Share

Disangka Ojek Ternyata Miliuner
Disangka Ojek Ternyata Miliuner
Author: cobaltpen

Dipandang Remeh

Author: cobaltpen
last update Last Updated: 2023-08-30 23:15:10

"Woi, Morgan si tukang ojek ngapain kuliah. Udah sana lanjut ngojek!!"

Sebuah suara dari belakang menyentak Morgan yang masih duduk di kursi motornya. Sebuah mobil mewah berjalan melewatinya.

“Udahlah, kamu itu percuma kuliah Morgan. Ujung-ujungnya ya ngojek lagi pekerjaanmu, hahaha!”

Pengemudi yang duduk di belakang membuka jendela mobil ikut menertawai kondisi Morgan. Hingga bersahut-sahutan melontarkan kalimat yang tak pantas untuk didengar.

Itu adalah Derren, anak dekan yang sangat sombong dan selalu merasa sebagai penguasa di kampus itu.

Tak ingin membuang tenaganya untuk menanggapi mereka, Morgan memilih diam dan tetap fokus mengemudi. Andai ada jalan lain, mungkin saat ini ia akan memilih jalan itu untuk menghindari mereka yang tak pernah melewatkan kesempatan untuk menghinanya.

“Hahaha! Sampai ketemu di kampus, Pecundang!”

Sesampainya di kampus, Morgan menghentikan kendaraannya, di antara deretan sepeda motor lainnya di parkiran kampus.

Usai mematikan mesin motornya, pria berusia 21 tahun itu melepas helm lalu menggantungkannya ke spion. Dia merasa lega bisa merasakan hembusan angin segar langsung ke wajahnya setelah melepaskan pelindung kepala yang terasa agak sesak.

“Huh, sampai kapan aku harus menjalani hidup seperti ini!”

Usai mengganti jaket kerjanya, dia mengenakan jaket hitam yang lebih stylish dan modern. Namun, tak berselang lama, muncul orang-orang yang memandangnya remeh seraya mendecih.

“Lagi nunggu penumpang ya bang?” ujar seorang pria sambil meraih jaket Morgan yang diletakkan diatas jok.

Kali ini, Derren membawa beberapa anggota gengnya untuk merundung Morgan.

“Eh, balikin!” Morgan yang tersentak, segera merebut jaket tersebut. Namun beberapa pria menghentikan aksinya.

“Santai aja bro! Jaket ini nggak semahal jaket kita,” sahut yang lain sambil menahan badan Morgan.

Morgan mendesus kesal. Dia merasa mereka tidak mengerti betapa menyakitkannya ejekan dan cemoohan mereka.

Dengan langkah mantap, dia mendekati mereka dan dengan penuh keberanian, dia berkata, "Heh, jangan macem-macem. Balikin jaketku,” ucap Morgan.

"Wosss santai bro! Santai,"

"Tenang aja, kita nggak akan jual jaket tukang ojek kok. Iya nggak?"

"Dijual juga enggak akan laku bro! Hahaha!"

Tawa jahat mereka pecah seketika.

Pria yang memegang jaket Morgan memiringkan senyumannya. Kedua matanya menatap Morgan dari ujung rambut sampai ujung sepatu.

"Kok bisa ya, tukang ojek kuliah disini? Padahal disini kan kampusnya orang elit," ucapnya dengan nada menyepelekan.

"Halah, paling cuma keberuntungan," sahut yang lain.

Morgan cukup sabar menghadapi mereka semua. Ia sudah terbiasa mendapat hinaan dari teman-temannya.

"Balikin jaketku!" ucap Morgan sambil mengulurkan tangannya.

"Ambil kalau bisa!" sahut pria yang memegang jaket tersebut sambil melemparnya ke pria lainnya.

Morgan berusaha sekuat tenaga untuk mengambil jaketnya dari orang-orang yang merundungnya. Namun, setiap kali jaketnya hendak ia gapai, benda itu selalu berpindah tangan ke tangan satunya. Dan begitu seterusnya.

Morgan hanya bisa mendesah kesal mendapatkan perlakuan buruk seperti ini.

"Kasih bro! Nggak tega aku lihat muka melasnya,"

Pria terakhir yang memegang jaket Morgan, segera melempar jaket tersebut ke arah pemiliknya.

“Itulah resikonya jadi mahasiswa miskin, Morgan. Hahaha! Makanya enyah aja dari kampus ini!”

Tak lama kemudian gerombolan pria itu meninggalkan parkiran. Itupun disertai tawa ejekan serta tatapan sinis.

Morgan meratapi bayangan punggung yang semakin jauh dari pandangannya. Dia tidak membiarkan ejekan atau hinaan meruntuhkan kepercayaan dirinya. Dia menyadari bahwa sebagai individu yang kuat dan mandiri, tidak semua orang akan selalu mendukung pilihan hidupnya.

Begitu tiba di lab komputer, Morgan datang paling akhir. Hingga menjadi pusat perhatian. Bukan karena paras tampannya, melainkan profesinya sebagai ojek online. Tak bisa dipungkiri, hampir semua mahasiswa maupun dosen sudah mengetahui hal itu. Pada akhirnya, yang terlihat bukan dari keluarga berada, akan menjadi bahan gunjingan. Begitulah kejamnya dunia pertemanan Morgan.

Di kelas, ia memilih duduk di kursi paling pojok menghadap PC dan fokus pada teori yang akan dipraktekkan.Tak lama kemudian dosen memasuki ruangan, suasana hening seketika.

Sambil mendengarkan penjelasan dosen, Morgan berusaha menahan kantuknya. Tadi malam ia rela tak cukup tidur, mencari cuan demi membayar uang kos bulan ini.

Matanya semakin berat dan kepala mulai terasa pusing. Meskipun dosen sedang menjelaskan teori dengan penuh semangat, suaranya seakan jauh dan kabur.

"Jadi, remote server ini bisa diimplementasikan di perusahaan, sekolah, bahkan antar negara," ucap dosen mulai berkeliling.

Namun, matanya tertuju pada seorang mahasiswa yang terlihat tengah tidur.

"Itu siapa yang tidur?" Biarpun usia dosen itu telah memasuki setengah abad, tapi matanya masih jeli melihat salah satu mahasiswa tidur saat dirinya menjelaskan materi.

"Morgan, pak!"

Dosen itu menggelengkan kepala. Langkahnya sudah pasti menuju meja paling pojok.

"Kamu pikir ini kos milikmu?! Ayo bangun!" ujar pria paruh baya itu sambil menepuk pundak Morgan.

Morgan tersentak dari tidurnya dengan kaget saat merasakan sentuhan di pundaknya. Tatapan matanya masih kabur, dan dia tidak langsung menyadari bahwa dosen yang sedang menjelaskan teori di kelasnya berdiri di sampingnya.

“Bentar lagi sampai titik tujuan, pak,” sahut Morgan mengigau dengan spontan, masih terkecoh oleh mimpi yang masih menguasai pikirannya.

Tawa pun memecah suasana. Bagaimana tidak, alih-alih segera bangun, Morgan justru memberikan jawaban mencengangkan.

"Woi ini kampus bukan jalanan," teriak salah satu mahasiswa.

"Diam semua!" tegas Dosen.

Suasana kembali hening.

Kali ini dosen membangunkan Morgan dengan cara berbeda.

"Heh bangun!!" ucapnya dengan nada membentak.

Hingga akhirnya kedua mata Morgan terbuka seketika. Bukan hanya matanya, tapi pikirannya berangsur beradaptasi dengan suasana saat ini. Perlahan Morgan menegakkan badannya.

"Maaf pak," ucapnya begitu menyadari aksinya dipergoki Dosen.

"Maaf, maaf. Kamu pikir ini hotel? Sehingga kamu bisa tidur seenaknya," maki dosen.

"Pak, saya benar-benar minta maaf. Saya---"

"Ah sudah! Sekarang coba praktikkan materi yang saya jelaskan tadi. Bagaimana caranya dua komputer bisa saling tersambung internet pakai metode Remote Server."

"Baik pak, akan saya praktekkan," sahut Morgan sambil mengambil kabel UTP.

Morgan dengan lihainya memasang kabel UTP ke CPU dibawahnya kemudian ke CPU milik teman sebelahnya. Setelah itu Morgan, mulai mengetikkan kode dan juga mengatur IP di komputer yang menjadi server. Lalu Morgan juga memasukkan IP yang sama di komputer client. Tak sampai 5 menit, kedua komputer saling terkoneksi.

"Sudah konek pak," ujar Morgan menunjukkan hasil prakteknya.

Dosen tersebut dibuat kagum oleh aksi Morgan. Sampai pria paruh baya itu menggelengkan kepala.

"Saya padahal belum menjelaskan protokol dalam remot server bahkan troublenya juga. Tapi kamu bisa praktek tanpa ada kendala," ucapnya mulai simpati pada Morgan.

"Sebenarnya tadi saya tidur juga karena saya sudah paham materi ini, Pak," sahut Morgan.

Dosen tersebut melirik Morgan dengan sinis. Ia awalnya tak menyangka mahasiswa yang ia tegur justru yang paling memahami materinya.

Namun, mendengar jawaban Morgan yang terkesan meremehkan, ia naik darah.

"Heh, sombong sekali kamu! Jaga attitudemu. Percuma jenius kalau attitude buruk," ucapnya dengan nada memaki.

"Iya pak maaf," sahut Morgan. Ia sama sekali tak tau kalau hal itu justru membuat dosennya marah.

Setelah kelas berakhir, Morgan pun pergi ke parkiran untuk lanjut bekerja sebagai ojek. Seperti biasa, tatapan sinis dan ejekan terlontar dari masing-masing orang yang melihat Morgan berjalan.

Begitu tiba di parkiran, Morgan segera naik ke motornya dan berjalan menjauh dari parkiran.

"Orang-orang disini aneh semua. Mentang-mentang cuma tukang ojek, dibully. Giliran yang kaya dipuji-puji. Lagian apa salahnya sih sama profesi tukang ojek. Pekerjaan halal kok."

Tetapi, sekeluarnya dari gerbang kampus, tiba-tiba motornya mogok dan tidak bisa dinyalakan.

“Sialan! Enggak abis-abis masalahku sepertinya!” ucapnya kesal.

Akhirnya, ia turun dari motornya dan memilih untuk mendorongnya.

Namun baru beberapa langkah, tiba-tiba dia merasa seseorang menyentuh pundaknya. Morgan tersentak dan cepat-cepat berbalik untuk melihat siapa yang menyentuhnya.

"Siapa kalian?"

"Tuan muda, ini kami. Jangan khawatir kami akan selalu mengawal anda," jelas salah satu pria yang saat ini berdiri dihadapan Morgan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
bungsu bangseot
bagus seru
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Disangka Ojek Ternyata Miliuner   Akhir Kisah Bos Ojek

    "Sedikit lagi proyek itu selesai. Kamu segera susun anggarannya ya. Pastikan jangan sampai ada yang nggak keinput," ujar Arthur. "Baik pak," Bahkan setelah tiba di rumah, tak hentinya pria paruh baya itu membicarakan pasal bisnisnya. Menggambarkan betapa kerasnya dia bekerja meski sudah kaya raya. "Kalau begitu saya permisi pak," ujar asistennya. Arthur mengangguk. Kini waktunya Arthur istirahat. Namun setelah beberapa detik ia memalingkan pandangannya dari asistennya, kini asistennya muncul lagi dihadapannya. "Mohon maaf pak, ada tamu yang ingin menemui bapak," Arthur mengerutkan dahi. "Jam segini ada tamu?" Arthur menoleh ke arah jam dinding yang telah menunjukkan pukul 10 Malam. "Iya pak, katanya urgent pak," sahut Asisten. Tanpa bertanya siapa yang bertamu malam-malam begini, Arthur memilih menemui tamunya itu. Yang benar saja begitu tiba di ruang tamu dia dibuat heran dengan tamunya malam ini. Sosok cengengesan itu duduk diatas sofa dengan sopan itu layaknya ta

  • Disangka Ojek Ternyata Miliuner   Yah Telat!!!

    Morgan membuka tasnya dengan santai, berniat mengambil catatan untuk membunuh waktu gabutnya. Sementara Jon dan Dion masih berkutat dengan skripsi mereka. Namun, begitu resleting tas terbuka, matanya langsung menangkap sesuatu yang berbeda yaitu setangkai mawar merah, masih segar, kelopaknya terbuka dengan indah. Morgan terdiam. Mawar itu… Dia sudah lama berniat memberikannya pada Regina, sebagai ungkapan isi hatinya yang sebenarnya. Sebuah permintaan maaf atas semua kesalahpahaman yang terjadi, sekaligus sebuah pengakuan. Namun, entah kenapa, kesempatan itu selalu terlewat. Entah karena situasi yang tidak tepat, atau mungkin karena dia sendiri masih ragu apakah ini saat yang tepat. Tapi sekarang, melihat bunga itu di dalam tasnya, dia merasa seolah mendapat pengingat. "Niat baik nggak boleh ditunda," pikirnya. "Aku harus minta maaf ke Regina, sekalian ngasih bunga ini sebagai ungkapan isi hatiku yang sebenarnya." Morgan menarik napas dalam, kemudian dengan gerakan cepat, ia mer

  • Disangka Ojek Ternyata Miliuner   Kata Siapa Jadi Orang 'Kaya' Enak

    "Ngurus cucu satu aja susahnya kayak ngurus puluhan orang. Susah banget. Pengennya itu lo ngadi-ngadi. Pengen jadi tukang ojeklah, pengen jadi anak kos lah, pengen jadi gelandangan lah, sekarang pengen jadi bos ojek, setelah ini pengen apalagi coba?" Sopir dan asisten Arthur terdiam seksama setelah mendengarkan ocehan Arthur. Di dalam mobil yang biasanya membahas schedule meeting dengan client atau urusan bisnis lainnya, kali ini dipenuhi dengan keluhan Arthur terhadap cucunya. "Kalian jangan diam aja dong! Kasih tanggapan atau apa kek," keluh Arthur mendapati sopir dan asistennya tak merespon. Mereka justru terlihat kompak mengangguk sungkan. "Menurut kalian saya harus gimana? Kalau tak larang, nanti dia ngambek. Tapi nggak mungkin juga toh cucuku jadi bos ojek. Apa kata orang-orang nanti. Udah paling bener dikurung aja si Morgan itu. Ngrepoti ae," Arthur mulai putus asa. Terlihat dari caranya menyandarkan punggungnya ke kursi mobil. "Maaf pak, tapi saya rasa dengan mengu

  • Disangka Ojek Ternyata Miliuner   Panggil Aku 'Bos Morgan'

    Jauh dari kehidupan sebelumnya. Tanpa perlu panas-panasan mencari penumpang hanya untuk bertahan hidup. Tidak ada aturan harus bangun pagi agar tidak antre mandi. Dan tak perlu mengeluarkan tenaga setengah isdet demi memenuhi semua kebutuhannya. Karena sekarang apa yang dia butuhkan ada dalam genggamannya. Begitulah kehidupan Morgan sekarang ini. Sudah hampir satu bulan sejak dinyatakan bebas dari penjara, dia kembali ke setelah awan menjadi tuan muda Morgan Junior Collim. Hari-harinya dihabiskan dengan rebahan sembari menunggu luka akibat tembak di kakinya mengering. Saking nyamannya, dia enggan keluar kamar hanya untuk melihat matahari. Dari jendela kamarnya terpampang lukisan pemandangan asli langit kota. Jauh sekali dengan pemandangan di kontrakannya. Tak hanya itu, kalau urusan makan, dia tak perlu khawatir. Pelayan di rumahnya sedia 25 jam di depan kamarnya. Lantas beban mana lagi yang hendak kau keluhan Gan Morgan...."Ahhhh bosaaaann," ujarnya sembari membanting hp.Berula

  • Disangka Ojek Ternyata Miliuner   Resign dari Hidup Miskin

    "Maaaakk, Jon bebasss,"Tidak ada momen paling mahal detik ini selain pelukan antara ibu dan anak. Mungkin diluar sana sahabat Morgan satu ini terkenal akan kemandiriannya. Namun siapa sangka, dia adalah anak yang amat dekat dengan orang tuanya. "Alhamdulillaaahh Jon!! Alhamdulillah Alhamdulillah," Ucap syukur itu tidak sekedar terdengar trenyuh di telinga. Melainkan tembus relung hati. Begitu juga dengan setiap untaian doa yang tak ada jedanya keluar dari bibir sang ibu. Setiap amin-nya menembus langit dan langsung didengar oleh Sang Maha Kuasa. "Maapin Jon ya maak," "Iya Jon, lain kali ati-atiiii yaa. Baca bismillah dulu yah, jangan gegabah," Tak hentinya sang ibu mengusap rambut putranya yang kini usianya mencapai hampir seperempat abad. Namun bagi sang ibu, anaknya tetap anak kecil yang butuh nasihat. "Iya mak, Jon janji bakal lebih hati-hati lagi," Disatu sisi yang paling tersiksa melihat momen ini tidak lain adalah Morgan. Melihat Jon yang dirangkul orang tua dan adik-ad

  • Disangka Ojek Ternyata Miliuner   Sidang (2)

    Mata Gin langsung membelalak melihat kehadiran Prof Robert. Regina, yang mendampinginya, terlihat tenang meskipun ada sedikit rasa cemas di wajahnya. Prof Robert memandang ke sekeliling ruang sidang dengan tatapan sinis. Suasana mendadak hening. Semua orang, bahkan Jaksa dan hakim, tampak terkejut.Prof Robert lalu membuka mulutnya dengan suara yang masih agak serak, namun jelas terdengar di ruang sidang. "Yang Mulia, saya di sini untuk memberikan keterangan yang sangat penting," katanya. "Silahkan,""Saya ingin mengungkapkan sebuah fakta yang selama ini tersembunyi. Semua tuduhan terhadap Morgan Junior adalah fitnah belaka. Saya adalah saksi utama yang mengetahui siapa sebenarnya yang terlibat dalam pencurian alat-alat laboratorium dan kejahatan lainnya."Seluruh ruangan sidang terkejut mendengar pernyataan tersebut. Gin yang duduk di sebelah pengacaranya tampak cemas dan tidak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya.Prof Robert melanjutkan dengan suara yang sedikit lebih keras, "

  • Disangka Ojek Ternyata Miliuner   Sidang (1)

    Sidang hari ini dimulai dengan penuh khidmat. Hakim ketua beserta jajarannya telah memasuki ruang sidang. Semua orang di dalam ruangan itu segera berdiri, termasuk Morgan dan teman-temannya yang duduk di kursi terdakwa. Mereka hanya bisa menundukkan kepala. Yang mereka rasakan hanyalah malu, takut , selebihnya pasrah. "Apakah semua sudah siap?" kata hakim ketua sambil melihat ke sekeliling ruangan, memastikan semuanya siap.Jaksa penuntut umum berdiri dengan formal, membuka berkasnya. "Semua siap, Yang Mulia."Hakim ketua mengangguk, lalu melanjutkan, "Tolong bacakan nama terdakwa."Satu per satu nama dibacakan. "Saudara Morgan Junior, Derren Ardiansyah, Jonathan Rizki, Dion Wiyono mohon berdiri," Semua terdakwa diminta berdiri dan menunjukkan diri mereka.Keempat pemuda itu berdiri, satu sama lain saling pandang dengan rasa malu yang memuncak. Morgan merasa seolah-olah beban berat terletak di pundaknya, apalagi dia sudah merasa tidak pantas mengangkat dagunya lantaran telah membu

  • Disangka Ojek Ternyata Miliuner   Mulai Siuman

    Ruangan rumah sakit yang sepi itu kembali terisi dengan suara detakan mesin medis yang monoton, namun kali ini suasana terasa lebih mencekam bagi Regina. Ia duduk di samping ranjang ayahnya, Prof. Robert, yang terkulai lemah. Hanya ada cahaya remang dari lampu rumah sakit yang memberi sedikit kehidupan pada wajah Prof. Robert yang pucat. Ia memegang tangan ayahnya, berusaha untuk memberinya sedikit kehangatan yang bisa mengembalikan semangat hidup.Sudah beberapa hari berlalu sejak kecelakaan yang membuat ayahnya terbaring tak berdaya, dan meskipun dokter mengatakan bahwa mungkin ada harapan ia bisa sadar, Regina tetap merasa cemas. Tak ada yang lebih ia inginkan selain melihat ayahnya kembali seperti dulu. Namun saat ini, Prof. Robert hanya terbaring dalam ranjang, dengan sesekali napasnya yang terengah-engah, namun tak ada tanda-tanda bahwa ia akan bangun dalam waktu dekat.Tiba-tiba, terdengar suara samar dari mulut Prof. Robert. Suara itu begitu lemah dan serak, seolah berasal d

  • Disangka Ojek Ternyata Miliuner   Makan Korban Lagi

    “Kita semua sama-sama jadi korban Gin. Apa pun alasannya, nyatanya kita sekarang sama-sama kena getahnya. Aku mohon banget sama kamu, Derren. Pas sidang nanti, kamu harus jadi saksi. Akui semuanya. Dengan begitu, mungkin akan ada harapan agar kamu bisa bebas.”Derren menggeleng lemah. “Mana bisa, Gan… Aku kan—”“Kalau kamu jujur, pasti ada jalan. Lagian, kamu melakukan semua ini karena diancam, kan?” Morgan memotongnya cepat.Jon masih kesal. Dia menggerutu dan mengacak-acak rambutnya sendiri. Lalu dengan amarah yang meluap-luap, ia menatap Derren tajam.“GOBLOK BANGET JADI ORANG! Lain kali pikir dulu dong kalau mau bertindak!”Derren menunduk. “Iya, iya… Aku tahu aku salah,” ucapnya.“Jon, udah, Jon,” sahut Morgan, menepuk pundaknya agar lebih tenang.Tapi Jon masih mendelik ke arah Derren. “Gara-gara kamu, kita semua di sini. Gara-gara kamu, Morgan kena tembak,"Derren menggigit bibirnya. Ia tahu Jon punya hak untuk marah.Tapi di saat yang sama, dia juga merasa bahwa ini adalah ke

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status