"Mas, lepas sa... kit!" butiran bening keluar disela sudut netra Gina, saat tangan kekar itu mencengkram kuat batang lehernya.
"Am puun!" ucapnya lagi dengan suara tercekat."Sudah aku bilang, jangan pernah menyentuh hpku. Kamu malah sengaja membaca semua pesan di hp tersebut," ucap Adam marah dan mengeratkan cekikannya pada leher sang istri.Uuhh uuhhuuukk... hkkk...Gina mungkin saja mati pada saat ini, jika tidak diselamatkan oleh suara ketukan di daun pintu kamar mereka.Hahhh... Haahhh...Dengan rakus Gina meraup udara untuk mengisi penuh rongga paru-parunya yang menyempit karena hampir kehabisan oksigen.Dirabanya lehernya yang terasa sakit, bahkan untuk meneguk air liur. Adam berjalan menuju pintu dan membukanya."Ada apa Ma?" tanyanya kepada ibu mertuanya yang berdiri di depan pintu kamar mereka."Itu ada orang yang nyariin kamu. Katanya ada urusan penting sama kamu," jelas Maria kepada Adam."Oh iya." Adam melangkah menemui dua orang yang sedari tadi menunggunya di depan pintu, berbicara sebentar, kemudian kembali masuk ke dalam kamar.Tak ia perdulikan kondisi Gina yang masih berdiri syok disamping tempat tidur mereka, setelah mengambil jaket ia keluar, meninggalkan rumah tersebut dan pergi bersama teman-temannya.Sepeninggal Adam, Gina duduk di lantai bersandar pada tepian ranjang. Air matanya kembali luruh tatkala mengingat isi pesan yang tak sengaja terbaca olehnya."Kapan kita cek in lagi Mas, aku kangen banget digoyang sama kamu..." pesan yang disertai dengan emoticon love dan juga ciuman tersebutlah yang ia baca sebelum ketahuan Adam dan membuat suaminya itu sangatlah marah besar, bahkan sampai mencekiknya.Pesan seperti itu, apalagi jika bukan suaminya itu berselingkuh. Bahkan mereka pernah cek in.Gina menangis, memeluk lututnya. Bukan hanya sakit fisik yang ia rasakan, melainkan juga pada batinnya, selama ini ia sudah mencoba sabar dan menerima semua perlakuan suaminya yang kasar dan semena-mena kepadanya, namun apa yang ia dapatkan? Suaminya malah membagi cinta dengan wanita lain.Drrt... drtttt... drrrttt... Getaran dari sebuah benda pipih, membuyarkan lamunan Gina."Hallo," ia menjawab telepon tersebut."Dengan Ibu Gina?" "Iya mba benar, ini dengan siapa?""Kami dari situs pinjaman online, nomor Ibu dicantumkan sebagai nomor darurat oleh Pak Adam Santoso jika beliau tidak membayar angsuran dari pinjaman kepada kami." Gina kembali dihadapkan oleh kenyataan pahit atas kelakuan suaminya.'Apa lagi ini mas?' tanyanya lirih sembari mengacak rambutnya kasar."Bagaimana Ibu, apakah ibu kenal dengan pak Adam?" tanya wanita disebrang telepon itu lagi."Tidak mba, saya gak kenal!" Gina mematikan telepon, nomor yang menelponnya tersebut juga ia blokir. Tangannya gemetar, tidak pernah ia membayangkan bahwa akan ditelpon oleh orang dari situs pinjaman online.'Ya Ampun Mas, apa yang kamu lakukan hingga sampai terjerat pinjaman online segala.' batin Gina menjerit."Gina...." panggil seseorang kembali mengejutkannya.
"Iya sebentar!" Gina bangkit dari duduknya dan keluar kamar."Boleh nge-cas hp gak Gin, hpnya Bang Jamal mati. Kabel ces yang ada dirumah sepertinya konstlet. Gak mau masuk," ucap Indah tetangganya."Oh iya, boleh kok. Sini biar aku ces didalam!""Terima kasih sebelumnya ya Gin," Indah pun kembali kerumahnya yang memang berada tak jauh dari rumah Gina.Hp yang tadi berada dalam genggamannya dipasangkan kesebuah kabel yang membuat hp itu menyala.Setelah beberapa saat berselang, entah mengapa mata Gina selalu tertuju pada handphone milik Jamal. Karena tidak ada seorangpun di tempat tersebut, Gina meraih benda pipih yang masih terpasang kabel colokan tersebut. Ditekannya tombol untuk menghidupkan hp yang tadinya mati karena kehabisan daya tersebut.Drrrtttt...Hidup dan tidak dikunci, dengan jantung yang jedag jedug berdebar kencang, Gina membuka aplikasi hijau di hp Jamal tersebut.Satu persatu pesan ia lihat dan ia menemukan pesan dengan foto profil suaminya, dibukanya pesan dari suaminya tersebut.Adam [Rasanya kurang segar... lebih baik beli di tempat yang dulu saja.]Jamal [Cuma perasaan kamu saja, segar kok. Oh iya kamu di mana? Cepat kemari! Aku tunggu di post, bawa uang!]Adam [Aku cuma punya dua ratus saja.]Jamal [Kita patungan biar dapat satu paket.]Dada Gina serasa dihantam oleh godam puluhan ton, apa lagi ketika melihat sebuah foto yang dikirimkan oleh Jamal, yaitu sebuah plastik bening, kecil yang di dalamnya berisi serbuk berwarna putih seperti garam atau micin beserta botol yang tutupnya diberi dua sedotan, satu sedotan lurus dan satunya lagi bengkok. Suaminya sudah terjerat pengaruh narkotika jenis sabu.Bukan hanya percakapan Jamal dengan suaminya saja yang ia baca melainkan percakapan Jamal dengan seseorang dengan nama kontak 'beli pulsa' dalam percakapan tersebut Gina dapat memahami maksud dari kedua orang yang sedang bertransaksi tersebut, barang terkutuk tersebut mereka sebut pulsa.'Beli pulsa empat ratus.' begitulah salah satu isi pesan dalam percakapan tersebut. Masih banyak isi pesan di sana yang tidak bisa dibaca satu persatu oleh Gina.Masih dengan dada yang bergemuruh hebat serta tangan yang gemetar, Gina menscreenshot semua obrolan tersebut dan segera ia kirim ke kontak hpnya, bukan hanya itu saja, ia juga mengirim kontak orang yang sering bertransaksi benda haram tersebut ke nomornya. Setelah semua selesai ia hapus dan kembali ia matikan hp Jamal tersebut.''Bagaimana bisa istrinya Jamal tidak mengetahui kelakuan suaminya, atau mungkin Indah tidak pernah mengecek hp suaminya.' batin Gina bertanya-tanya.Tidak berhenti di situ, Gina menelpon si penjual sabu.Tuuuut...Lama telepon tersebut tidak diangkat, Gina mencoba beberapa kali hingga suara seorang pria menyahut di sana."Hallo... Siapa ini?" tanya orang tersebut.Gina tidak menjawab, ia mengingat-ingat suara orang disebrang sana."Hallo! Woy!" ucap orang itu lagi cukup keras dan membuat Gina tersentak. Segera dimatikannya sambungan telepon tersebut. 'Bang Rojak!' ucap Gina tercekat karena mengenali suara tersebut, ternyata dia orang yang telah mengedarkan benda terkutuk tersebut.Dunia Gina serasa runtuh, banyak sekali pertanyaan dalam benaknya. Entah sejak kapan suaminya mengenal barang yang mencandui penggunanya tersebut, dan juga kenyataan lainnya, di mana suaminya sepertinya juga melakukan perselingkuhan. "Gina, kamu kenapa?" tanya Maria mamanya yang baru saja datang dari luar."Ooh, enggak ma. Aku gak apa-apa!" ucap Gina tergagap. Ia mencoba tersenyum kepada wanita yang sangat ia cintai itu. Mamanya tidak boleh tau tentang masalah yang sedang ia hadapi saat ini, Maria mempunyai penyakit jantung dan sudah beberapa kali masuk rumah sakit dan masihlah harus mengkonsumsi obat. Oleh karena itulah sebisa mungkin Gina menjaga perasaan dan pikiran wanita yang telah melahirkannya tersebut agar ia tidak terkejut dan akan selalu berusaha agar mamanya selalu tenang."Gina..." panggil Maria melangkah mendekat."Leher kamu kenapa?""Haaaah..." mata Gina membelalak, jangan sampai mamanya tahu dengan apa yang terjadi."Leher kamu kenapa merah seperti ini?" tanya Maria sekali lagi."Ini, karena mas Adam mencekikku Ma!" ingin sekali rasanya Gina berteriak mengatakan semuanya kepada Maria. Namun rasa takut yang teramat besar akan kehilangan sosok yang kini tengah menatapnya tersebut membuat Gina harus mencari alasan lain."Ini Ma. Tadi ketika jemur pakaian aku kejatuhan semut angkrang, mereka bergerombol dan jatuh tepat di pundak aku dan berlarian kesana kemari. Terus menggigiti leherku, rasanya panas dan gatal. Jadi ketika aku garuk, jadinya merah gini," Gina beralasan."Ooh, seharusnya kamu langsung kasih minyak kayu putih, biar gak merah seperti itu!" tambah Maria lagi. Gina hanya meraba lehernya, dan kemudian tersenyum."Mama sudah makan?" tanya mengalihkan perhatian Maria."Ayo kita makan dulu!" ucapnya lagi, sembari menggiring Maria kedapur."Adam belum pulang Gin?" tanya Maria, karena biasanya mereka akan makan bersama. "Belum Ma, kan tadi keluar. Mama tenang... lauk sama sayur buat Mas Adam m
Gina terbangun dari tidurnya karena mendengar ketukan di jendela kamarnya, dinyalakannya lampu kamar tersebut dan menyibak tirai jendela."Mas Adam!" ucapnya terkejut."Buka Gin, aku mau masuk!" ucap lelaki tersebut dengan nada bicara yang normal, seakan tidak pernah terjadi apa-apa antara dirinya dan Gina tempo hari.Adam masuk lewat jendela yang dibuka oleh Gina."Maaf mengganggu tidur kamu!" ucapnya melepas satu persatu pakaiannya yang sangat kotor seperti habis dari pematang sawah.Gina tak menyahut, perasaan marah atas kelakuan suaminya masihlah terasa menghimpit dada. Istri mana yang tidak marah ketika melihat chat mesra suaminya dengan wanita lain, bahkan pada saat itu dirinya dicekik oleh Adam karena terlalu lancang membuka pesan yang masuk ke handphone suaminya sendiri. Juga mengenai sertifikat rumah yang di jadikan jaminan hutang, mereka hampir saja kehilangan tempat tinggal mereka. Belum lagi telpon dari orang pinjaman online. Dan semua bukti chat dari Jamal kepadanya tenta
"Kami takut jika membawanya sendiri, bagaimana jika kami nanti dituduh macam-macam. Karena kondisi wanita ini seperti habis digebukin!" jelas salah satu anak buahnya disambungan telepon tersebut."Benar-benar merepotkan!" umpat Alex sembari menaiki mobilnya dan langsung berangkat ke tempat di mana anak buahnya berada.15 menit kemudian Alex pun sampai di tempat tujuannya tersebut, ia segera masuk ke dalam rumah di mana kedua anak buahnya menunggu dengan wajah yang pucat."Kenapa tidak kalian angkat?" tanyanya sanksi menatap keduanya."Kami takut Bos, coba Bos lihat sendiri bagaimana keadaannya." Alex mendekat kearah Gina yang tak sadarkan diri di lantai. Dilihatnya bahkan pakaian yang dipakai oleh istri anak buahnya tersebut tak sempurna. Wajah cantik yang ia temui kemaren berubah menjadi biru lebam dan membengkak. Begitu juga dengan tubuhnya, di beberapa bagian terdapat memar. Alex terlebih dulu mengecek nadi dan hembusan wanita tersebut, setelah yakin bahwa Gina masih hidup ia pun
Setelah berucap seperti itu Alex keluar dan melangkah, kini Gina hanya sendirian diruangan tersebut. Seketika tubuhnya merinding, Apa jangan-jangan Bos dari suaminya itu, mempunyai niat tersembunyi seperti akan menjual ginjalnya. Entahlah yang jelas ia berhutang nyawa kepada lelaki tersebut.Tak berapa lama kemudian Alex datang dengan membawa sebuah plastik di tangannya yang isinya tak lain adalah makanan."Apa kau bisa menyuap makanan ini sendiri?" tanyanya melirik ke arah tangan Gina."Bi... bisa Mas!" ucap Gina sungkan. Meski tangan kanannya terpasang selang infus, tidak mungkin rasanya ia meminta untuk disuapi oleh lelaki asing yang bukan siapa-siapanya tersebut. Ia akan berusaha untuk mandiri, menyuap makanan itu sendiri.Alex duduk sebuah kursi yang berada dekat dengan ranjang Gina."Saya belikan kamu bubur, biar gak perlu robek-robek ikannya." ucapnya menyerahkan mangkuk berwarna bening tersebut kepada Gina. Entah apa maksudnya dengan merobek-robek ikan."Terima kasih karena M
"Sepertinya kau sangat terkejut melihatku?" ucap Alex tersenyum miring menatap wajah Gina yang wajahnya sudah terlihat normal seperti sedia kala."Iya Mas." ucap Gina malu, ia teringat akan kejadian tentang paper bag berisi pakaian untuknya tersebut."Ku dengar kau ingin pulang, padahal masih perlu perawatan," ucap Alex menatap lekat ke arah Gina. Jika biasanya lelaki itu berbicara menggunakan kata 'saya' untuk menyebut dirinya, kali ini Alex berbicara menggunakan 'aku'."Orang tuaku akan pulang Mas, tidak ada orang di rumah," jawab Gina merasa risih karena sepertinya sedari tadi Alex terus saja memperhatikan gerak geriknya."Memang ke mana orang tua kamu?" Alex ikut berjalan ketika Gina melangkahkan kakinya."Mama ada pelatihan kader posyandu," Gina menunduk, sungguh ia merasa tidak nyaman dengan keberadaan Alex yang sedari tadi berjalan beriringan dengannya."Oh..." hanya itu tanggapan Alex, namun langkah kakinya tetap mengikuti kemanapun Gina melangkah.
Alex beranjak dan turun dari mobilnya."Kalian mau mesum?" tanya wanita bertubuh gempal yang mengetuk kaca mobil tersebut. Sementara itu Gina juga keluar langsung menepis semua tuduhan yang dilontarkan oleh Ibu Komariah tersebut."Ibu jangan salah sangka, ini tidak seperti yang ibu bayangkan," ucap Gina."Alah maling mana ada yang mengaku!" Ibu Komariah malah berteriak memancing kerumunan warga."Ada apa ini?" tanya beberapa orang wanita yang baru saja datang, termasuk Maria, mamanya Gina.Ini Gina dari tadi lama banget di dalam mobil, pas saya intip dia sama lelaki ini deket banget, pasti habis ciuman!" tuduh Ibu Komariah lagi.Gina menggeleng menatap ke arah Maria , ia takut jika mamanya tersebut percaya dengan ratu gosip tersebut, dan akan berdampai pada kesehatan mamanya.Ehheem...! Alex berdehem, "Ada yang bisa membantu saya membuktikan ucapan beliau?" tanya Alex menatap beberapa orang bu-ibu tersebut."Saya perlu seseorang yang bersedia duduk di
Keesokan harinya...Sesuai alamat yang ia bawaa, Gina turun dari angkot yang ia tumpangi tersebut. Setelah turun, ia beberapa kali menatap kartu nama di tangannya. Alamatnya benar, namun tak ia sangka ternyata tempat tersebut adalah bangunan yang menyerupai toko bangunan.Berjalan memasuki gerbang, ia melihat seseorang yang dikenalnya ditempat tersebut."Gina, ngapain kamu disini?" tanya Rian menghampiri Gina."Aku disuruh kesini oleh Mas Alex," jelas Gina lagi.Rian menatap Gina serius, sadar dengan tatapan Rian yang curiga padanya."Aku ikut kerja, buat bayar hutang Mas Adam!" bisik Gina kemudian. Rian menatap Gina iba, kemudian ia geleng-geleng kepala.'Adam keterlaluan!' batinnya."Sebentar aku telpon bos Alexnya dulu," Rian mengambil telpon genggamnya yang berada di dalam tas dan digantung di dinding tersebut.Ia berbicara sebentar dan setelah itu melirik ke arah Gina."Ayo aku antar ke rumah bos." ia menaiki sepeda motornya dan menyuruh
Mendengar ucapan Alex, Gina terdiam. Untuk apa lelaki ini ingin bertemu dengan ibunya. Pintu rumah itupun diketuk oleh Gina.Kriiiieet..."Gina, kamu kenapa baru pulang sekara..." ucapan Maria berhenti tatkala menyadari keberadaan Alex."Maaf tante, di hari pertama Gina bekerja dia pulang selarut ini. Padahal seharusnya dia pulang jam 5 tadi sore, tapi karena orang tua saya yang meminta dimasakkan masakan lagi jadinya seperti ini," Alex menjelaskan."Oh, iya." hanya dua kata tersebut yang bisa Maria ucapkan. Dalam hal ini Maria menilai bahwa Alex adalah orang yang cukup bertanggung jawab.****Sesampainya di rumah Alex melepas jaket yang ia kenakan dan merebahkan tubuhnya di atas pembaringan. Bayangan wajah Gina semakin membuat pikirannya tidak karuan, seharian ini ia selalu memperhatikan wanita tersebut tentunya tanpa sepengetahuan dari Gina sendiri.Andai status Gina pasti, ia akan segera menjadikan Gina sebagai kekasihnya, atau jika dia bersedia menjad