Share

6. Di Kuburan

Author: Iestie Adja
last update Last Updated: 2025-10-01 12:43:45

Ardian yang melihat kebingungan di wajah putrinya hanya bisa mengulas senyuman kecil sambil berjongkok dan memegang pundak Arsyana dengan lembut sembari berkata, “Iya, bunda ada di dalam sana. Nanti ayah kasih tahu.”

 

Arsyana menatap ke arah ayahnya dengan tatapan bingung. Gadis kecil itu berpikir kenapa ibunya di dalam sana? Bahkan ia berpikir, kenapa tidak tinggal di rumah saja daripada di kuburan seperti ini.

 

“Ayo kita masuk! Nanti setelah ini insya Allah kamu akan tahu arti yang sebenarnya,” ucap Ardian kembali sambil mengulurkan kedua tangannya pada Arsyana.

 

Gadis kecil berambut panjang itu masih menatap bingung kepada sang ayah. Bahkan ia tetap terlihat diam saat tubuh mungilnya digendong ayahnya dan dibawa masuk ke dalam area TPU (Tempat Pemakaman Umum).

 

Arsyana mengeratkan pelukannya pada leher sang ayah saat melihat banyak nisan yang dilewati. Sepertinya gadis kecil itu merasa takut. Sedang di belakang mereka berjalan Bu Nining dan Audy dengan wajah cemasnya.

 

Hingga akhirnya mereka tiba di sebuah nisan yang tertulis nama Risa Aniwati lengkap dengan tanggal lahir dan tanggal kematiannya. Ardian menurunkan anak gadis semata  wayangnya di samping nisan itu. Laki-laki itu kemudian berjongkok di samping anak gadisnya itu sambil menatap ke arah ibu dan adiknya yang berdiri di sisi lain nisan tersebut.

 

“Bismillah, Yan. Semoga dia paham tentang semua ini,” ucap Bu Nining sambil mengangguk dan tersenyum tipis pada anak laki-lakinya.

 

Ardian menanggapi ucapan sang ibu dengan anggukan perlahan kemudian jongkok dan dengan lembut menarik tangan putri kecilnya agar duduk di salah satu pahanya.

 

“Ayah...” panggil Arsyana sambil mendaratkan pantat mungilnya di paha sang ayah.

 

“Arsya... Lihat Ayah coba nak!” ucap Ardian sambil menatap lembut ke arah gadis kecilnya itu.

 

Arsyana yang sedikit bingung dan juga takut merangkul pundak Ardian dengan erat.

 

“Sayang, ini bunda kamu,” ucap Ardian yang langsung membuat gadis kecil berusia 5 tahun itu terbelalak menatap ke arah sang ayah.

 

“Bunda kamu istirahat di sini. Bunda badannya istirahat di sini,” lanjut Ardian dengan mata mulai memerah sambil satu tangannya memegang nisan sang istri.

 

Tatapan mata Arsyana terlihat bingung dengan apa yang dikatakan ayahnya. Lalu tatapannya beralih ke arah nenek dan juga tantenya yang turut menyimak dengan penuh keprihatinan dialog ayah dan anak tersebut.

 

Bu Nining yang matanya mulai memerah hanya bisa mengangguk dengan senyuman kecil menanggapi tatapan bingung sang cucu. Begitu juga dengan yang dilakukan Audy merespons tatapan keponakan tersayangnya itu.

 

Mendapat tanggapan yang demikian, Arsyana kemudian berbalik menatap kembali wajah ayahnya yang kini matanya mulai sedikit berembun menatap ke arah dirinya.  

 

“Tapi jiwanya ada di sisi Allah, karena Bunda disayang oleh Allah. Insya Allah...” lanjut Ardian dengan tetap menguatkan dirinya sendiri agar tidak menangis.

 

“Bunda aku di sini, yah?” tanya Arsyana sambil menunjuk nisan yang ada di depannya.

 

Ardian menanggapi pertanyaan putrinya itu dengan anggukan perlahan sambil susah payah menahan sesak di dalam hatinya.  

 

Gadis kecil itu tak habis pikir bagaimana mungkin bundanya yang kata sang Ayah sangat menyayangi dirinya dan juga ayahnya itu justru tinggal di dalam kuburan dengan nisan yang kini ada di hadapannya.

 

“Bagaimana masuknya? Aku bisa kan ketemu sama bunda? Pasti ada pintunya juga kan, yah?” lanjut Arsyana kembali dengan tatapan serius dan ingin tahu.

 

Ardian yang mendengar ucapan putrinya yang sangat polos itu seketika langsung meneteskan air mata yang sejak tadi dengan susah payah ia tahan. Pria itu lantas memalingkan wajahnya ke samping agar putrinya tidak mengetahui jika dirinya menangis.

 

Sementara Bu Nining dan Audy yang menyaksikan hal itu menatap iba ke arah ayah dan anak itu. Ada rasa sesak dan juga kesedihan dalam yang turut mereka rasakan karena kepolosan gadis kecil yang beberapa tahun tumbuh tanpa sosok ibu kandungnya itu.

 

“Ayah... Kalau ditanya itu dijawab. Jangan memalingkan wajah dong!” ujar Arsyana sambil menarik wajah Ardian dengan memegang pipi ayahnya dan ditarik untuk menghadap ke arahnya.

 

“Eh iya sayang... Ayah barusan lihat ada kodok loncat makanya menoleh,” bohong Ardian setelah mengusap air matanya dengan cepat.

 

“Ah, ayah!” protes Arsyana tak terima dengan alasan ayahnya.

 

 Sedangkan ayahnya hanya tersenyum sambil menarik gemas hidung putrinya dengan kesedihan yang masih belum juga pergi.

 

“Ayah... Apa ada pintunya biar aku juga bisa masuk ke situ?” tanya Arsyana kembali.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dipikat Anaknya, Dipinang Ayahnya   21. Bu Riska Kesayangan Arsyana

    “Duh, sayang... Bu guru harus pulang ke rumah, soalnya pasti sudah ditunggu orang tua Bu guru,” tolak Riska halus sambil mengusap kepala Arsyana. “Tidak mau! Pokoknya harus ikut! Nanti Bu Riska naik motor di belakang mobil ayah. Janji cuma sebentar saja! Mau ya, bu Riska?” Arsyana merengek dan menatap Riska dengan mata memohon yang membuat hati siapa pun luluh. Bu Nining menyikut lengan Ardian pelan. Beliau memberi kode agar putranya itu ikut membujuk. “Bu Riska, bagaimana? Kalau... Bu guru tidak keberatan,” bujuk Ardian dengan nada lebih terdengar seperti permohonan. Riska menghela nafas pasrah. Dirinya tahu bahwa menolak Arsyana dalam kondisi sebahagia ini akan sangat menyakitkan. Dia akhirnya mengangguk dengan tersenyum yang terlihat dipaksakan. “Baiklah. Tapi hanya sebentar ya. Bu guru cuma mau antar Arsya sampai rumah saja,” kata Riska berusaha memberikan batasan waktu. “Horeee!!” Gadis kecil berusia 5 tahun itu meloncat kegirangan. Dia benar-benar terlihat bahagia dengan

  • Dipikat Anaknya, Dipinang Ayahnya   20. Ya Ampun, Nak....

    Riska merasakan pipinya memanas dan matanya bergantian menatap Arsyana yang tersenyum penuh harap kepadanya. Sedangkan Ardian menatap heran dan mematung sesaat melihat ke arah sang ibu. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Bu Nining. Akan tetapi wanita tua itu segera menguasai dirinya dan justru tersenyum menanggapi ucapan sang cucu yang ajaib itu. “Aduh Arsya! Pertanyaan apa itu? Jangan aneh-aneh seperti itu dong,” ucap Ardian pelan sembari berjalan ke arah bangsal dengan ekspresi yang mencoba ia tunjukkan santai meski dirinya benar-benar malu. Arsyana mengerucutkan bibir, dan menjawab, “Kok aneh sih, Yah? Kata temen-temen itu, kalau udah suka boleh jadi pacar. Bu Riska kan cantik dan baik, terus Bu Riska juga suka dengan ayah yang baik juga. Jadi ayah sama Bu Riska boleh jadi pacar. Ayah mau ya pacaran sama Bu Riska?” Suasana di ruangan itu mendadak menjadi panggungnya, hanya terdengar suara detak jam dinding. Bu Nining yang tadinya hanya tersenyum maklum kini justru terkekeh pe

  • Dipikat Anaknya, Dipinang Ayahnya   19. Ingin Bu Riska Datang ke RS

    “Sudahlah, Yan. Kamu tahu bagaimana susahnya membuat anak ini mau makan dan minum obat kan? Kalau dia punya keinginan begini, biarkan saja sesekali kita turuti. Demi dia tidak stres, penyakitnya kan butuh semangat,” ujar Bu Nining tegas dengan suara lirih di dekat telinga anak lelakinya itu. Ada nada prihatin dalam suara Bu Nining. Wanita tua itu tahu bagaimana menjaga mood Arsyana adalah bagian terpenting dari perawatan di awal ini. Ardian akhirnya menghela nafas pasrah. Dia kemudian mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Nomor guru muda itu sudah tersimpan rapi sejak beberapa minggu yang lalu. Saat itu ia harus minta izin absen sekolah Arsyana. Dengan sedikit gugup, Ardian mengetikkan pesan kepada Bu Riska. {Selamat sore Bu Riska. Maaf mengganggu waktunya. Ini saya ayahnya Arsana. Arsyana hari ini sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit, tapi dia mendadak tidak mau pulang kalau belum dijenguk oleh ibu. Katanya dia mau menunjukkan kalau dia sudah hebat. Apakah Bu Riska ada

  • Dipikat Anaknya, Dipinang Ayahnya   18. Ingin Tetap di Rumah Sakit

    “Tidak sesederhana itu, pak. Saya belum mengenal dia dengan dekat. Permintaan Arsya itu bukan soal permintaan beli permen yang dengan mudah dapat langsung saya kabulkan. Dia minta bunda, minta ibu yang hubungannya dengan pernikahan. Apalagi yang namanya pernikahan itu hubungannya tidak hanya dua orang saja, tapi dua keluarga besar, lebih dari itu juga perjanjian pada Tuhan. Tidak sesimpel pemikiran Arsya, pak,” jawab Ardi mencoba menjelaskan. “Bapak tahu. Atau... kamu memang sudah ada calon?” Ardian menggeleng dan berkata, “Saya masih belum berani menggantikan Risa di kehidupan Arsya. Dia belum sepenuhnya diingat dan dikenal Arsya, kasihan pak. Kasihan jika nanti Risa justru tidak dikenal Arsya sebagai ibunya, padahal Risa orang yang mengandung dan melahirkan.” Pak Nugraha terdiam. Beliau tidak ingin memaksakan sesuatu pada anak laki-lakinya itu. Laki-laki tua itu pun sadar semua yang dikatakan oleh Ardi benar dan memang masalah pernikahan juga tidak bisa grasah-grusuh dan sembaran

  • Dipikat Anaknya, Dipinang Ayahnya   17. Rengekan Arsyana

    ‘Ini permintaan apa lagi? Kenapa Arsya selalu mengajukan permintaan yang rasanya tak mungkin untuk aku penuhi,' ujar Ardi di dalam hatinya.  Untuk beberapa saat ayah satu anak itu terdiam bahkan tatapan matanya lurus namun kosong. Ardi mematung dan otaknya berputar dengan pikirannya sendiri karena ucapan sang anak.  “Ayah... Ayah kok malah diam?” desak Arsyana yang berhasil menyadarkan Ardian kembali.  “Eh iya... Gimana sayang?” jawab Ardian setelah tersadar dari lamunannya.  “Bu Riska jadi bundaku ya, yah! Bu Riska ajak tinggal di rumah sama kita. Boleh kan yah?” ucap Arsya kembali.  Ardian terdiam. Ia merasa bingung harus menjawab apa atas ucapan putrinya itu.  “Assalamu’alaikum...”  Terdengar suara salam yang dibarengi dengan pintu yang terbuka. Dari luar masuk Bu Nining dan pak Nugraha, ayah kandung Ardian.  “Wa’alaikum s

  • Dipikat Anaknya, Dipinang Ayahnya   16. Demam

    Berkali-kali dibangunkan akhirnya mata Arsyana pun terbuka. Matanya tampak sayu dan wajahnya pucat.  “Sayang... Apa yang kamu rasakan, nak?” tanya Ardian penuh kekhawatiran.  “Ayah, aku lemas rasanya. Kepalaku pusing,” jawab Arsyana lemah.  “Kita ke rumah sakit sekarang!”  Ardian langsung menggendong putrinya keluar dari kamar dan mengajak budhe Mar untuk ikut serta. Ardian dengan cepat membawa putri kesayangannya itu ke rumah sakit.  Sampai di rumah sakit, Arsyana segera mendapat pertolongan dengan cepat. Ardian menghubungi orang kepercayaannya untuk menghandle pekerjaannya di toko.  “Ya Allah, semoga semua baik-baik saja. Izinkan aku membesarkannya dan melihatnya tumbuh jadi gadis dewasa. Jangan ambil dulu putriku satu-satunya,” lirih Ardian sambil berdiri penuh kesedihan.  Tak dapat lagi disembunyikan kesedihan ayah muda itu. Bahkan Ardian ta

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status