Share

Cucu Konglomerat Kaya

Morgan mengernyitkan dahi melihat pakaian yang mereka kenakan.

Kedua orang itu dibungkus jaket hitam, celana hitam, dan topi hitam, tampil dengan gaya yang begitu stylish. Meskipun wajah mereka sebagian tertutup oleh topi, Morgan merasa tidak asing melihat mereka.

Dua pria pria itu tampak terkejut dengan reaksi Morgan. Mereka saling menatap.

"Emang kalian siapa? Orang nggak kenal," maki Morgan.

"Tapi kami mengenal anda. Kami yakin dari motor anda. Bukankah motor ini diberikan oleh tuan Arthur Collim kepada anda, cucu kesayangannya,"

Morgan mengamati motor miliknya dengan seksama. Hal yang sama juga dilakukan dua pria itu.

"Enak aja! Ini motor belinya pakai uangku sendiri," elak Morgan.

"Tapi kami yakin anda adalah cucu Tuan Arthur Collim, terlihat jelas dari tanda lahir di telapak tanga anda,"tegas pria itu.

'Sialan! Jadi selama ini mereka ngikutin aku,' batin Morgan sambil menggengam telapak tangannya untuk menutupi tanda lahirnya.

"Kami diberi tugas untuk mencari anda dan membawa anda pulang. Ini sudah waktunya anda kembali, setelah sekian lama hidup seperti orang biasa. Tuan Arthur sangat mengkhawatirkan kondisi dan keselamatan anda, apalagi setelah putus kontak dengan cucu kesayangannya."

Siapa yang tidak kenal Arthur Collim? Konglomerat yang mengaku sebagai kakeknya Morgan si tukang ojek online? Tentu bukan, tidak mungkin dua orang itu salah orang dan mengawal tukang ojek biasa. Mereka telah diutus oleh majikannya. Tugas mereka adalah mengawal cucu kesayangan Arthur Collim yang telah ditantang menjadi orang biasa.

"Siapa tadi, Arthur Collim? Orang aku nggak kenal!" elak Morgan. Dengan segala cara dia berusaha mengelak. Biarpun aktingnya tak cukup meyakinkan.

"Tuan Muda tidak perlu khawatir, kami tidak akan membocorkan identitas asli anda. Kami---"

"Alaaaahh, kebanyakan halu nih! Udah dibilangin salah orang masih aja ngeyel. Minggir, buang-buang waktu aja," pungkas Morgan sambil mendorong motornya.

"Tapi tuan---" mereka masih saja menghalangi langkahnya.

"Eh awass!! Kalau kalian nggak minggir, aku teriak begal nih," ancam Morgan.

Dua pria itu akhirnya menyingkir dari hadapan Morgan.

Sementara itu Morgan mendorong motornya di bawah terik matahari, tujuannya ke bengkel untuk membetulkan motornya yang mogok.

Setibanya di kos, Morgan segera melepas jaketnya lalu merebahkan badannya ke atas kasur busa. Sambil menunggu ponselnya menyala, Morgan melihat wadah berasnya kosong. Naasnya air galonnya juga kosong.

Tak ada setitik air yang mampu menyejukkan dahaganya ditengah panasnya kota Jakarta. Sepertinya hari ini ia harus puasa lagi, karena uangnya sudah habis untuk melunasi biaya kos, yang ia bayarkan setelah pulang dari bengkel tadi.

Ting...

Alih-alih melanjutkan keluh kesahnya pada dinding kos, Morgan dikejutkan dengan beberapa notifikasi pesan dan panggilan tak terjawab dari ponselnya. Dan yang mengejutkan, nomernya tak dikenal.

Morgan juga menemukan sebuah pesan yang isinya seseorang telah mentransfer sejumlah uang ke rekeningnya.

Dana Rp 4.000.000.000.000,00 masuk ke rekening 3528****0971 pada 27/7/23 ket.: Arthur Collim to Morgan J Collim

Decakan kesal keluar dari bibir Morgan. Mungkin ini suatu hal yang langka. Di luar sana mata orang-orang akan berbinar melihat notif transferan dari bank. Tapi reaksi Morgan benar-benar menyimpang jauh dari peradaban orang normal pada umumnya.

"Alay banget sih Kakek. Dikit-dikit ngirim pengawal, dikit-dikit transfer uang," ucap Morgan.

Tak ingin terlalu larut memikirkan uang tadi malam, Morgan pun memilih melupakannya dan kembali pada realita kehidupannya. Di mana pagi telah menyambutnya.

Begitu tiba di kampus, Morgan berjalan menuju laboratorium sambil membaca pesan di grup whatsappnya. Ia mendesus kesal setelah membaca jadwal hari ini. Selama dua hari berturut-turut ia harus berurusan dengan server yang mana itu sangat menguras pikirannya.

Belum lagi dosennya yang super resek itu. Siapa lagi kalau bukan Prof. Robert Jensen. Satu-satunya dosen yang menganggap attitudenya buruk karena tak sengaja tidur di kelas. Mengingat hal itu, membuat langkah kakinya semakin berat.

Hari itu, mahasiswa akan melakukan praktek yang fokus pada konfigurasi dan pengelolaan server. Prof. Robert Jensen, yang terkenal dengan ketegasannya, memberikan instruksi singkat tentang tugas yang harus dilakukan. “Yang terpenting dari praktek hari ini ini adalah penerapan K3LH dan ketelitian,” ujarnya sambal berjalan mengamati satu persatu mahasiswa.

“Manage waktu juga penting. Kuliah ya kuliah, bukannya tidur di kelas. Lagipula mana ada sarjana Teknik kerja sambil kuliah,”

Morgan merasa tersindir dengan ucapan dosennya barusan. Siapa lagi bukan dirinya yang dimaksud oleh Prof. Robert. Lantaran tak ingin berurusan lagi dengan dosen tersebut, Morgan memilih diam.

Setelah menjelaskan prosedur praktek, Prof. Robert mengizinkan mahasiswanya untuk praktek.

Sementara itu, Morgan yang sering bereksperimen tanpa membaca dengan teliti, terlihat santai saat konfigurasi awalnya berhasil. Morgan melanjutkan konfigurasi tanpa mengambil backup sebelumnya. Dia juga menggunakan beberapa kode yang sebelumnya dia pelajari dari internet tanpa mengujinya terlebih dahulu.

Tak lama kemudian, Morgan menyadari bahwa server yang dia konfigurasi tidak merespons. Layar monitor server tersebut tetap gelap, dan tidak ada tanda-tanda aktifitas pada lampu indikator. Dia mulai panik karena menyadari bahwa server tersebut tidak dapat diakses oleh dosen dan mahasiswa lainnya di laboratorium.

"Loh, kok down," ucap salah satu mahasiswa.

Tak lama kemudian suara riuh keluh kesah mahasiswa terdengar sampai ke telinga dosen.

Morgan mencoba memperbaiki konfigurasi yang salah. Dia mencoba mengakses server lagi tetapi tidak ada respon. Ketika dia mencoba reboot, tiba-tiba bau asap kecil tercium dari salah satu rak server. Morgan menyadari bahwa dia telah mengganti parameter daya yang salah pada server, menyebabkan kerusakan internal yang serius.

“Kodenya bener tapi kok---” sesekali Morgan melihat jajaran huruf di layar monitornya.

Bau asap semakin kuat, dan lampu indikator server lain mulai berkedip. Server yang awalnya berfungsi dengan baik mulai mati satu per satu. Laboratorium IT yang sunyi tiba-tiba menjadi ramai karena semua server berhenti beroperasi. Morgan menyadari bahwa kesalahannya telah menyebabkan kerusakan pada seluruh infrastruktur jaringan laboratorium.

“Loh, loh kok ada asap,”

“Kebakaran nggak sih?”

“Servernya kenapa nih,”

Mahasiswa lain yang menyadari kejanggalan itu, tak berhenti mengeluh.

Menyadari ada yang tidak beres sampai akhirnya server menjadi down, Prof. Robert akhirnya mengambil tindakan.

"Semuanya berdiri!" bentaknya hingga membuat semua mahasiswa terkejut sampai ketakutan.

Mengingat dosen itu tak pernah menunjukkan kesabarannya di kala praktikum apalagi saat ada trouble seperti ini.

Semua mahasiswa berdiri menundukkan kepalanya. Sementara Prof. Robert memeriksa satu persatu komputer. Dan begitu menemukan penyebab masalah ini, dosen itu langsung meminta semua mahasiswa untuk keluar. Bukan tanpa alasan, kesalahan ini mengakibatkan seluruh server di lab menjadi down.

Beberapa jam kemudian~

Para mahasiswa masih berada diluar lab sambil mengamati tim IT dari kampus keluar masuk. Morgan tak lari dari tanggung jawabnya, mengingat ini adalah kesalahannya.

Prof. Robert akhirnya keluar bersama tim IT.

"Morgan!!! ikut saya, sekarang," ucap pria itu dengan tegas.

Mahasiswa lainnya berusaha menebak, apa dilakukan Morgan sampai berurusan dengan dosen tersebut.

Sesampainya di ruang dosen, Morgan hanya bisa menunduk atas apa yang terjadi sebelumnya.

"Kerugiannya mencapai Rp. 850.000.000, saya harap kamu mengerti kesalahan ini bukan kesalahan sepele," ucap Prof. Robert sambil melempar nota ke wajah Morgan.

Prof. Robert meluapkan emosinya pada Morgan. Kesalahan yang dilakukan Morgan kali tak dapat dimaafkan.

"Sudah berapa kali saya mengatakan percuma jenius tapi attitude nol besar."

Morgan yang masih terngiang-ngiang dengan deretan angka 0 di nota tersebut, hingga akhirnya mengangkat kepalanya. "Apa hubungannya pak, masalah ini dengan attitude?"

Prof. Robert menatapnya dengan tajam. Sekali lagi mahasiswanya membantah perkataanya. "Coba kalau kamu berattitude, kamu tidak akan cerobah apalagi sampai memasukkan kode yang salah. Jeniusmu itu lo, tidak akan berguna,"

Morgan pun diam.

"Kerugian ini sangat besar. Saya rasa mahasiswa miskin sepertimu tidak akan sanggup membayar kerugian," maki Prof. Robert.

Kini giliran Morgan yang mulai emosi begitu orang yang paling ia hormati justru merendahkannya. Apalagi dosen itu hanya melihat dari penampilannya yang mungkin mencerminkan kehidupan Morgan yang sangat jauh dari kata cukup.

"Mungkin keputusan akhirnya, pasti DO. Makanya besok lagi jangan sok jadi jagoan. Nggak punya duit aja sok-sok an eksperimen!!"

Morgan menghela nafas beratnya. Tangan kanannya meremas kertas nota yang ia genggam. "Saya akan bayar semua kerugiannya pak," ucapnya dengan yakin.

Prof. Jensen memiringkan senyumannya. "Silahkan kalau mampu! Saya tidak mau dengar kabar, bahwa ada mahasiswa mengundurkan diri karena tak sanggup membayar kesalahannya," sindirnya.

Morgan tak tahan berlama-lama disini. Daripada kesabarannya habis dan melakukan hal-hal yang tidak diinginkan, lebih baik dia keluar.

"Saya permisi!" ucap Morgan sambil membalikkan badan.

Sembari berjalan di parkiran, pikirannya terus memikirkan darimana ia bisa melunasi kerugian tersebut. 850 juta itu tak sedikit. Tak semudah membaca deretan angka nolnya.

Sempat terpikirkan mengambil uang transferan tadi malam. Tapi, kalau ia menggunakan uang itu, sama saja ia menyerah dari tantangan yang ia ambil. Apalagi, kartu ATM-nya ditinggal di rumah Arthur Collins, Kakek Morgan.

Hingga akhirnya Morgan memutuskan untuk meminjam uang di perusahaan. Ya perusahaan ojek online, tempatnya bekerja. Ia datang kesana dengan harapan mendapat pinjaman.

Namun, tiba-tiba sebuah telepon datang di ponselnya. Melihat kontak yang menelpon adalah pak Doni, manajer kantor tempatnya bekerja, Morgan segera mengangkatnya.

"Permisi pak, saya Morgan. Ada yang bisa saya bantu?" ucapnya dengan sopan.

“Morgan, tidak usah basa-basi!”

Deg! Mendengar suara pak Doni yang meninggi, Morgan terdiam.

"Rate 2/5, review kurang memuaskan, belum lagi ada beberapa pelanggan yang complain langsung ke saya. Selanjutnya keluhan apalagi?” Suara di balik telepon itu semakin menggelegar.

"Keluhan? Mohon maaf pak, saya sudah mencoba memberikan pelayanan terbaik saya,” sahut Morgan.

“Sudah, saya tak mau lagi mendengar alasanmu! Kamu saya pecat sekarang! Status keanggotaan kamu saya cabut!”

Telepon dimatikan, meninggalkan Morgan yang terkesiap

Tangannya mengepal keras mendengar keputusan sepihak ini. Nafasnya menderu, tak ada lagi jalan yang bisa ia tempuh selain jalan itu.

“Apakah sudah saatnya aku harus kembali?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status