"Leher kamu kenapa merah seperti ini?" tanya Maria sekali lagi.
"Ini, karena mas Adam mencekikku Ma!" ingin sekali rasanya Gina berteriak mengatakan semuanya kepada Maria. Namun rasa takut yang teramat besar akan kehilangan sosok yang kini tengah menatapnya tersebut membuat Gina harus mencari alasan lain."Ini Ma. Tadi ketika jemur pakaian aku kejatuhan semut angkrang, mereka bergerombol dan jatuh tepat di pundak aku dan berlarian kesana kemari. Terus menggigiti leherku, rasanya panas dan gatal. Jadi ketika aku garuk, jadinya merah gini," Gina beralasan."Ooh, seharusnya kamu langsung kasih minyak kayu putih, biar gak merah seperti itu!" tambah Maria lagi. Gina hanya meraba lehernya, dan kemudian tersenyum."Mama sudah makan?" tanya mengalihkan perhatian Maria."Ayo kita makan dulu!" ucapnya lagi, sembari menggiring Maria kedapur."Adam belum pulang Gin?" tanya Maria, karena biasanya mereka akan makan bersama. "Belum Ma, kan tadi keluar. Mama tenang... lauk sama sayur buat Mas Adam masih banyak kok!" Gina menepis semua kekhawatiran Maria. Sebab mamanya tersebut selalu mendahulukan dan segan kepada Adam.Waktu terus bergulir, sudah dua hari sejak kejadian dimana Adam mencekiknya, lelaki itu tidak nampak batang hidungnya. Mungkin dia benar-benar marah. Sementara itu Gina yang berada dirumah mulai kehabisan uang belanjanya dan untuk memenuhi keperluan sehari-hari iapun mencoba berjualan gorengan. Beruntung masih ada uang tabungan yang ia miliki untuk membeli bahan untuk berjualan gorengan tersebut. Dan ia membuka lapak berdagangnya di depan rumahnya, kebetulan rumahnya berada di pinggir jalan.
Ketika sedang asyik melayani salah satu pembelinya, sebuah mobil sedan berhenti tepat di pinggir jalan. Seorang laki-laki turun dan melangkah menghampiri Gina.Gina yang mengira lelaki tersebut ingin membeli gorengan yang ia jual menyambutnya dengan senyuman."Gorengan Mas?" tanyanya menatap lelaki yang menggunakan kacamata hitam tersebut.Lelaki itu menggeleng, "Saya mau cari Adam, apa orangnya ada didalam?" tanyanya dengan nada datar."Mas Adamnya tidak ada di rumah, memangnya kenapa ya Mas, cari suami saya?" Gina yang penasaran tak bisa menahan diri untuk tidak bertanya."Dia punya utang sebesar 50 juta kepada saya, dan menjadikan rumah ini sebagai jaminan jika tidak bisa membayar hutangnya tersebut." laki-laki itu berjalan mengitari rumah tersebut, sembari memanggil sopirnya."Coba kamu ukur berapa meter panjang ke belakang!" titahnya tanpa memperdulikan Gina."Tu... tunggu Mas, Mas mau ngapain ngukur-ngukur luas tanahnya segala?" Gina menghampiri lelaki yang berbalut kaos oblong dan celana jeans tersebut.Lelaki yang tidak diketahui oleh Gina identitasnya tersebut membuka kaca mata hitamnya. Sehingga terpampanglah wajahnya yang rupawan."Segera kosongkan rumah ini, saya akan merobohkannya dan akan membangun tempat gym di sini!" ucapnya enteng."Loh... looh... looh, tidak bisa seperti itu Mas, lalu bagaimana dengan nasip kami. Kami mau tinggal di mana?" Gina protes."Itu urusan kalian. Bahkan jika aku mengambil tanah dan rumah reot ini, hutang Adam juga belum lunas!" ucapan lelaki tersebut semakin membuat Gina khawatir, di mana mereka akan tinggal jika rumah mereka dirobohkan."Sebenarnya Mas ini siapa? main mau nyita rumah orang segala?" kesabaran Gina mulai menipis, karena ia tidak tau apa-apa, dan tiba-tiba lelaki ini mau menyita rumahnya. Lelaki bernama lengkap Alex Wijayanto tersebut tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Gina, melainkan hanya menatap wajah wanita yang berdiri di depannya dengan keadaan tersulut luapan emosi tersebut.'Cantik juga istrinya Adam ini?' batinnya dalam hati setelah memperhatikan Gina."Panjang kebelakang 7 meter Bos... lebarnya 6 meter." si sopir menghadap dengan nafas ngos-ngosan. Membuyarkan lamunan Alex."Urus tanah kosong di samping rumah ini, dan berikan penawaran harga yang sesuai dengan pemiliknya." ucap Alex lagi. Bahkan pertanyaan Gina tentang siapa dirinya pun belum ia jawab.Dari jarak kejauhan nampak terlihat oleh Gina, mamanya yang sedang berjalan dengan ibu-ibu lain. Mereka baru saja pulang dari rumahnya ibu Rt yang mengadakan acara. Apa jadinya jika mamanya tersebut mengetahui jika rumah peninggalan suaminya telah dijadikan jaminan hutang oleh Adam menantunya."Saya mohon Mas, jangan ambil rumah kami. Saya akan melakukan apapun untuk melunasi hutang tersebut. Ini rumah peninggalan almarhum ayah saya. Jika Mama saya tahu, penyakit jantungnya bisa kumat!" tanpa ragu Gina bersimpuh dan memegangi kaki Alex membuat lelaki yang berstatus duda tersebut tak bisa bergerak."Lepaskan kaki saya!" bentaknya. Bukannya melepaskan kaki Alex, Gina semakin erat memegangnya. Membuat Alex merasa tidak nyaman karena beberapa orang yang lewat memandanginya dengan pandangan tak biasa."Saya mohon Mas jangan ambil rumah kami!" kini Gina menangis tersedu. Takut celananya terkena ingus dari istri anak buahnya tersebut dengan terpaksa Alex mengiyakan."Baiklah, tapi lepaskan kaki saya dulu. Saya jijik dengan ingus kamu!" Gina melepaskan cengkramannya pada kaki Alex."Ingat! Hutang kamu masih belum lunas!" Alex berbalik dan mencomot gorengan yang tadi ditiriskan oleh Gina, dan memakannya. Kemudian memanggil sopirnya dan merekapun pergi.Gina dapat menghela nafas lega, karena orang itu sudah pergi ketika mamanya sampai."Ehh... Gin jualan gorengan?" tanya bu-ibu yang berjalan bersama Maria."Iya Bu, ayo bu dibeli gorengannya!" tawar Gina kepada ibu-ibu yang lain.Para wanita tersebut pun berkumpul menyerbu gorengan yang dijual oleh Gina, hingga gorengan tersebut habis tak bersisa.****"Adam belum pulang juga Gin?" tanya Maria ketika keduanya makan bersama. Entah mengapa Gina merasa kesal kepada mamanya yang begitu perhatian kepada suami laknatnya tersebut. Suami yang hanya memberikan derita dan selalu menorehkan luka padanya."Mas Adam ikut pergi bekerja bersama temannya Ma," jawab Gina berbohong."Oouh..." Maria membeo, ia paham dan mengerti bahwa ada sesuatu yang disembunyikan oleh putrinya tersebut. Keduanya pun kini makan dalam keadaan diam, hanyut dengan isi pikiran masing-masing.Sementara itu di tempat lain...
Asap tipis keluar dari mulut seseorang yang sedang menikmati sensasi melayang dari barang yang baru saja ia hisap bersama salah satu temannya."Eh Dam, istri kamu apa kabar. Apa dia gak nyariin kamu kalo kamu gak pulang?" tanya Reja temannya Adam."Biarkan saja, aku pengen lihat dia bisa bertahan hidup atau tidak jika tidak ada aku!" jawab Adam penuh dengan kepercayaan diri yang sangat tinggi, padahal selama ini yang bisa ia lakukan hanyalah berhutang dan Ginalah yang membayar hutang piutangnya tersebut. Menggunakan tenaganya, Gina sering melunasi hutang dengan menjadi buruh tani di tempat Adam meminjam uang tersebut.Hingga pada suatu saat, ia mendapatkan ide dengan menjadikan sertifikat rumah mertuanya untuk meminjam uang kepada bos (mandor) di tempat ia bekerja. Uang itu ia pergunakan untuk bermain judi online, bermain dengan seorang wanita cantik yang beberapa bulan ini menggantikan tempat Gina di hatinya, dan juga tentunya membeli barang haram untuknya bersenang-senang."Gawat Dam, ada polisi cepat kabur!"Gina terbangun dari tidurnya karena mendengar ketukan di jendela kamarnya, dinyalakannya lampu kamar tersebut dan menyibak tirai jendela."Mas Adam!" ucapnya terkejut."Buka Gin, aku mau masuk!" ucap lelaki tersebut dengan nada bicara yang normal, seakan tidak pernah terjadi apa-apa antara dirinya dan Gina tempo hari.Adam masuk lewat jendela yang dibuka oleh Gina."Maaf mengganggu tidur kamu!" ucapnya melepas satu persatu pakaiannya yang sangat kotor seperti habis dari pematang sawah.Gina tak menyahut, perasaan marah atas kelakuan suaminya masihlah terasa menghimpit dada. Istri mana yang tidak marah ketika melihat chat mesra suaminya dengan wanita lain, bahkan pada saat itu dirinya dicekik oleh Adam karena terlalu lancang membuka pesan yang masuk ke handphone suaminya sendiri. Juga mengenai sertifikat rumah yang di jadikan jaminan hutang, mereka hampir saja kehilangan tempat tinggal mereka. Belum lagi telpon dari orang pinjaman online. Dan semua bukti chat dari Jamal kepadanya tenta
"Kami takut jika membawanya sendiri, bagaimana jika kami nanti dituduh macam-macam. Karena kondisi wanita ini seperti habis digebukin!" jelas salah satu anak buahnya disambungan telepon tersebut."Benar-benar merepotkan!" umpat Alex sembari menaiki mobilnya dan langsung berangkat ke tempat di mana anak buahnya berada.15 menit kemudian Alex pun sampai di tempat tujuannya tersebut, ia segera masuk ke dalam rumah di mana kedua anak buahnya menunggu dengan wajah yang pucat."Kenapa tidak kalian angkat?" tanyanya sanksi menatap keduanya."Kami takut Bos, coba Bos lihat sendiri bagaimana keadaannya." Alex mendekat kearah Gina yang tak sadarkan diri di lantai. Dilihatnya bahkan pakaian yang dipakai oleh istri anak buahnya tersebut tak sempurna. Wajah cantik yang ia temui kemaren berubah menjadi biru lebam dan membengkak. Begitu juga dengan tubuhnya, di beberapa bagian terdapat memar. Alex terlebih dulu mengecek nadi dan hembusan wanita tersebut, setelah yakin bahwa Gina masih hidup ia pun
Setelah berucap seperti itu Alex keluar dan melangkah, kini Gina hanya sendirian diruangan tersebut. Seketika tubuhnya merinding, Apa jangan-jangan Bos dari suaminya itu, mempunyai niat tersembunyi seperti akan menjual ginjalnya. Entahlah yang jelas ia berhutang nyawa kepada lelaki tersebut.Tak berapa lama kemudian Alex datang dengan membawa sebuah plastik di tangannya yang isinya tak lain adalah makanan."Apa kau bisa menyuap makanan ini sendiri?" tanyanya melirik ke arah tangan Gina."Bi... bisa Mas!" ucap Gina sungkan. Meski tangan kanannya terpasang selang infus, tidak mungkin rasanya ia meminta untuk disuapi oleh lelaki asing yang bukan siapa-siapanya tersebut. Ia akan berusaha untuk mandiri, menyuap makanan itu sendiri.Alex duduk sebuah kursi yang berada dekat dengan ranjang Gina."Saya belikan kamu bubur, biar gak perlu robek-robek ikannya." ucapnya menyerahkan mangkuk berwarna bening tersebut kepada Gina. Entah apa maksudnya dengan merobek-robek ikan."Terima kasih karena M
"Sepertinya kau sangat terkejut melihatku?" ucap Alex tersenyum miring menatap wajah Gina yang wajahnya sudah terlihat normal seperti sedia kala."Iya Mas." ucap Gina malu, ia teringat akan kejadian tentang paper bag berisi pakaian untuknya tersebut."Ku dengar kau ingin pulang, padahal masih perlu perawatan," ucap Alex menatap lekat ke arah Gina. Jika biasanya lelaki itu berbicara menggunakan kata 'saya' untuk menyebut dirinya, kali ini Alex berbicara menggunakan 'aku'."Orang tuaku akan pulang Mas, tidak ada orang di rumah," jawab Gina merasa risih karena sepertinya sedari tadi Alex terus saja memperhatikan gerak geriknya."Memang ke mana orang tua kamu?" Alex ikut berjalan ketika Gina melangkahkan kakinya."Mama ada pelatihan kader posyandu," Gina menunduk, sungguh ia merasa tidak nyaman dengan keberadaan Alex yang sedari tadi berjalan beriringan dengannya."Oh..." hanya itu tanggapan Alex, namun langkah kakinya tetap mengikuti kemanapun Gina melangkah.
Alex beranjak dan turun dari mobilnya."Kalian mau mesum?" tanya wanita bertubuh gempal yang mengetuk kaca mobil tersebut. Sementara itu Gina juga keluar langsung menepis semua tuduhan yang dilontarkan oleh Ibu Komariah tersebut."Ibu jangan salah sangka, ini tidak seperti yang ibu bayangkan," ucap Gina."Alah maling mana ada yang mengaku!" Ibu Komariah malah berteriak memancing kerumunan warga."Ada apa ini?" tanya beberapa orang wanita yang baru saja datang, termasuk Maria, mamanya Gina.Ini Gina dari tadi lama banget di dalam mobil, pas saya intip dia sama lelaki ini deket banget, pasti habis ciuman!" tuduh Ibu Komariah lagi.Gina menggeleng menatap ke arah Maria , ia takut jika mamanya tersebut percaya dengan ratu gosip tersebut, dan akan berdampai pada kesehatan mamanya.Ehheem...! Alex berdehem, "Ada yang bisa membantu saya membuktikan ucapan beliau?" tanya Alex menatap beberapa orang bu-ibu tersebut."Saya perlu seseorang yang bersedia duduk di
Keesokan harinya...Sesuai alamat yang ia bawaa, Gina turun dari angkot yang ia tumpangi tersebut. Setelah turun, ia beberapa kali menatap kartu nama di tangannya. Alamatnya benar, namun tak ia sangka ternyata tempat tersebut adalah bangunan yang menyerupai toko bangunan.Berjalan memasuki gerbang, ia melihat seseorang yang dikenalnya ditempat tersebut."Gina, ngapain kamu disini?" tanya Rian menghampiri Gina."Aku disuruh kesini oleh Mas Alex," jelas Gina lagi.Rian menatap Gina serius, sadar dengan tatapan Rian yang curiga padanya."Aku ikut kerja, buat bayar hutang Mas Adam!" bisik Gina kemudian. Rian menatap Gina iba, kemudian ia geleng-geleng kepala.'Adam keterlaluan!' batinnya."Sebentar aku telpon bos Alexnya dulu," Rian mengambil telpon genggamnya yang berada di dalam tas dan digantung di dinding tersebut.Ia berbicara sebentar dan setelah itu melirik ke arah Gina."Ayo aku antar ke rumah bos." ia menaiki sepeda motornya dan menyuruh
Mendengar ucapan Alex, Gina terdiam. Untuk apa lelaki ini ingin bertemu dengan ibunya. Pintu rumah itupun diketuk oleh Gina.Kriiiieet..."Gina, kamu kenapa baru pulang sekara..." ucapan Maria berhenti tatkala menyadari keberadaan Alex."Maaf tante, di hari pertama Gina bekerja dia pulang selarut ini. Padahal seharusnya dia pulang jam 5 tadi sore, tapi karena orang tua saya yang meminta dimasakkan masakan lagi jadinya seperti ini," Alex menjelaskan."Oh, iya." hanya dua kata tersebut yang bisa Maria ucapkan. Dalam hal ini Maria menilai bahwa Alex adalah orang yang cukup bertanggung jawab.****Sesampainya di rumah Alex melepas jaket yang ia kenakan dan merebahkan tubuhnya di atas pembaringan. Bayangan wajah Gina semakin membuat pikirannya tidak karuan, seharian ini ia selalu memperhatikan wanita tersebut tentunya tanpa sepengetahuan dari Gina sendiri.Andai status Gina pasti, ia akan segera menjadikan Gina sebagai kekasihnya, atau jika dia bersedia menjad
"Kalau seperti itu, sebaiknya aku juga pulang!" ucap Gina melangkah kembali keluar."Apa kau tidak melihat di luar hujan deras?" Alex mengikuti langkah Gina."Aku sudah menyuruh Rian untuk memberitahumu agar tidak usah ke sini hari ini!" jelas Alex lagi."Emm... mungkin dia lupa Mas," Gina mulai panik karena sedari tadi Alex terus saja mengikuti kemana ia melangkahkan kakinya. Apa lagi kondisi Alex saat ini hanya memakai handuk saja, hal itu membuatnya merasakan ketakutan yang berlebih. Apa lagi Gina sendiri menyadari bahwa saat ini pakaian yang ia gunakan bisa memancing gairah para lelaki, bagaimana tidak? bagian dadanya yang lumayan besar terlihat begitu sangat menonjol dibalik pakaian yang ia kenakan."Jangan pergi, di luar kau akan kedinginan, lagi pula tidak ada ojek di daerah sini!" cegah Alex ketika Gina memegang handle pintu.Deg... deg... deg...Jantung Gina kembali berdetak kencang saat tangan Alex menahan tangannya untuk membuka pintu. "Seb