Share

Bab 6

Malam yang ditunggu pun datang. Eiden sudah siap dengan setelan kasualnya. Ia turun dari mobil dan menunggu Kanaya yang belum menampakkan batang hidungnya. Di dalam rumah, Kanaya masih bingung harus mengenakan pakaian apa. Namun, saat ia mendengar suara mobil Eiden sudah di depan. Kanaya segera memakai pakaiannya dengan polesan make up sederhana.

Kanaya berjalan cepat menuju pintu utamanya. Eiden melihat ke arah pintu dan ternganga melihat penampilan super biasa dari Kanaya sampai ia tidak menyadari kehadiran Kanaya di hadapannya.

"Ada apa?" tanya Kanaya saat melihat bola mata Eiden hampir saja jatuh.

Kanaya berpikir kalau Eiden sudah terpesona dengan kesederhanaannya. Bisakah dia sedikit bangga akan hal itu.

"Apa kau dayang yang turun dari khayangan?" Eiden bertanya sarkastik.

"Ah, tentu saja bukan," ucap kanaya sedikit malu-malu. Meskipun hanya sebatas dayang tapi bukankah dayang berada di lingkungan istana. Sudah sewajarnya Kanaya tersipu.

"Dasar tidak peka!" dengkus Eiden pelan.

"Maksudnya?"

"Kau terlihat cantik," ucap Eiden sambil tersenyum masam.

Pipi Kanaya kembali merona mendapat pujian tersebut. Ia tidak tahu bahwa Eiden sedang ingin memakannya bulat-bulat. Tapi dia tidak memiliki banyak waktu lagi untuk membeli pakaian untuk Kanaya.  Ia dengan rela hati membukakan pintu mobil untuk Kanaya.

"Terima kasih," ucap Kanaya.

Eiden berdehem pelan kemudian segera menuju kursi kemudinya. Pria itu segera menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang. Tiga puluh menit kemudian, mereka sudah sampai di kediaman Eiden. Saat Kanaya keluar dari mobil, Kanaya ternganga lebar melihat kemewahan rumah tersebut.

"Ayo!" Ajak nya.

Kanaya melihat wajah Eiden dengan takjub, hal itu dia lakukan secara bergantian.

"Kenapa?" tanya Eiden sambil menaikkan satu alisnya.

"Ternyata kamu benar-benar kaya."

Eiden berdecih dan menyombong sejenak sebelum akhirnya membawa Kanaya masuk untuk menemui keluarganya. Keduanya berjalan menuju pintu utama, terlihat seorang asisten rumah tangga membukakan pintu.

"Tuan muda, Nyonya sudah menunggu di dalam," serunya dengan sopan.

"Terima kasih."

Kanaya tersenyum melihat asisten rumah tangga tersebut kemudian mengikuti Eiden ke dalam. Kanaya semakin dibuat tercengang dengan kemewahan yang tersaji di ruangan tersebut. Corak keemasan berpadu dengan warna pastel.

"Apa kamu, memang sekaya ini?" bisik Kanaya pelan.

Eiden lagi-lagi tersenyum menyombong. Alhasil Kanaya menyenggol tubuh tegapnya pelan. Ia kemudian tertawa kecil melihat wajah kesal Kanaya. Di mata Eiden ekspresi Kanaya sangat imut.

"Dasar lelaki sombong!"

"Lelaki sombong ini, ayah dari anak yang sedang kamu kandung, ingat itu." wajah Eiden tersenyum jenaka sedangkan Kanaya seperti ingin menedang bokong seksi milik Eiden.

Dari kejauhan wajah tua yang masih terbilang masih cantik, ia terlihat tersenyum melihat interaksi keduanya. Entah mengapa terlihat begitu alami tanpa dibuat-buat. Tapi matanya terpaku pada pakaian yang sedang dikenakan gadis yang bersama anaknya. Ia menggeleng pelan dan Keduanya sudah sampai di hadapan kedua orang tua Eiden. Eiden membawa Kanaya duduk di sampingnya.

"Ma, Pa kenalin ini Kanaya."

"Selamat malam, Om, Tante." sapa Kanaya sambil tersenyum grogi.

"Malam juga, jangan panggil Tante,  panggil saja Mama," ucap Anita tersenyum, Angga ikut tersenyum.

Kanaya tersenyum kikuk sambil duduk dengan kaki sedikit gemetar. Rasa asing menderanya telak hingga menatap wajah kedua orang tua dari Eiden pun ia tidak berani. Namun, sesaat kemudian perasaannya berubah menjadi rasa hangat yang menjalar di hatinya, saat Anita menyuruh ia memanggilnya mama.

"Apa ini wanita yang kamu katakan tempo hari?" tanya Anita sembari menatap Eiden serius.

"Iya, Ma."

Anita mengalihkan tatapannya pada Kanaya. "Kalian sudah lama kenal?"

"Tidak!"

"Sudah!"

Jawaban Kanaya membuat jantung Eiden berdetak tak karuan.

"Emm, Ma, Maksud Kanaya kami tidak ingin mengenal lebih lama dalam masa pacaran. Kami ingin langsung menikah." terang Eiden dengan bibir sedikit kering. Ia menatap Kanaya yang dengan jujurnya menjawab tanpa memahami lirikannya. 

"Iyakah?" tanya Kanaya polos.

Reaksi Kanaya membuat Anita dan Angga heran. Mereka menilai seolah Kanaya dan Eiden tidak sedang pacaran.

"Sayang, kamu ngomong apa. Kan kita sudah berjanji akan segera menikah."

"Kapan?" kembali gurat bingung tercetak jelas di wajah Kanaya.

Anita dan Angga menatap Eiden serius. Keduanya mencium aura tidak sedap antara hubungan keduanya.

❤❤❤❤❤

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status