Home / Romansa / Dipuja Dua Penguasa / Part 4 | Adam Abraham Knight

Share

Part 4 | Adam Abraham Knight

Author: Mocha Latte
last update Last Updated: 2024-04-21 13:25:19

‘Dasar wanita ular. Penyihir jahat. Bagaimana bisa Nyonya Serena Grant melahirkan putri berhati jahat seperti ini?'

'Beliau sangat cantik, berhati baik, taat dengan perintah agama, sering ke gereja bahkan suka membantu orang yang memerlukan tetapi anaknya keras kepala, gilakan harta dan gemar mempermainkan perasaan pria.'

'Ya Tuhan, Engkau selamatkanlah kedua putra Tuan Besar Knight yang pernah membantu melunasi hutangku dari si ular betina ini.’ Sekretaris White membatin kesal.

Tak lupa, dia mendoakan kebaikan buat pemimpin keluarga Knight yang pernah berbuat baik padanya.

Seorang pengawal pribadi berlari mendekati Emily dan Sekretaris White. “Nona Emily, Tuan Muda Knight akan tiba lima menit lagi.”

“Sebentar. Aku harus tampak cantik di depannya.”

Emily memeriksa riasannya buat kali terakhir.

“Ayo, kita pergi menjemput calon suamiku.”

***

Berkali-kali Emily memeriksa jam tangan yang melingkari pergelangan tangan.

Wajahnya memancarkan kekhawatiran ditambah rasa pegal di kaki karena sudah tiga jam berlalu namun sosok tubuh Adam Knight masih tidak muncul di Bandara Internasional Dashville.

‘Apa yang terjadi padanya? Kenapa dia masih belum tiba? Jangan-jangan dia ditahan di bandara negara F gara-gara narkoba.’

Batin Emily bersuara penuh kebimbangan.

‘Sadar, Emily. Hal konyol seperti itu tidak akan pernah terjadi. Adam Knight bukan pengedar narkoba tetapi penguasa terkaya.’ Kembali dia membujuk hati yang resah.

Waktu terus bergulir.

Kali ini, Emily tidak lagi mampu menahan sabar. Dia mendekati sang bodyguard sambil bercekak pinggang.

“Fred, kenapa Tuan Muda Knight belum tiba? Hampir empat jam…”

“Tuan Muda Knight sudah sampai, Nona,” potong Fred serta-merta seraya tangannya menunjukkan arah kanan.

Emily Grant lantas menoleh ke samping.

Wajah cantik yang tadinya tampak berang berubah riang.

Kakinya ringan berlari menghampiri sang calon suami.

“Oh, Adam! Akhirnya kamu pulang.”

Seperti di dalam drama romance, tubuh kecil Emily tenggelam dalam pelukan Adam.

Dia bahkan bisa mendengar detak jantung pria itu.

“Ya, aku pulang bersama wanita kesayanganku,” sambut Adam Knight dengan suara datar.

Sontak Emily meleraikan dekapan.

Saat itu, barulah netranya menangkap sosok seorang wanita di sisi Adam.

“Wanita kesayangan? Apa maksudmu? Adam… Dia siapa?” tanya Emily, bertubi-tubi.

Entah mengapa, dia merasa tidak asing dengan wanita yang sedang memamerkan raut muka sedih dan senyum tipis itu.

“Dia Hilda. Kamu pasti mengenalnya. Kalian pernah satu kelas saat SMA,” sahut Adam, acuh tak acuh.

‘Hilda? Hilda yang mana? Sebentar…’

Satu kenangan buruk hinggap di otak Emily.

Perempuan itu!

Ya perempuan itulah yang telah merundungnya sewaktu mereka di bangku SMA.

“Kamu ketua geng Kelinci Hitam, kan?” tebak Emily seraya menyeringai sinis.

“Adam, aku takut,” ujar Hilda lalu bersembunyi di balik tubuh Adam.

Emily mengepalkan tinju.

“Hei Hilda! Sejak kapan wanita miskin berhati iblis sepertimu berubah menjadi wanita lemah yang butuh perlindungan dari seorang pria, hah? Kau pasti sengaja mengincar Adam karena dia adalah calon suamiku. Dasar wanita sial!” serang Emily, lantang.

Teriakan nyaring memenuhi ruang bandara internasional.

Semua kepala menoleh ke arah Emily yang sedang berhadapan dengan sepasang kekasih.

Mereka sebagai orang luar memang tidak tahu asal mula pertengkaran, tetapi adalah sangat menyenangkan bisa menonton drama gratis.

“Cukup.”

Adam mengangkat tangan di depan Emily sebelum kembali melanjutkan kalimatnya, “kau tidak berhak memarahi Hilda karena akulah yang jatuh cinta padanya.”

“Pufft!” Hampir saja tawa besar meletus dari mulut Emily.

“Cinta? Omong kosong! Aku tidak percaya.”

‘Pria sedingin kutub syamali ini bisa merasakan manisnya cinta? Bullshit!’ batin Emily puas bisa memaki pria sinting ini.

“Terserah kamu. Asal kamu tahu, Hilda dan aku telah sah menjadi suami istri.”

“Apa katamu?! Kamu bercanda, kan?!”

Sungguh, Emily benar-benar tidak bisa menerima kabar buruk sekaligus gila ini.

Bagaimana Adam Knight bisa menikahi wanita bangsat yang pernah merundung dan memerasnya hingga dia tenggelam dalam trauma berat selama bertahun-tahun?

Wajah seputih salju Emily berubah menjadi awan hitam.

Di saat putri keluarga Grant itu sedang berperang dengan perasaan kecewa dan amarah, semua bodyguard dan Sekretaris White hanya menundukkan kepala mereka.

Mereka tidak berkuasa untuk melihat apalagi membujuk Emily karena ada Tuan Adam Knight di sana.

“Aku tidak pernah bercanda sepanjang 32 tahun aku hidup di dunia ini, Emily. Biar aku ulangi lagi agar kamu mengerti. Aku sudah menikahi Hilda Montgomery dua minggu yang lalu.” balas Adam Knight, tegas.

Dia meraih tangan wanita yang sedang berdiri di sisinya lalu menunjukkan pada Emily.

“Lihatlah. Ini buktinya. Cincin yang sangat kamu inginkan kini berada di jari manis istriku.”

“Tidak… Aku tidak percaya. Kamu tidak bisa melakukan ini padaku, Adam! Aku sudah banyak berkorban untukmu.” Emily menjerit histeris.

Tas bermerek eksklusifnya dilempar sembarangan.

Dia jatuh terduduk di lantai bandara.

Adam tertawa mengejek.

“Berkorban untukku? Yang benar saja. Setahuku, kau melakukan semuanya demi pria yang memiliki senyum manis yakni abangku, Aaron Knight.” Dia menjawab dengan sarkas sambil menyeringai.

“Tidak, Adam. Segala usahaku seutuhnya untukmu. Aku bahkan rela bergadang untuk membantumu menyiapkan proposal proyek demi mendapatkan proyek 1 billion dollar.” Suara Emily terdengar sangat putus asa.

Air mata berlinang-linang di pipi mulusnya, mengundang rasa iba dari orang-orang yang berada di bandara ketika itu.

“Ya, memang benar kamu yang membantuku menyiapkan proposal proyek tetapi… mereka sepakat menolak proposalmu. Asal kamu tahu, Hilda yang telah berjuang bersamaku untuk membujuk presdir Xeno Group agar memberikan proyek tersebut kepada perusahaan keluarga Knight,” jelas Adam tanpa rasa bersalah apalagi iba. Toh, memang itulah kebenarannya.

“Kamu pria kejam, Adam,” umpat Emily, berang.

Matanya menguarkan aroma dendam.

“Maaf, Emily. Kamu juga terlalu jahat untukku. Aku tidak bisa menikahi wanita yang matanya hanya terpaku pada abangku. Aku harus pergi. Sampai jumpa di kantor pada esok hari,” ujar Adam, enteng tanpa peduli akan hati Emily yang tertohok.

Adam menggandeng istrinya, perlahan menyusun langkah meninggalkan Emily Grant yang masih menangis.

Tanpa Adam sadar, Hilda sempat melemparkan senyum mengejek kepada Emily.

“Nona Emily...” Sekretaris White langsung berlari mendekati Emily dan merengkuh tubuh wanita malang itu.

Dia tak menyangka Tuan Adam Knight bisa bertindak sekejam ini pada putri kesayangan keluarga Grant.

“Sekretaris White, kenapa Adam tega membuangku? Padahal aku sudah banyak membantu keluarga Knight. Apa dia buta? Atau mungkin Hilda yang menghasutnya agar membenci dan meninggalkanku? Dasar wanita licik. Aku amat membencinya.”

Dalam dekapan Sekretaris White, Emily menumpahkan segala kekesalan dan kekecewaannya. Sesekali dia tersedu-sedu.

“Jangan menangis lagi, nona. Hapus air matamu. Nona benar, Tuan Adam Knight itu pria mengerikan. Tidak pantas dengan nona yang manja dan laparkan perhatian dari banyak pria. Jangan khawatir, biarkan saja Tuhan yang membalasnya,” bujuk Sekretaris White, bersungguh-sungguh.

Emily mengangkat kepalanya dan menatap netra sang sekretaris.

“Sekretaris White, apa kamu mau menghiburku atau sedang menjelekkanku?” tanya Emily bingung.

Sekretaris White tersenyum siput sebelum mengusap lembut mercu kepala Emily. “Kedua-duanya, nona.”

“Kamu jahat,” rajuk Emily sebelum mengeratkan pelukan.

Saat ini, dia sangat memerlukan tempat untuk bersandar.

Fred bergegas menghampiri Emily setelah menerima satu panggilan telepon.

“Nona Emily. Ada hal buruk telah terjadi di mansion keluarga Grant.”

Dengan panik, dia melaporkan berita penting.

“Tuan Muda Darren telah menjual vila kepunyaan Nyonya Serena kepada keluarga Hudson.”

“Apa?!” Serta-merta Emily menjerit kaget.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dipuja Dua Penguasa   Part 22 | Tak Ingin Pergi

    Olivia berjalan perlahan-lahan di hamparan rumput yang luas. Sinar matahari pagi yang hangat menerangi setiap helai rumput berwarna hijau segar. Langit biru cerah tanpa awan membuat suasana menjadi begitu tenang nan damai. Angin bersilir-silir menyapa sekujur tubuh Olivia. Nyaman sekali. "Tempat apa ini?” Suara seraknya memecah kesunyian. Riak bingung terpahat di wajahnya. Olivia masih ingat dengan jelas. Dia dikejar Emily sebelum terlibat dalam kecelakaan. Kepalanya terbentur setir bahkan mobil mewahnya jatuh ke jurang. Segera dia menyentuh kepala dan memeriksa tangan dan kakinya. Bagaimana bisa tidak ada luka walau satu goresan pun? Ajaib! “Apa aku sudah mati atau aku sedang bermimpi?" gumamnya, tak mengerti. Mata Olivia liar memandang ke kiri kanan guna mencari sosok manusia dan hewan. Akan tetapi, tiada makhluk bernyawa yang ditangkap oleh netranya. Mengabaikan rasa takut, dia membiarkan kedua-dua tungkainya terus mengatur langkah. Sampai di puncak bukit kecil, dia me

  • Dipuja Dua Penguasa   Part 21 | Babu Putriku

    “Jawab aku, apa kamu pernah memikirkan Adam? Puluhan tahun dia membesar dengan pertelingkahan kalian yang tidak pernah usai. Fisiknya memang baik-baik saja tapi aku yakin, jiwa dan mentalnya sakit saat melihat Xavier menyiksamu. Apa kamu tahu itu?” tanya Tuan Dennis, gusar. Lisa mengatup tirai mata. Wajah Adam sewaktu kecil memenuhi benaknya. Anak itu… Tidak pernah memperlihatkan kesedihan walau sedikit. Dia sering tersenyum senang saat coba membujuknya setelah Xavier selesai melampiaskan segenap amarah di tubuhnya. Lisa masih ingat dengan jelas. Tangan mungil itu menyeka air mata yang membasahi pipinya dengan penuh kasih sayang. ‘Mama, jangan menangis. Ada Adam di sini.’ Hati kecil Lisa terenyuh. Dia kembali membuka mata. “Aku tahu.” Suaranya lirih sekali. “Kamu tahu tapi sengaja mengabaikannya! Adam butuh ibu yang bahagia agar dia juga bisa bahagia, Lisa.” Tuan Dennis menggeram. Tinjunya terkepal erat. “Setiap kali aku mendengar Xavier mengurungmu di penjara bawah tana

  • Dipuja Dua Penguasa   Part 20 | 100 Bunga Lavender

    Tuan Dennis Hudson melangkah pelan menuju kamar rawat inap VVIP yang ditempati putrinya. Sempat ia melemparkan senyum kepada ibu-ibu yang sedang menunggu lift. “Lihat! Tuan Hudson sudah datang.” Seorang perawat berbisik dengan antusias kepada temannya yang sedang mengisi data pesakit di komputer. “Hmmm.” Temannya hanya menyahut acuh tak acuh. “Kamu kenapa, June?” Dia merasa heran dengan reaksi temannya. Bukan ini yang dia harapkan. “Tidak apa-apa, Lina. Aku cuma pernah mendengar cerita dari beberapa senior kita bahwa Tuan Hudson itu sangat membenci wanita setelah kematian istrinya. Saking bencinya, dia hanya menerima laki-laki sebagai sekretaris pribadi,” ujar June. Lina melongo tak percaya. “Benarkah? Maksudmu, dia sudah menjadi pria yang suka beradu pedang?” Belum sempat June membalas, kepala perawat yang mendengar obrolan mereka segera memberi peringatan keras. “Jangan mudah percaya dengan omongan senior di sini. Berhentilah menggunjing dan lanjutkan kerja

  • Dipuja Dua Penguasa   Part 19 | Hari Duka

    “Xavier!” seru Tuan Marcus dengan suara yang sarat keputusasaan. Dengan terpaksa dia menyeret langkah kecil nan berat mendekati pasangan Knight. Bola mata Tuan Xavier Knight memindai wajah sedih Tuan Marcus Grant. Sementara itu, Alora menutup mulut dengan tangan sembari matanya terbelalak melihat kedua tangan pria gundul itu berlumur darah. “Mana putrimu? Bukankah aku telah menyuruhmu menyeret Emily kemari?” tanya Tuan Besar Knight, ketus. Alora mendekati suaminya lalu berbisik cepat, “Xavier, lihat tangannya.” Rasa marah berganti cemas secepat kilat. Tuan Xavier segera mendekati sahabatnya. “Bagaimana bisa tanganmu berdarah? Apa yang terjadi? Ceritakan padaku!” Kedua tangannya menggenggam erat lengan sahabatnya. Perlahan, netra basah Tuan Marcus menumbuk wajah khawatir Tuan Xavier. “Putriku… Dia… sudah… ma… mati.” Usai bicara, seluruh tulangnya terasa lemah lalu tubuhnya memerosot menyentuh lantai dingin rumah sakit. “Xavier, dia pingsan! Ya Tuhan, apa yang harus kita

  • Dipuja Dua Penguasa   Part 18 | Kehilangan Cahaya

    “Kau pasti sedang tidur di dalam peti mati saat ‘Lucas’ bertengkar dengan kakeknya.” Peter menyindir seraya melengos. “Langsung saja ke inti, apa sebenarnya yang telah terjadi?” Meski wajah Lucas tampak tenang, sorot matanya berubah sedingin kutub syamali. Peter mendesah sebal kala melihat binar menusuk dari mata sang alter ego Lucas yakni Lucky Luke. Ia tahu benar bahwa tidak ada yang bisa ia lakukan selain berkata jujur. Bagi Lucky Luke, hukuman yang pantas buat sang penipu adalah kematian. “Olivia kecelakaan dan sekarang dirawat di rumah sakit milik keluarga Knight. Dia masih hidup tapi…” “Tapi apa?” potong Lucas. Suaranya naik satu oktaf. Serentak, jantungnya berdenyut kencang. “Kedua kakinya lumpuh,” balas Peter, enteng. Dia telah menerima pesan khusus dari Carlos ketika membawa Fiona kepada Lucas. Ketenangan Lucas langsung buyar berganti amarah yang bergelegak. Lidahnya cepat mengeluarkan umpatan, “sialan!” Sontak satu tendangan singgah di bokong berotot Peter menyebabkan

  • Dipuja Dua Penguasa   Bab 17 | Lucky Luke

    ‘Firasatku benar. Aaron sengaja mengincarku,’ batin Lucas sambil mengangguk puas. Aaron Xavier Knight, satu-satunya anggota keluarga Knight yang sangat suka mengusik hidup Lucas. Jika ditanya apa alasannya? Jawabannya hanya satu, cinta tulus Aaron pernah ditolak mentah-mentah oleh Olivia Hudson. Konyol, bukan? “Sebentar. Aku masih ada satu pertanyaan untukmu.” Lucas berdiri. Sigaret yang ada di antara dua jarinya dibuang. Dia mengeluarkan ponsel dari saku celananya. “Dengarkan baik-baik, Fiona,” tutur Lucas, dingin. Fiona mengangguk-angguk cemas dengan napas tertahan. “Aktris terkenal berinisial O –yang pernah membintangi film Wanita Yang Membenci Mentari– terluka parah setelah mobil mewahnya jatuh ke jurang dalam posisi terbalik. Seorang saksi berkata, Olivia sempat bertemu aktor tampan berinisial L di sebuah kafe sebelum kecelakaan itu terjadi.” Lucas mengalihkan tatapan dari layar ponsel lalu menikam iris biru Fiona yang tampak mengembun. “Kau sengaja menulis judul film yan

  • Dipuja Dua Penguasa   Part 16 | Bergosip

    Edward mendelik. Apa dia tidak salah dengar? Pria tampan seperti Zen merasa kasihan pada wanita kotor itu? Tidak bisa dibiarkan! “Apa katamu? Kasihan? Kau pasti tidak pernah mendengar kisah silam ibu-anak yang dipenuhi rahasia gelap itu, bukan? Sini, biar aku ceritakan padamu.” Edward menepuk lembut pundak Zen; tampak bersemangat untuk memulakan cerita. “Barbara bukanlah wanita baik. Dia pernah menjadi kupu-kupu penjaja kenikmatan, bergelimang dalam kubangan dosa malam dengan puluhan pria hidung belang. Dia–” “Cukup, Bos.” Zen menggeleng meski dia sadar tindakannya itu bisa menyinggung Edward namun ia menolak tegas untuk mendengar semua cerita buruk tentang selir kesayangan Tuan Besar Grant. Lagian, untuk apa coba mendengar aib orang yang sudah meninggal dunia? Tidak ada manfaat! “Memalukan.” Lucas bergumam seraya melontarkan tatapan sinis kepada Edward yang suka sekali mengumbar masa lalu orang lain. Tak ingin ikut campur, dia segera menggeser layar ponsel lalu men

  • Dipuja Dua Penguasa   Part 15 | Kambing Hitam

    “Ah, pujian anda tidak pantas untuk saya terima. Malah saya yang berutang budi pada keluarga Knight karena sudi memberi beasiswa kepada adik laki-laki saya,” balas sang dokter, merendah diri. “Ah, iya. Jika ada informasi baru, akan saya kabarkan secepat mungkin,” imbuhnya lagi. Usai bicara, segaris senyum licik mengapung di bibirnya. ‘Sepertinya, kau harus mengucapkan selamat tinggal kepada kariermu sebagai aktor, Lucas Sullivan.’ Sang dokter membatin puas. Sementara itu, di kamar rawat inap VVIP. ‘Aduh, kapan Bos mau pulang? Tuhan, kelopak mataku semakin berat.’ Zen berkali-kali mengangakan mulut dengan mengeluarkan napas berat karena terlalu mengantuk. Namun, dia tidak bisa merebahkan kepala apalagi memejamkan mata karena ada sang majikan di sini. Aktor tampan berhidung mancung dan beralis indah itu sedang duduk bersandar di kursi kulit sambil memejamkan mata. ‘Pasti Bos lagi memikirkan Nona Olivia,’ tebak Zen, asal-asalan. Ponsel Lucas bergetar tetiba, berhas

  • Dipuja Dua Penguasa   Part 14 | Berlututlah Di Depan Tuhan

    Barbara terkesiap. Benarkah apa yang dikatakan Emily barusan? Di mata Tuan Besar Grant, aku hanyalah boneka seks? “Ah iya, aku membunuh putrimu karena dia merebut calon suamiku, Adam Abraham Knight. Pelacur sialan itu menggoda Adam dengan melebarkan pahanya sama seperti kamu menggoda ayahku,” balasnya, dingin. “Tetap saja, mengambil nyawa orang lain adalah dosa besar! Kamu pasti akan dihukum Tuhan!” tengking Barbara, geram dengan kalimat Emily yang merendahkan putrinya. ‘Dihukum Tuhan? Yang benar saja.’ Rahang Emily mengetat. Urat di lehernya terlihat jelas. “Omong kosong! Kamu pikir Tuhan akan mendengar dan memperkenankan doa wanita kotor sepertimu? Hei, Barbara! Apa yang terjadi pada putrimu adalah sebuah karma. Kamu juga telah menyiksa jiwa aku dan ibuku selama 12 tahun, dan sekarang kamu meminta agar Tuhan memberikan hukuman padaku? Sungguh, kamu benar-benar bermuka tebal!” ejek Emily, sombong. Barbara menangis tersedu-sedu. “Berhenti menangis, sialan!” Jerkah Emily

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status