Share

Disangka Ojek Ternyata Miliuner
Disangka Ojek Ternyata Miliuner
Penulis: cobaltpen

Dipandang Remeh

"Woi, Morgan si tukang ojek ngapain kuliah. Udah sana lanjut ngojek!!"

Sebuah suara dari belakang menyentak Morgan yang masih duduk di kursi motornya. Sebuah mobil mewah berjalan melewatinya.

“Udahlah, kamu itu percuma kuliah Morgan. Ujung-ujungnya ya ngojek lagi pekerjaanmu, hahaha!”

Pengemudi yang duduk di belakang membuka jendela mobil ikut menertawai kondisi Morgan. Hingga bersahut-sahutan melontarkan kalimat yang tak pantas untuk didengar.

Itu adalah Derren, anak dekan yang sangat sombong dan selalu merasa sebagai penguasa di kampus itu.

Tak ingin membuang tenaganya untuk menanggapi mereka, Morgan memilih diam dan tetap fokus mengemudi. Andai ada jalan lain, mungkin saat ini ia akan memilih jalan itu untuk menghindari mereka yang tak pernah melewatkan kesempatan untuk menghinanya.

“Hahaha! Sampai ketemu di kampus, Pecundang!”

Sesampainya di kampus, Morgan menghentikan kendaraannya, di antara deretan sepeda motor lainnya di parkiran kampus.

Usai mematikan mesin motornya, pria berusia 21 tahun itu melepas helm lalu menggantungkannya ke spion. Dia merasa lega bisa merasakan hembusan angin segar langsung ke wajahnya setelah melepaskan pelindung kepala yang terasa agak sesak.

“Huh, sampai kapan aku harus menjalani hidup seperti ini!”

Usai mengganti jaket kerjanya, dia mengenakan jaket hitam yang lebih stylish dan modern. Namun, tak berselang lama, muncul orang-orang yang memandangnya remeh seraya mendecih.

“Lagi nunggu penumpang ya bang?” ujar seorang pria sambil meraih jaket Morgan yang diletakkan diatas jok.

Kali ini, Derren membawa beberapa anggota gengnya untuk merundung Morgan.

“Eh, balikin!” Morgan yang tersentak, segera merebut jaket tersebut. Namun beberapa pria menghentikan aksinya.

“Santai aja bro! Jaket ini nggak semahal jaket kita,” sahut yang lain sambil menahan badan Morgan.

Morgan mendesus kesal. Dia merasa mereka tidak mengerti betapa menyakitkannya ejekan dan cemoohan mereka.

Dengan langkah mantap, dia mendekati mereka dan dengan penuh keberanian, dia berkata, "Heh, jangan macem-macem. Balikin jaketku,” ucap Morgan.

"Wosss santai bro! Santai,"

"Tenang aja, kita nggak akan jual jaket tukang ojek kok. Iya nggak?"

"Dijual juga enggak akan laku bro! Hahaha!"

Tawa jahat mereka pecah seketika.

Pria yang memegang jaket Morgan memiringkan senyumannya. Kedua matanya menatap Morgan dari ujung rambut sampai ujung sepatu.

"Kok bisa ya, tukang ojek kuliah disini? Padahal disini kan kampusnya orang elit," ucapnya dengan nada menyepelekan.

"Halah, paling cuma keberuntungan," sahut yang lain.

Morgan cukup sabar menghadapi mereka semua. Ia sudah terbiasa mendapat hinaan dari teman-temannya.

"Balikin jaketku!" ucap Morgan sambil mengulurkan tangannya.

"Ambil kalau bisa!" sahut pria yang memegang jaket tersebut sambil melemparnya ke pria lainnya.

Morgan berusaha sekuat tenaga untuk mengambil jaketnya dari orang-orang yang merundungnya. Namun, setiap kali jaketnya hendak ia gapai, benda itu selalu berpindah tangan ke tangan satunya. Dan begitu seterusnya.

Morgan hanya bisa mendesah kesal mendapatkan perlakuan buruk seperti ini.

"Kasih bro! Nggak tega aku lihat muka melasnya,"

Pria terakhir yang memegang jaket Morgan, segera melempar jaket tersebut ke arah pemiliknya.

“Itulah resikonya jadi mahasiswa miskin, Morgan. Hahaha! Makanya enyah aja dari kampus ini!”

Tak lama kemudian gerombolan pria itu meninggalkan parkiran. Itupun disertai tawa ejekan serta tatapan sinis.

Morgan meratapi bayangan punggung yang semakin jauh dari pandangannya. Dia tidak membiarkan ejekan atau hinaan meruntuhkan kepercayaan dirinya. Dia menyadari bahwa sebagai individu yang kuat dan mandiri, tidak semua orang akan selalu mendukung pilihan hidupnya.

Begitu tiba di lab komputer, Morgan datang paling akhir. Hingga menjadi pusat perhatian. Bukan karena paras tampannya, melainkan profesinya sebagai ojek online. Tak bisa dipungkiri, hampir semua mahasiswa maupun dosen sudah mengetahui hal itu. Pada akhirnya, yang terlihat bukan dari keluarga berada, akan menjadi bahan gunjingan. Begitulah kejamnya dunia pertemanan Morgan.

Di kelas, ia memilih duduk di kursi paling pojok menghadap PC dan fokus pada teori yang akan dipraktekkan.Tak lama kemudian dosen memasuki ruangan, suasana hening seketika.

Sambil mendengarkan penjelasan dosen, Morgan berusaha menahan kantuknya. Tadi malam ia rela tak cukup tidur, mencari cuan demi membayar uang kos bulan ini.

Matanya semakin berat dan kepala mulai terasa pusing. Meskipun dosen sedang menjelaskan teori dengan penuh semangat, suaranya seakan jauh dan kabur.

"Jadi, remote server ini bisa diimplementasikan di perusahaan, sekolah, bahkan antar negara," ucap dosen mulai berkeliling.

Namun, matanya tertuju pada seorang mahasiswa yang terlihat tengah tidur.

"Itu siapa yang tidur?" Biarpun usia dosen itu telah memasuki setengah abad, tapi matanya masih jeli melihat salah satu mahasiswa tidur saat dirinya menjelaskan materi.

"Morgan, pak!"

Dosen itu menggelengkan kepala. Langkahnya sudah pasti menuju meja paling pojok.

"Kamu pikir ini kos milikmu?! Ayo bangun!" ujar pria paruh baya itu sambil menepuk pundak Morgan.

Morgan tersentak dari tidurnya dengan kaget saat merasakan sentuhan di pundaknya. Tatapan matanya masih kabur, dan dia tidak langsung menyadari bahwa dosen yang sedang menjelaskan teori di kelasnya berdiri di sampingnya.

“Bentar lagi sampai titik tujuan, pak,” sahut Morgan mengigau dengan spontan, masih terkecoh oleh mimpi yang masih menguasai pikirannya.

Tawa pun memecah suasana. Bagaimana tidak, alih-alih segera bangun, Morgan justru memberikan jawaban mencengangkan.

"Woi ini kampus bukan jalanan," teriak salah satu mahasiswa.

"Diam semua!" tegas Dosen.

Suasana kembali hening.

Kali ini dosen membangunkan Morgan dengan cara berbeda.

"Heh bangun!!" ucapnya dengan nada membentak.

Hingga akhirnya kedua mata Morgan terbuka seketika. Bukan hanya matanya, tapi pikirannya berangsur beradaptasi dengan suasana saat ini. Perlahan Morgan menegakkan badannya.

"Maaf pak," ucapnya begitu menyadari aksinya dipergoki Dosen.

"Maaf, maaf. Kamu pikir ini hotel? Sehingga kamu bisa tidur seenaknya," maki dosen.

"Pak, saya benar-benar minta maaf. Saya---"

"Ah sudah! Sekarang coba praktikkan materi yang saya jelaskan tadi. Bagaimana caranya dua komputer bisa saling tersambung internet pakai metode Remote Server."

"Baik pak, akan saya praktekkan," sahut Morgan sambil mengambil kabel UTP.

Morgan dengan lihainya memasang kabel UTP ke CPU dibawahnya kemudian ke CPU milik teman sebelahnya. Setelah itu Morgan, mulai mengetikkan kode dan juga mengatur IP di komputer yang menjadi server. Lalu Morgan juga memasukkan IP yang sama di komputer client. Tak sampai 5 menit, kedua komputer saling terkoneksi.

"Sudah konek pak," ujar Morgan menunjukkan hasil prakteknya.

Dosen tersebut dibuat kagum oleh aksi Morgan. Sampai pria paruh baya itu menggelengkan kepala.

"Saya padahal belum menjelaskan protokol dalam remot server bahkan troublenya juga. Tapi kamu bisa praktek tanpa ada kendala," ucapnya mulai simpati pada Morgan.

"Sebenarnya tadi saya tidur juga karena saya sudah paham materi ini, Pak," sahut Morgan.

Dosen tersebut melirik Morgan dengan sinis. Ia awalnya tak menyangka mahasiswa yang ia tegur justru yang paling memahami materinya.

Namun, mendengar jawaban Morgan yang terkesan meremehkan, ia naik darah.

"Heh, sombong sekali kamu! Jaga attitudemu. Percuma jenius kalau attitude buruk," ucapnya dengan nada memaki.

"Iya pak maaf," sahut Morgan. Ia sama sekali tak tau kalau hal itu justru membuat dosennya marah.

Setelah kelas berakhir, Morgan pun pergi ke parkiran untuk lanjut bekerja sebagai ojek. Seperti biasa, tatapan sinis dan ejekan terlontar dari masing-masing orang yang melihat Morgan berjalan.

Begitu tiba di parkiran, Morgan segera naik ke motornya dan berjalan menjauh dari parkiran.

"Orang-orang disini aneh semua. Mentang-mentang cuma tukang ojek, dibully. Giliran yang kaya dipuji-puji. Lagian apa salahnya sih sama profesi tukang ojek. Pekerjaan halal kok."

Tetapi, sekeluarnya dari gerbang kampus, tiba-tiba motornya mogok dan tidak bisa dinyalakan.

“Sialan! Enggak abis-abis masalahku sepertinya!” ucapnya kesal.

Akhirnya, ia turun dari motornya dan memilih untuk mendorongnya.

Namun baru beberapa langkah, tiba-tiba dia merasa seseorang menyentuh pundaknya. Morgan tersentak dan cepat-cepat berbalik untuk melihat siapa yang menyentuhnya.

"Siapa kalian?"

"Tuan muda, ini kami. Jangan khawatir kami akan selalu mengawal anda," jelas salah satu pria yang saat ini berdiri dihadapan Morgan.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
bungsu bangseot
bagus seru
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status