Share

3.KDRT

Gina terbangun dari tidurnya karena mendengar ketukan di jendela kamarnya, dinyalakannya lampu kamar tersebut dan menyibak tirai jendela.

"Mas Adam!" ucapnya terkejut.

"Buka Gin, aku mau masuk!" ucap lelaki tersebut dengan nada bicara yang normal, seakan tidak pernah terjadi apa-apa antara dirinya dan Gina tempo hari.

Adam masuk lewat jendela yang dibuka oleh Gina.

"Maaf mengganggu tidur kamu!" ucapnya melepas satu persatu pakaiannya yang sangat kotor seperti habis dari pematang sawah.

Gina tak menyahut, perasaan marah atas kelakuan suaminya masihlah terasa menghimpit dada. Istri mana yang tidak marah ketika melihat chat mesra suaminya dengan wanita lain, bahkan pada saat itu dirinya dicekik oleh Adam karena terlalu lancang membuka pesan yang masuk ke handphone suaminya sendiri. Juga mengenai sertifikat rumah yang di jadikan jaminan hutang, mereka hampir saja kehilangan tempat tinggal mereka. Belum lagi telpon dari orang pinjaman online. Dan semua bukti chat dari Jamal kepadanya tentanh barang haram tersebut membuat Gina tak ingin kesal dan mendiamkan Adam.

Adam keluar dari kamar mereka dengan membawa handuk yang ia letakkan di pundaknya. Sepertinya lelaki itu akan mandi.

Tak lama berselang, Adam kembali dengan badan yang segar, sementara itu Gina yang berbaring di atas tempat tidur memejamkan matanya. Hatinya masihlah sangat dongkol dengan kelakuan sang suami. Dapat ia rasakan gerakan Adam yang naik ke atas ranjang, dapat Gina tebak lelaki itu pasti akan merayu untuk meminta haknya sebagai seorang suami.

Tangan Adam mulai memeluk perut Gina, mencumbui Gina dari bekalang, karena posisi Gina saat ini sedang menghadap dinding. Gina melepaskan pelukan tersebut, namun Adam tak menggubris penolakan dari istrinya tersebut, ia terus saja memancing gairah Gina. Meski ia tahu bahwa hati dan pikiran Gina mungkin saja menolak perlakuannya, namun tidaklah dengan tubuhnya. Tangan itu semakin liar bermain dikedua gunung kembar milik Gina.

"Mas lepas!" Gina menepis tangan tersebut. Alih-alih mengikuti permintaan Gina, Adam malah membalikkan tubuh tersebut menjadi telentang. Memaksa Gina untuk mau melayani nafsunya yang sudah menggebu. Ia mencium kasar bibir Gina dan melumatnya.

Hanya tetesan air mata yang dapat menggambarkan betapa sakitnya hati Gina saat ini, ia hanya di jadikan Adam pelampiasan nafsunya saja. Setelah selesai menuntaskan hajatnya, Adam duduk di tepi ranjang, menatap Gina yang meringkuk di bawah selimut.

"Kamu kenapa?" tanyanya ketus. Gina tak menjawab. "Kamu tau Gin, berhubungan sama kamu itu tidak ada sensasinya sama sekali. Makanya jangan salahkan aku jika bermain dengan wanita lain!" mendengar ucapan Adam, dada Gina semakin terasa sesak.

"Kurang ajar kamu Mas!" ucap Gina menatap Adam penuh kebencian.

"Salah kamu sendiri kenapa tidak pernah mau memuaskan suami." ucap Adam tanpa merasa bersalah.

"Apa untungnya bagiku jika memuaskan kamu Mas, kamu juga akan tetap merepotkan dan tetap akan  menjadikanku babu," ucap Gina sinis.

"Merepotkan bagaimana?" tanya Adam cuek.

"Kamu selalu berhutang, dan selalu aku yang membayarnya Mas. Dan apa kamu tahu kemaren aku mendapatkan telepon dari orang pinjaman online dia bilang kalau nomorku kamu jadikan kontak darurat. Satu lagi, seseorang ke sini dan mengatakan bahwa kamu berhutang sebanyak 50 juta dengan menjadikan sertifikat rumah ini sebagai jaminannya. Untuk apa uang sebanyak itu Mas?" tanya Gina emosi.

"Kamu lupa Gin, dua bulan lalu mama kamu masuk rumah sakit. Aku berhutang untuk biaya ibu kamu."

"Kamu gila Mas, biaya mama masuk rumah sakit hanya 8 juta, kemana sisa uang itu kamu buang. Oh iya aku tahu... Kamu habiskan uangnya untuk beli sabu, main slot dan juga tidur dengan pelac*r itukan. Tega kamu Mas!" kalimat yang diucapkan oleh Gina penuh dengan penekanan. Membuat Adam bungkam.

"Kamu tidak bisa mengelak lagi kan Mas, kenapa? Karena semua itu benar!" saking kesalnya Gina melempar bantal kewajah Adam.

"Mulai berani kamu ya!" emosi Adam mulai terpancing, ia menarik tangan Gina untuk turun dari atas ranjang dan menyeretnya turun kebawah.

Buuugh... 

Aaakkhhh...

Gina terjerembab ke bawah, plak... buugh...

Beberapa kali wajah Gina ditampar dan dipukul olehnya, bukan hanya wajah saja yang jadi sasaran Adam melainkan juga bagian tubuh lainnya juga tak lepas, hingga Gina terkulai lemas tak berdaya.

Setelah melampiaskan kemarahannya, Adam mengambil pakaiannya yang ada di dalam lemari, dan setelah berpakaian ia pergi meninggalkan Gina yang tengah meringis kesakitan. 

Air mata Gina merembes tak tertahankan, ia menyeka sesuatu yang keluar dari sudut bawah bibirnya yang ternyata adalah darah. Tak ada kata yang tepat selain rasa kecewa yang sangat teramat besar yang Gina rasakan saat ini kepada Adam.

Tak hentinya Gina menangis meratapi nasipnya yang begitu malang karena menikah dengan lelaki pilihannya tersebut. Sebenarnya Gina menikah dengan Adam bukan berdasarkan cinta, namun karena malu sebab lelaki yang selama ini menjadi kekasihnya malah menikah dengan wanita lain.

Di saat terpuruk seperti itu, Adam datang memberikan janji manis kebahagiaan. Meski perasaannya saat itu ragu, karena belum mengenal pribadi Adam. Gina dan kedua orang tuanya menerima lamaran tersebut. 

Di awal pernikahan kehidupan mereka terbilang berkecukupan, Gina yang terlahir sebagai anak bungsu dari dua bersaudara dipinta untuk tinggal bersama orang tuanya. Ayahnya dan Adam bekerja bahu-membahu dan bekerja sama di ladang.

Semua keadaan mulai berubah ketika cinta pertama Gina tersebut meninggal dunia, Adam malas dan tak mampu bekerja sendirian. Selain itu pergaulan pertemanan juga membuat Adam berubah tak seperti dulu lagi. Sikapnya yang bertanggung jawab hanya terlihat ketika mertua laki-lakinya masih ada saja. Selama beberapa bulan ini ia sangat jarang berada di rumah, jarang memberi nafkah kepada Gina, jikapun ia memberi uang kepada Gina, uang tersebut hasil ia berhutang. Gina jugalah yang harus bekerja membayarnya.

"Gin... Gina..." ketukan terdengar dari pintu kamarnya membuat Gina terkesiap. Entah sejak kapan ia tertidur di lantai tanpa alas dan juga pakaian.

"Iya Ma, Mama mau berangkat sekarang?" tanya Gina kepada Mamanya, meski terkejut dirinya masih ingat tentang agenda mamanya yang akan bepergian, dan tentu saja ia bertanya dengan nada suara yang ia buat-buat, agar mamanya tak khawatir kepada dirinya.

"Iya," jawab Maria yang masih berdiri di depan pintu kamarnya.

"Ouh iya, berangkat aja Ma. Maaf aku lagi sibuk gak bisa nganter Mama ke depan."

'Tumben...' pikir Maria karena tidak biasanya Gina bertingkah seperti itu.

"Kamu gak apa-apakan Gin?" 

Belum lagi pertanyaan itu dijawab oleh Gina yang berada di dalam kamar. Seseorang memanggil Maria.

"Mama berangkat ya Gin, udah dipanggil sama bu Yanti." Maria pamit setengah berteriak.

"Iya Ma..." setelah mamanya pergi barulah Gina merasa lega. Jika mamanya tersebut melihat kondisinya saat ini mungkin dia akan pingsan, atau mungkin penyakit jantungnya kumat dan langsung dilarikan ke rumah sakit. Untungnya Maria dan beberapa tetangga lain yang merupakan kader posyandu diajak bu Lurah untuk pergi ke sebuah tempat untuk menjalani pelatihan para kader, sehingga mamanya tersebut tidak perlu melihat keadaannya yang menyedihkan saat ini.

Sekuat tenaga Gina mencoba bangkit memunguti pakaiannya dan berjalan ke kamar mandi yang berada di belakang di dekat dapur. Namun tiba-tiba kepalanya merasakan pusing yang teramat sangat hingga ia terjatuh dan tidak sadarkan diri di ruangan tengah rumah tersebut.

Tok... tok... tok...

"Spada... hellooo, apa ada orang di dalam?" dua orang laki-laki yang merupakan orang suruhan Alex berdiri di depan pintu rumah Gina.

"Bagaimana ini?" tanya salah satu dari mereka.

"Kita masuk aja Wan, lagi pula rumahnya sudah terbuka tuh sedikit!" jawab Andi.

Kedua orang itu masuk perlahan.

"Astaga Di!" tunjuk Wawan kepada sesosok tubuh di atas lantai.

"Jangan-jangan itu mayat, ayo kita pergi. Nanti kita disangka pembunuh oleh orang," Andi bergidik ketakutan.

Wawan diam, kemudian menelpon seseorang sembari mendekat.

"Hallo Bos..."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status