam dan dengarkan." "Saat seperti ini aku hanya ingin Tuan kerja kelompok akuntansi," desah Andreas. Para prajurit yang ada di sana tampak menggeleng kasihan begitu melihat anak kecil itu digelandang ke lapangan terbuka oleh Pangeran Hitam. "Kenapa kau mencuri?!" tanya Illarion mencekam siapapun yang mendengarnya, terutama anak kecil dihadapannya. "A-aku kelaparan Tuan, saudara-saudaraku butuh makan, kami benar-benar kelaparan, hiks!
Amanda berdiri gugup, gadis itu mengenakan pakaian berwarna biru langit dengan renda putih tulang, warna yang berpadu begitu sempurna dengan kulitnya yang seputih kapas. Dengan rambut yang digelung tinggi menampilkan garis leher yang cantik, gadis itu mengerjapkan mata ketika melihat kereta Pangeran Hitam dari kejauhan. Seukir senyum tercipta di wajah pria yang ahli berperang itu-Illarion, melihat seisi istana Hitam menyambutnya. Senyum yang tak pernah muncul ketika dahulu selalu dilakukan penyambutan yang sama, entah apa yang membuat sebuah perasaan senang hingga garis lengkung itu menghiasi wajahnya. Apa kalian tahu? “Illarion!” seru Amanda ketika kucing hitamnya melompat ke lengan Pangeran Hitam. “Kau merindukanku?” tanya Illarion sambil mengelus kucing itu, yang di balas dengan lantang oleh Illarion-kuc