"Lebih baik aku menceritakan perbuatan Mas Riko pada orang tuaku," batin Nia sambi duduk di tempat tidur.
Sejak pertengkaran itu, Nia akhirnya berusaha mencari solusi dengan menceritakan semua perbuatan Riko kepada orang tuanya. Harapan akan pembelaan orang tuanya ternyata hanyalah isapan jempol belakang. Bukannya mendapat pembelaan Nia justru disalahkan atas apa yang dikatakannya. "Kamu pikir Ayah percaya dengan ceritamu? Tidak, karena selama ini Ayah tidak pernah melihat keburukan pada diri Riko!" bentak Budi yang terlihat kesal. “Ayah memang tidak pernah melihat keburukan pada Riko karena selama ini dia selalu bersikap baik di depan kalian, berbeda saat dia ada dirumahnya!” teriak Nia sambil menangis. “Nia, jaga ucapanmu! Selama ini Ayah tidak pernah mengajarimu menjadi wanita pembangkang, apalagi pada suami,” bentak Budi yang langsung menampar pipi sang putri. "Nia, semua masalah itu pasti ada di setiap rumah tangga. Tetapi Ibu yakin Riko tidak akan sampai hati menjualmu pada laki-laki, apalagi selama ini Riko terlihat begitu sangat menyayangimu," imbuh Indah.“Aku berani bersumpah jika apa yang sudah aku katakan itu adalah sebuah kebenaran." Nia terus mencoba meyakinkan kedua orang tuanya."Kalau memang itu benar, tunjukkan buktinya kepada Ayah biar nanti Ayah sendiri yang menyeretnya ke penjara."Nia yang tidak mempunyai bukti tentang perbuatan sang suami hanya bisa terdiam dan menunduk. Pasalnya selama ini Riko melarangnya untuk membawa ponsel saat melayani tamu. Sementara itu Rosa yang sejak tadi diam tiba-tiba bersuara seolah ingin membuat Budi semkin membenci Nia. "Halah, pasti semua itu hanya cerita karanganmu saja 'kan?" jawab Rosa yang saat itu melipat baju. "Tidak, Bu. Aku bicara yang sebenarnya. Mas Riko bukanlah suami yang baik." Nia berusaha menjelaskan. "Cukup! Ayah tidak mau kamu terus menjelekkan Riko disini."Nia yang mendengar jawaban ketiga orang tuanya hanya bisa diam. Dia baru sadar jika semua ini adalah kesalahannya. Pasalnya selama ini dia lebih memilih memendam sendiri semua perlakuan Riko dan keluarganya. Jadi tidak heran jika keluarganya begitu sangat membela laki-laki kejam itu. Setelah menyadari apa yang di lakukan hanyalah sia-sia Nia pun akhirnya pulang ke rumah orang tua Riko. Seampainya di dalam kamar Nia yang merasa kecewa dengan sikap orang tuanya hanya bisa menangis. Dia teringat tentang kebodohannya karena telah menutupi perbuatan kejam sang suami. "Nia, bagaimana kabarmu. Nak?" tanya Indah saat Nia datang ke rumahnya. "Alhamdulillah, baik. Bu," jawab Nia sambil tersenyum. "Maaf ya, Nak. Ibu tidak pernah menemui mu ke rumah Riko, karena Ibu tidak enak jika kehadiran kami hanya akan membuatmu dalam masalah," ucap Indah yang saat itu sedang sibuk melipat baju. Tiga bulan lalu, tepatnya saat orang tua Nia tidak memiliki tempat tinggal mereka pernah menumpang di rumah orang tua Riko untuk beberapa hari. Tetapi suatu pagi keluarga Riko dengan tega mengusir keluarga Nia dari rumah itu. Hingga membuat Nia terpaksa mencarikan rumah kos yang kecil untuk keluarganya. "Apa mereka masih kejam kepadamu?" tanya Budi yang saat itu baru saja keluar dari dapur."Ehm …." "Ya tentu saja, mereka itu keluarga kaya dan sombong pasti saja berbuat kejam kepada Nia. Apalagi Nia 'kan dari keluarga miskin," jawab Rosa yang tiba-tiba. "Tidak, Bu. Mas Riko dan keluarganya sangat baik kepada Nia, bahkan mereka menuruti semua keinginan Nia." Nia menjawab sambil tersenyum bahagia. Budi adalah mantan seorang anggota Polisi, keputusannya untuk melakukan poligami membuatnya dikeluarkan dari anggota kepolisian. Sejak saat itu Budi bekerja sebagai seorang wartawan sebuah majalah swasta dengan gaji yang tidak pasti. Bahkan dengan tega Budi membawa istri keduanya untuk tinggal satu atap dengan Indah. Cukup lama Nia melamun mengingat kesalahannya selama ini. Hingga tiba-tiba dia terkejut saat pintu terbuka dengan keras. Tiba-tiba dia terkejut saat mendengar teriakan Sukma memanggil namanya. "Nia! Nia." Sukma tiba-tiba mendobrak pintu kamarnya. "Ibu." "Eh wanita miskin kamu pikir rumah ini adalah rumah orang tuamu! Enak saja kamu tidur-tiduran di kamar, sementara aku menjaga anak-anakmu." Sukma bertolak pinggang di hadapan Nia. "Maaf, Bu. Aku hanya ingin istirahat sebentar," jawab Nia sambil menunduk. "Istirahat kamu bilang! Anakku kerja mati-matian sekarang kamu bilang kamu mau istirahat sebentar? Sekarang cepat berdiri dan cuci semua piring kotor dan baju kotor yang ada di belakang!" bentak Sukma. "Tapi, Bu. Saat ini saya sedang tidak enak badan." Sambil langsung menarik tangan Nia. "Aku tidak peduli, kamu kerjakan sekarang atau kamu tidak mendapat makan hari ini." Perlakuan keluarga Riko benar-benar membuat Nia menderita. Setiap hari dia harus mengerjakan semua pekerjaan rumah yang ada. Jika tidak, maka tidak ada makanan untuknya di hari itu.*** "Kamu sudah pulang, Mas?" tanya Nia yang melihat Riko masuk ke dalam kamar. "Besok jam 7 malam kamu harus ikut denganku di hotel melawai," jawab Riko sambil melepaskan kemejanya. "Tidak, aku tidak mau."" Kamu harus mau, atau aku akan menyiksamu malam ini." Riko langsung mencengkeram tangan sang istri. "Kamu sudah gila, Mas. Harusnya kamu sadar apa yang kamu lakukan ini salah!" teriak Nia sambil meneteskan air matanya. "Aku tidak peduli, mau salah atau benar. Yang penting besok kamu harus ikut aku," jawab Riko."Tidak! Aku sudah putuskan jika aku akan bekerja untuk menyelesaikan hutang-hutang itu." "Bekerja, bekerja sebagai apa? Ijazah saja kamu tidak punya," jawab Riko sambil tertawa. "Apa saja asalkan tidak jual diri." "Besok aku akan paksa kamu untuk ikut denganku," ucap Riko yang langsung mendorong tubuh istrinya. Nia yang jatuh kelantai seketika tidak sadarkan diri. Melihat sang istri pingsan. Riko langsung memanggil sang ibu."Apa yang sudah kamu lakukan sampai dia bisa tidak sadarkan diri?" tanya Sukma yang terlihat panik."Aku tidak melakukan apapun, aku hanya mendorongnya sedikit," jawab Riko yang terlihat ketakutan."Sudah-sudah lebih baik kita bawa benalu ini ke rumah sakit, aku tidak mau kita menjadi tersangka jika wanita ini meninggal!" Bentak Sari yang berdiri di dekat Sukma dan Riko. *** "Bagaimana keadaan Istri saya, Dok?" tanya Riko sesaat setelah Nia mendapatkan penanganan. "Ibu Nia baik-baik saja, dia tidak sakit hanya saja saat ini Ibu Nia sedang dalam keadaan hamil," jawab sang dokter sambil tersenyum bahagia. "Hamil!" teriak Riko dan Sukma."Apa Dokter yakin menantu saya sedang hamil?" tanya Sukma memastikan."Saya yakin, Bu. Dan kandungannya saat ini sudah masuk minggu ketiga," jawab Dokter sambil menatap ke arah Sukma."Nia hamil. Kira-kira siapa Ayah dari anak itu," batin Riko sambil menunduk."Kalian berdua memalukan! Anak tiga saja kalian tidak mampu memberi kehidupan yang layak, sekarang malah mau punya anak lagi." Sukma masuk ke dalam rumah sambil marah-marah. "Ada apa, Bu? Pulang dari Rumah sakit malah marah-marah seperti itu?" tanya Rumi yang saat iti duduk di sofa bersama Sari. Sambil menoleh ke arah Nia dan Riko yang ada di belakangnya. "Kalian tanya saja sama saudara kalian ini." "Nia! Apa kamu tidak melakukan KB selama ini?" tanya Riko pada sang istri. "Tidak, Mas. Karena selama ini aku tidak pernah cocok setiap melakukan KB," jawab Nia sambil menunduk. "Itulah bodohnya dirimu, sudah tahu miskin masih saja sok-sokan punya anak lagi," ucap Sukma. "Riko Ibu tidak mau tahu kalian harus menggugurkan anak itu." "Apa di gugurkan? Tidak aku tidak mau mengugurkan anak ini!" bentak Nia sambil memegang perutnya. "Jadi wanita miskin ini sedang hamil, dasar tidak tahu diri. Bayakin itu uang bukan anak," ucap Sari sambil memandang Nia dengan tatapan hina. "Ibu benar, ka
"Riko! Apa kamu tidak mendengar istrimu berteriak seperti itu?" tanya Sukma yang terlihat kesal. "Halah, sudahlah. Bu, biarkan dia berteriak sesuka hati nanti kalau capek juga diam sendiri," jawab Riko sambil terus menatap ke arah televisi. "Bukan masalah dia nanti diam atau apa, tapi Ibu ini pusing mendengar teriakan istrimu. Lagi pula tidak enak jika sampai tetangga mendengarnya," ucap Sukma. "Lalu sekarang apa yang harus aku lakukan, Ibu tahu sendiri aku sedang melihat acara televisi." Sambil menarik tangan Riko."Sekarang kamu masuk ke dalam dan minta istrimu untuk menghentikan teriakannya." "Tidak mau, aku masih melihat acara ini." Riko langsung menolak perintah Sukma. "Dasar anak tidak bisa di atur," gerutu Sukma sambil berjalan ke arah kamar Nia. Sukma yang baru saja membuka pintu terkejut saat melihat menantunya duduk di lantai dengan darah segar yang menggalir. Merasa khawatir Sukma langsung berteriak memanggil Riko. Hingga membuat seluruh orang yang ada di rumah itu te
"Aku akan membawa mu bertemu dengan Maya, tapi ada syaratnya." "Syarat? Apa syaratnya?" tanya Nia yang terlihat penasaran. "Yang pertama kamu tidak boleh menyakitinya, dan yang kedua setelah bertemu dengannya kamu harus mau melayani seorang tamu," jawab Riko sambil dudukdi tempat tidur. "Syarat pertama aku terima, tapi tidak dengan syarat kedua. Aku akan bekerja sebagai pembatu untuk membayar semua hutang-hutang mu," ucap Nia dengan tatapan tajam. "Tidak bisa! Kamu harus terus melayani tamu yang datang, jika tidak aku akan melaporkanmu ke Polisi. Sekaligus tidak ada pertemuan dengan Maya." Bagaimana ini, lebih baik aku iyakan saja. Semua ini aku lakukan untuk mengetahui siapa wanita bernama Maya tersebut," batin Nia sambil menatap wajah licik sang suami. "Baik, aku terima semua syarat darimu." *** Keesokan harinya, Nia dan Riko akhirya pergi ke ruma Maya. Nia yang saat itu memiliki sedikit uang pemberian ibunya. Meminta sang suami untuk berhenti di sebuah toko kue. "Assalammua
Riko yang sudah menahan amarahnya sejak tadi. Langsung menyeret Nia kedalam kamar. Dengan sadis Riko langsung mencambuk istrinya itu dengan menggunakan ikat pinggang. "Dasar perempuan tidak tahu diuntung! Bisa-bisanya kamu kabur dari tempat itu." Riko terus mencambuk sang istri tanpa belas kasihan. "Ampun, Mas. Aku mohon ampuni aku!" teriak Nia sambil menangis. "Kamu tahu, gara-gara kelakuanmu itu hari ini aku rugi banyak! Dan kamu harus mengganti semua kerugian itu," jelas Riko sambil terus mencambuk tubuh sang istri. "Aku janji akan membayar semua, tapi aku mohon jangan paksa aku untuk melakukan pekerjaan itu lagi. Mas, aku lebih baik menjadi pembantu daripada harus melayani laki-laki yang bukan suamiku!" teriak Nia sambil memohon. "Tutup mulutmu! Ingat aku tidak akan segan-segan menyakitimu jika kamu melaporkan hal ini pada orang lain," ancam Riko sambil menjambak rambut Nia. Sambil mengetuk pintu kamar. "Riko! Riko. Cepat buka pintu kamarnya." "Ibu, ada apa sih mengganggu sa
Riko yang sejak tadi pergi. Kini sudah ada di depan pintu. Dengan segera dia langsung menarik tangan sang istri dengan kasar dan membawanya masuk kedalam kamar. "Riko! Lepaskan putriku. Kamu tidak bisa memperlakukannya seperti itu!" bentak Indah sambil menangis. "Kenapa tidak bisa? Aku suaminya, jadi aku bebas melakukan apapun yang aku mau," jawab Riko sambil mendorong mertuanya. "Dasar menantu durhaka, bisa-bisanya kamu memperlakukan mertua sendiri seperti itu!" bentak Rosa sambil membantu Indah berdiri. "Nia! Nia, keluar. Nak! Ayo kita pulang, lepaskan saja suamimu ini!" teriak Indah sambil menangis. Riko yang tidak mau tetangga mendengar pertengkaran itu. Langsung menyeret tangan Indah keluar dari rumahnya. Sukma yang melihat kejadian itu terlihat tertawa bahagia. "Kamu benar-benar menantu tidak punya hati, aku menyesal sudah menikahkan putriku dengan laki-laki sepertimu!" teriak Indah. Teriakan Indah ternyata didengar oleh beberapa tetangga Riko. Hingga membuat mereka semua
"Eh! Perempuan benalu, apa kamu tidak melihat cucian piring sudah menumpuk di belakang!" bentak Sukma hingga membuat Nia terkejut. "Maaf. Bu, apa tidak bisa hari ini aku beristirahat sebentar. Karena aku sedang tidak enak badan," jawab Nia sambil duduk di tempat tidurnya. "Tidak bisa! Pokoknya sekarang kamu bangun dan cepat kerjakan semua pekerjaan rumah." Sukma langsung menarik tubuh menantunya dan langsung membawanya ke dapur. Kehidupan Nia jauh dari kata sempurna. Bukan hanya dalam rumah tangga. Tapi dalam hal keuangan pun dia selalu kekurangan. Selama ini dia memang bekerja melayani lelaki hidung belang. Namun, seluruh uang tersebut justru di bawah oleh sang suami. Dia hanya memberikan uang 50 ribu per tamu. "Ya ampun lelah sekali rasanya," ucapnya sambil duduk di tempat tidur. Nia yang sudah kelelahan memutuskan untuk membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Baru juga dia memejamkan mata. Tiba-tiba terdengar suara ponsel berbunyi. [Halo, Nia. Apa kabar?] tanya Rafli m
"Apa jangan-jangan dia di rumah orang tuanya?" tebak Sukma. Mendengar perkataan sang ibu, Riko langsung melajukan motornya ke rumah mertuanya. Riko yang baru saja datang terlihat heran. Pasalnya rumah itu terlihat sepi seperti biasanya. Bahkan suara sang istri pun tidak terdengar. "Assalamualaikum … ." Riko mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. "Waalaikumsalam," jawab Indah. "Mau apa kamu kemari! Apa kamu belum puas karena sudah menghina kami di depan tetanggamu." "Kedatangan ku ke sini … ." "Ayah!" teriak ketiga anak Riko sambil berlari ke arahnya. "Ayah, Bunda mana? Kenapa hari ini dia tidak ke sini untuk menjenguk kami," tanya Sesil yang berdiri di hadapan sang ayah. "Nia belum kemari, apa jangan-jangan dia pergi bersama laki-laki itu," batin Riko yang terlihat berdiri mematung. "Ayah! Kenapa Ayah diam," ucap Sandi dan Doni secara bersamaan. Sambil terkejut. "Sekarang kalian masuk dulu, Ayah mau bicara sama Mbah Utie dan Akong." Mendengar perintah sang
"Mas, lusa aku akan pulang ke rumah orang tuaku. Karena keadaan ibuku semakin kritis," ucap Nia yang saat itu berbaring di samping Rafi. "Iya, aku tahu. Lagipula kamu juga punya anak disana, kasihan mereka jika kamu tidak ada," jawab Rafli sambil menoleh ke arah wanita yang ada di sampingnya. Sambil memeluk tubuh Rafli. "Mas, aku nyaman bersamamu. Aku merasa bahagia bisa hidup bersamamu, kamu membuatku tertawa bebas." Perlahan Rafli mulai mencium bibir wanita muda itu. Perlakuan lembut Rafli membuat Nia merasa nyaman, hingga perlahan dia mulai membalasnya. Namun, baru saja Nia merasakan kenikmatan surga duniawi. Rafli tiba-tiba menghentikan aksinya. "Tidak, kita tidak boleh melakukan ini. Kamu bukan istriku, Nia," ucap Rafli yang langsung membelakanginya. "Kenapa? Bukankah kamu mencintai ku," jawab Nia yang terlihat kecewa. "Aku mencintaimu, tapi bukan berarti aku harus merusakmu. Laki-laki akan menjaga wanitanya jika dia benar-benar mencintainya, bukan malah merusaknya." R