Share

Bertemu Bunda

Penulis: Iestie Adja
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-30 09:00:26

“Kalau untuk itu sepertinya aku belum terpikirkan. Bagiku saat ini adalah kesembuhan Arsyana. Aku ingin benar-benar fokus dalam pengobatan kankernya. Aku sudah kehilangan Risa, dan aku juga tidak ingin kehilangan keturunan satu-satunya dari Risa. Aku ingin Arsyana sembuh dulu, baru nanti aku akan memikirkannya,” jawab Ardian sambil menatap ibunya dengan tatapan sendu penuh kesedihan.

 

Selain kehilangan istri, belum lama ini Ardian harus kembali mendapat ujian karena kesehatan putrinya. Tim dokter mengatakan  anak semata wayangnya menderita kanker darah atau yang biasa disebut leukemia. Dirinya yang baru saja berhasil bangkit dari keterpurukan karena ditinggal istri untuk selamanya, harus kembali menghadapi ujian berat dengan penyakit yang diderita oleh putrinya. Sejak saat itu Ardian bertekad jika dirinya akan mengutamakan kesembuhan Arsyana dibanding dengan kebahagiaannya sendiri.

 

“Aku ingin Arsya sembuh dulu, Bu. Baru setelah itu mungkin aku akan berpikir tentang bagaimana kelanjutan hidupku. Tapi untuk saat ini, kesehatan dan kesembuhan Arsyana yang paling utama bagiku,” lanjut Ardian kembali.

 

“Baiklah. Ibu akan dukung semua keputusanmu. Ibu juga nggak ingin melihat Arsyana sakit apalagi kondisi kesehatannya memburuk. Besok pagi saat kontrol, ibu akan menemani,” jawab Bu Nining sambil berjalan menghampiri Ardian dan menepuk lembut pundak putranya.

 

“Ibu keluar ya. Nanti ibu sama Audy yang akan temani Arsyana tidur,” lanjut Bu Nining kembali berpamitan pada Ardian.

 

“Iya, Bu. Terima kasih,” jawab Ardian penuh senyum.

 

Bu Nining kemudian keluar dari kamar Ardian dan menutup pintu kamar putranya. Wanita tua itu lalu menemani cucunya istirahat setelah memastikan pintu utama rumah tersebut telah terkunci.

 

***

 

Pagi hari saat kumandang adzan subuh berbunyi, Arsyana bangun. Tanpa membangunkan nenek dan juga tantenya yang tidur di sebelah kanan kirinya, Arsyana turun dari tempat tidur dan keluar dari kamar menuju kamar ayahnya.

 

Saat sampai di kamar Ardian, Arsyana segera naik ke tempat tidur dan mulai membangunkan ayahnya.

 

“Ayah bangun! Ayah... Ayah...” seru Arsyana sambil menggoyang-goyangkan tubuh ayahnya setelah naik ke atas tempat tidur sang ayah.

 

Beberapa kali Arsyana memanggil dan menggoyang-goyangkan pundak ayahnya hingga akhirnya laki-laki berusia 33 tahun itu membuka matanya.

 

“Apa, sayang?” tanya Ardian sambil membuka matanya.

 

“Udah subuh, Yah. Katanya ayah mau antar aku ke tempat istirahat Bunda. Kita harus pagi-pagi ayah, biar aku juga bisa ketemu Bunda,” ucap Arsyana penuh semangat.

 

“Kita shalat, mandi, dan sarapan dulu baru berangkat. Masa bangun tidur langsung ke sana nanti bau iler dong,” jawab Ardian dengan lembut kemudian mencubit hidung putrinya dengan gemas.

 

“Oke. Aku mandi sama ayah ya di sini...”

 

Ardian mengangguk menyetujui permintaan Arsyana. Buru-buru gadis kecil yang rambutnya tergerai itu turun dari tempat tidur dan berlari menuju ke kamarnya. Ardian tersenyum melihat tingkah putrinya.

 

Beberapa saat kemudian Arsyana sudah datang kembali dengan membawa handuk dan baju ganti ke kamar ayahnya.

 

“Ayah, aku sudah bawa baju ganti. Aku pelan-pelan ambilnya biar Eyang sama Tante nggak bangun, eh malah Eyang bangun pas lihat aku ambil baju,” cerita Arsya sambil meletakkan pakaian di atas kasur.

 

“Lalu Eyang bilang apa?”

 

“Cuma tanya dan aku jawab aja mau dimandiin ayah. Eyang ngangguk terus aku keluar deh,” jawab Arsyana polos.

 

Kemudian dengan cepat gadis kecil itu menarik tangan Ardian agar turun dari tempat tidur. Setelah itu anak perempuan berambut hitam panjang itu menarik ayahnya ke kamar mandi yang ada dalam kamar untuk memandikan dirinya.

 

“Arsya, ini masih pagi banget lho. Beneran mau mandi?” tanya Ardian memastikan.

 

“Pakai air hangat, yah,” jawab Arsyana.

 

“Baiklah... Pakai sabun ayah nggak apa-apa?”

 

“Iya, aku suka.”

 

“Tapi besok kalau Arsya sudah masuk SD, Arsya harus mulai belajar mandi sendiri ya. Udah nggak boleh dimandiin ayah lagi. Kan udah gede.”

 

“Oke.”

 

Ayah dan anak itu kemudian masuk ke kamar mandi. Ardian memandikan putri kecilnya penuh kasih sayang. Selesai mandi, Ardian memakaikan baju ganti yang telah Arsyana bawa. Jika biasanya gadis kecilnya itu akan mandi dengan wanita tua yang kerap dipanggil budhe Mar oleh Arsyana.

 

Budhe Mar adalah orang yang membantu mengurus rumahnya mulai dari masak dan bersih-bersih. Akan tetapi budhe Mar hanya bekerja dari pagi sampai sore saja. Setelah itu Ardian hanya berdua bersama putri kecilnya itu di rumah.

 

Selesai bersiap-siap, Ardian meminta putrinya untuk menunggu di luar kamarnya sementara ia mandi dan berganti pakaian di dalam kamar.

 

 Setelah siap Ardian keluar kamar dan menghampiri putrinya yang tengah melihat Eyangnya sedang memasak bersama budhe Mar.

 

“Ardi? Sudah?” tanya Bu Nining pada putranya yang berdiri menatap putri semata wayangnya penuh senyum.

 

“Sudah, Bu...” jawab Ardian.

 

“Sarapan dulu pakai nasi goreng ya, mas Ardian. Saya siapkan sebentar,” ujar budhe Mar.

 

Budhe Mar adalah sapaan Arsyana pada wanita tua yang sebenarnya justru lebih pantas dipanggil nenek olehnya. Namun karena gadis kecil itu mengikuti apa yang kerap diucapkan ayahnya yang memanggil wanita tua itu dengan sebutan budhe.

 

Budhe Mar adalah orang yang membantu pekerjaan rumah Ardian saat siang hari. Dia akan datang pagi hari untuk membuatkan sarapan dan akan pulang sore hari. Biasanya wanita tua yang rumahnya tidak jauh dari rumah Ardi itu akan datang pukul 6 pagi dan pulang pukul 4 sore. Beliau sudah tidak mengurus anak sekolah sehingga bisa pagi-pagi datang menyiapkan sarapan. Anak-anaknya sudah besar-besar bahkan beberapa sudah menikah dan memiliki anak. Usianya lebih tua dibandingkan Bu Nining, ibu dari Ardian.

 

Bu Nining sengaja mencarikan orang yang sudah tua untuk membantu pekerjaan rumah Ardian, hal itu karena status putranya yang sudah duda sehingga ia mencoba untuk menjaga putranya dari fitnah jika memperkerjakan wanita yang masih muda. Bu Nining sendiri yang menawarkan pekerjaan itu pada budhe Mar yang langsung diiyakan oleh yang bersangkutan karena desakan ekonomi yang menghimpit.

 

“Sudah siap. Mas Ardian sama Arsyana makan dulu sebelum berangkat sekolah ya... Sama Eyang dan Tante juga,” ujar budhe Mar setelah selesai meletakkan makanan yang ia masak untuk sarapan majikannya.

 

“Baik, terima kasih budhe Mar,” ucap Ardian yang kini tangannya telah digandeng oleh gadis kecil dengan begitu erat.

 

“Sama-sama... Saya pamit ke belakang lagi. Bu Nining dan mbak Audy sekalian silakan...” Ucap budhe Mar kemudian berjalan menuju ke dapur kembali.

 

Ardian, Arsyana, Audy dan Bu Nining kemudian duduk bersama di meja makan untuk mengisi perut dengan sarapan yang sudah disiapkan budhe Mar.

 

“Ayah, hari ini aku nggak sekolah ya,” ujar Arsyana setelah selesai makan.

 

“Sekolah dong. Memangnya kenapa sampai nggak sekolah?” saut Bu Nining.

 

“Aku mau ke tempat Bunda, Eyang. Iya kan ayah?”

 

Ardian segera menelan air putih yang baru saja di minumnya dengan cepat. Setelah itu baru laki-laki berusia 33 tahun itu menjawab ucapan putrinya dengan tenang.

 

“Iya. Tapi jangan pagi-pagi seperti ini. Kamu sekolah dulu, nanti pulang sekolah baru kita ke tempat Bunda.”

 

“Nggak! Aku mau setelah ini kita langsung ke sana, yah. Aku nggak mau sekolah hari ini. Aku mau ke tempat Bunda,” Arsyana kekeh.

 

“Arsya...” panggil Ardian dengan lembut dan penuh penekanan suara.

 

“Aku mohon ayah...” jawab Arsyana sambil menangkupkan kedua telapak tangannya memohon kepada sang ayah.

 

Laki-laki dewasa itu hanya mampu menarik senyuman kecil sambil menggelengkan kepalanya perlahan. Dirinya benar-benar tidak menyangka jika putrinya itu akan menunjukkan sikap memohon yang menggemaskan seperti itu.

 

“Bagaimana ayahku yang ganteng?” tanya Arsyana penuh senyum menggoda pada sang ayah.

 

Bu Nining dan Audy yang menyaksikan ucapan Arsyana dengan tersenyum geli.

 

“Baiklah. Setelah dari tempat Bunda, kita ke rumah sakit ya? Jadi Eyang sama Tante ikut sekalian,” Ardian akhirnya mengalah namun tetap dengan pengajuan syarat agar putrinya itu mau ke rumah sakit untuk kontrol.

 

Arsyana tersenyum dan mengangguk menyetujui permintaan sang ayah. Dengan penuh senyum bahagia gadis kecil dengan rambut panjang yang diikat seperti ekor kuda itu melihat kepada tiga orang dewasa yang ada bersamanya saat ini.

 

Karena keinginan Arsyana yang cukup kuat untuk bisa bertemu dengan bundanya, gadis kecil itu dengan sabar menunggu nenek dan juga tantenya bersiap-siap. Sedangkan ayahnya masuk kembali ke dalam kamar dan terlihat menelepon orang kepercayaannya untuk menghandle pekerjaan di toko bangunan miliknya.

 

Setelah semua siap, Arsya dan keluarga menyusuri jalanan menggunakan mobil pribadi milik Ardian. Senyum penuh kebahagiaan tak pernah sedetik pun hilang dari wajah cantik nan menggemaskan itu. Bahkan karena teramat bahagia dengan angan dan pengharapannya sendiri, Arsyana bernyanyi beberapa lagu yang ia kuasai dengan penuh keceriaan. Gadis kecil yang duduk di kabin belakang bersama tantenya itu terlihat beberapa kali mengajak sang tante agar ikut bernyanyi bersama dirinya.

 

Ardian yang melihat kebahagiaan dan keceriaan putri semata wayangnya itu tersenyum bahagia. Pria itu kemudian melirik ke arah ibunya yang duduk di sebelahnya untuk memberitahu betapa bahagia putrinya saat ini.

 

Beberapa saat menyusuri jalanan yang pagi itu sudah mulai ramai karena pengguna jalan yang hendak pergi melakukan aktivitasnya, akhirnya mobil Ardian sampai juga di sebuah tempat pemakaman umum yang ada di kota tersebut.

 

“Ayah, kok kita ke sini? Katanya ayah mau ngasih tahu tempat Bunda istirahat? Ini kenapa kita malah ke kuburan?” tanya Arsyana dengan wajah bingung.

 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dipikat Anaknya, Dipinang Ayahnya   Bertemu Bunda

    “Kalau untuk itu sepertinya aku belum terpikirkan. Bagiku saat ini adalah kesembuhan Arsyana. Aku ingin benar-benar fokus dalam pengobatan kankernya. Aku sudah kehilangan Risa, dan aku juga tidak ingin kehilangan keturunan satu-satunya dari Risa. Aku ingin Arsyana sembuh dulu, baru nanti aku akan memikirkannya,” jawab Ardian sambil menatap ibunya dengan tatapan sendu penuh kesedihan. Selain kehilangan istri, belum lama ini Ardian harus kembali mendapat ujian karena kesehatan putrinya. Tim dokter mengatakan  anak semata wayangnya menderita kanker darah atau yang biasa disebut leukemia. Dirinya yang baru saja berhasil bangkit dari keterpurukan karena ditinggal istri untuk selamanya, harus kembali menghadapi ujian berat dengan penyakit yang diderita oleh putrinya. Sejak saat itu Ardian bertekad jika dirinya akan mengutamakan kesembuhan Arsyana dibanding dengan kebahagiaannya sendiri. “Aku ingin Arsya sembuh dulu, Bu. Baru setelah itu mungkin aku

  • Dipikat Anaknya, Dipinang Ayahnya   4. Foto Bunda

    “Ada yang datang, Yah!” Ucap Arsya sedikit berbisik kepada ayahnya.Ardian pun mengangguk mengiyakan ucapan putrinya. Beberapa detik kemudian laki-laki berusia 33 tahun itu beranjak dari tempat duduknya dan dengan bahasa isyarat meminta putrinya untuk tetap menunggu di sofa ruang tamu. Ardian lalu berjalan menuju ke pintu utama dan membukakan pintu bagi tamu yang sempat membuat dirinya dan juga anaknya terkejut. “Assalamualaikum...” Suara seorang wanita tua saat pintu rumah dibuka. “Wa’alaikum salam. Ibu ternyata. Arsya... ada Eyang sama Tante Audy ini!” jawab Ardian kemudian berseru memberitahu putrinya tentang kedatangan ibu dan adik kandungnya.Ayah satu anak itu kemudian mencium punggung tangan sang ibu dan menyodorkan tangan kanannya ke arah gadis muda dengan balutan jilbab yang dengan cepat mencium punggung tangannya sebagai rasa hormatnya kepada kakak laki-lakinya. Audy gadis muda yang periang dan sudah kerap datang ke rumah Ardian itu langsung masuk ke dalam rumah dan me

  • Dipikat Anaknya, Dipinang Ayahnya   3. Permintaan Arsyana

    Adit benar-benar terkejut mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh tunangannya tersebut. Bagaimana mungkin bisa Riska menanyakan hal itu sedangkan di antara mereka sudah terikat status pertunangan.“Kenapa tanya seperti itu, dek?” Adit penasaran. Riska mencoba untuk terlihat tetap tenang dengan menelan lebih dulu makanan yang ia kunyah di dalam mulutnya. Setelah itu Riska kemudian menyedot jus buah yang ada di hadapannya barulah wanita muda itu menatap ke arah Adit dan menjawab, “Ya... Sekedar tanya saja.” “Memangnya ada yang mau melamarmu?” “Bukan begitu, mas. Emm... Mas Adit kan bilang setahun lagi kita menikahnya. Cukup lama itu sebenarnya, mas. Kalau ada yang tiba-tiba ngelakuin hal itu sebelum waktunya kita menikah bagaimana?” “Kamu ingin cepat-cepat menikah, dek? Sebenarnya aku bisa tapi konsekuensinya aku tidak bisa memberikan pernikahan seperti yang kamu impikan. Karena semuanya kan butuh uang yang tidak sedikit. Dan waktu setahun yang aku minta itu aku jadikan seba

  • Dipikat Anaknya, Dipinang Ayahnya   2. Pertanyaan Tak Terduga

    Paham dengan ekspresi guru muda yang ada di hadapannya, Ardian, ayah Arsyana kemudian angkat bicara. “Arsya, pertanyaan seperti itu tidak seharusnya kamu tanyakan sembarangan. Karena yang namanya orang itu butuh privacy, nak. Lagi pula tidak sopan menanyakan hal seperti itu pada Bu guru,” ujar Ardian sambil menundukkan tubuhnya agar lebih jelas lagi bicara dengan putri kecilnya tersebut. “Tapi, aku kan hanya bertanya saja yah. Lagi pula Bu Riska tidak marah kan Bu?” Jawab gadis kecil itu dengan polos dan bertanya balik pada gurunya. Riska hanya bisa tersenyum bingung dan mengangguk sambil berkata, “Iya, sayang. Tidak apa-apa kok. Oh iya, Arsyana mau langsung pulang? Kasihan kan ayahnya kalau menunggu terlalu lama? Pasti masih ada pekerjaan lain juga.” Bukan karena apa-apa, tapi karena Riska ingin satu muridnya itu tidak sampai menanyakan pertanyaan-pertanyaan lain yang mungkin lebih sulit lagi untuk dijawab. Sebab dirinya paham betul dengan karakter anak TK yang selalu bertany

  • Dipikat Anaknya, Dipinang Ayahnya   1. Kepolosan Bocah

    Siang itu sebuah taman kanak-kanak terlihat ramai dengan siswa-siswa yang dijemput oleh orang tuanya. Tawa bahagia dari anak taman kanak-kanak Pelita menghiasi halaman depan sekolah karena bertemu dengan orang tua masing-masing yang telah datang menjemput mereka. Beberapa mobil dan motor berjajar di halaman parkir sekolah yang luas. Sekolah itu merupakan salah satu sekolah favorit di kota Purworejo. Satu persatu siswa telah dijemput dan pulang bersama orang tua ataupun wali yang telah menjemput mereka. Tinggal dua anak perempuan yang masih menunggu jemputan di ruang sebelah pos satpam. “Belum pada dijemput?” tanya seorang guru muda dengan rambut panjang yang terikat rapi. “Belum Bu Riska,” jawab dua gadis cilik itu hampir bersamaan. Riska adalah salah satu guru di taman kanak-kanak Pelita. Usianya 22 tahun dan dia termasuk guru yang disukai oleh banyak siswa. Tiba-tiba sebuah mobil berhenti dan keluar seorang ibu muda yang cantik dari mobil tersebut. Segera satu dari dua a

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status