Share

Bab 7 # Meminta Maaf

Author: De Lilah
last update Last Updated: 2023-09-15 17:45:46

Seno—suamiku itu—tersenyum menyambut ancamanku. Ada apa dengannya?

"Tentu saja, Sayang. Jangan ceraikan aku. Aku juga tidak ingin berpisah denganmu," ucap Seno sambil membelai lembut wajahku. Bukankah reaksinya terlihat aneh?

Aku hanya menatap nanar langit-langit rumah sakit yang ada di atasku. Cahaya menyilaukan itu sejenak menepis bayang-bayang menjijikkan perselingkuhan suamiku dengan sekretarisnya.

"Jangan besar kepala. Aku bukannya mengemis cintamu. Aku hanya tidak ingin anak kita besar tanpa orang tua utuh, sepertiku!" Suaraku terdengar tajam, Seno cukup terkejut dengan perubahanku. Ia tampak membelalakkan mata.

Ya. Aku memang tidak pernah semarah ini kepadanya. Aku terbiasa diam dan bersikap acuh tak acuh. Namun, kali ini berbeda. Aku harus bersuara lantang dan memberitahunya bahwa aku bukan lagi wanita bodoh yang haus cinta.

"Kau sangat kejam, Sayang."

Kejam?

Bukankah, Seno yang telah berbuat kejam kepadaku?

Selama ini, aku hanya pasrah menerima nasib pernikahan yang pahit ini, dengan segala konsekuensi yang harus kutanggung.

Aku tidak akan pernah melupakan bahwa ada kehidupan lain yang sedang menanti di dalam diriku ini: bayi kami.

Aku akan bertahan.

Aku harus bertahan.

Demi anak kami.

"Kau ingin makan sesuatu?" tanya Seno sambil melirik ke arah jam tangannya. Ia juga terlihat mengecek ponselnya namun detik kemudian, benda pipih itu kembali dimasukkan ke dalam saku celana.

Ada nama seseorang yang sejak tadi mengganggu pikiranku. Olivia. Wanita selingkuhannya itu.

Apakah, saat ini, wanita itu sedang menghubunginya?

Ah, sudahlah. Aku tidak peduli.

Jika aku bisa menebak, Olivia pasti berdalih untuk melaporkan pekerjaan pada suamiku. Namun, tentu saja hal itu hanya alasan yang dibuat-buat olehnya.

Olivia memang selalu mencari celah kesempatan untuk mendekat ke dalam hidup Seno dan jika memungkinkan, ia akan segera menggantikan posisiku sebagai istri sahnya.

Aku bisa mengerti pikiran liciknya itu.

Tapi, hal itu tidak akan terjadi.

Aku tidak akan membiarkannya.

***

"Sayang?"

Panggilan kedua dari Seno, membuyarkan lamunanku.

"Aku tidak ingin apa-apa. Perawat akan mengantarkan makananku."

Seno menatapku dengan pandangan sendu. Ia pasti tidak mengira bahwa aku akan begitu dingin kepadanya. Ini adalah pembalasan yang setimpal karena dia telah menyia-nyiakan kebaikan hatiku selama ini.

"Aku sudah bersabar menghadapimu, Lara. Tolong, jangan uji kesabaranku lebih dari ini," ucap Seno setengah mengancam.

"Apa?" Aku terbelalak. Apakah sekarang ini, ia sedang mengatakan bahwa harga dirinya sebagai lelaki sedang dipertaruhkan?

"Tolong. Kesabaranku semakin menipis, Lara."

Apakah ia sedang berpikir bahwa aku tidak mungkin bisa mengalahkan egonya? Apakah aku sedang merengek seperti bayi? Tidak. Aku benar-benar tidak ingin berbicara lebih banyak dengannya.

"Apa maksudmu?"

"Aku sudah menyingkirkan egoku sedikit demi sedikit. Tapi kau terus saja ketus kepadaku! Kita damai, okay? Maafkan aku."

"Apa yang kau katakan?"

"Tolong jangan seperti ini, Lara! Aku suamimu! Hormati aku seperti istri yang bijak!" teriak Seno dengan wajah memerah.

Sepertinya, kesabarannya memang sudah habis. Seno. mungkin merasa dipermalukan oleh sikap dinginku yang seolah menganggapnya sebagai sampah.

Bukankah dia memang sampah?

"Kau punya cermin, hah?"

Aku balas berteriak. Aku bukanlah wanita bodoh yang dengan pasrah menerima perselingkuhan suamiku tanpa merasa kecewa.

Cinta suciku telah dikhianati dan saat ini, Seno sedang mengungkit-ungkit perihal istri bijak? Dia bercanda?

"Lara Selene Smith!"

Deg.

Jantungku terasa seperti ditusuk pisau tajam. Perangai Seno jika sedang marah, mirip ayahku yang tak ubahnya lelaki brengsek jenis lain—seperti suamiku itu.

"Hiks…"

Aku mulai menangis. Hatiku terasa perih untuk sekadar mendengar teriakan dari Seno. Padahal, suamiku itu tidak memaki namun entah kenapa, jiwaku merasa terluka.

Aku—seorang anak yang ditelantarkan oleh ayahnya—begitu membenci teriakan nama panjangku. Hal itu mengingatkanku kembali pada pola amarah ayah yang sangat kubenci itu.

"La—lara…"

Mungkin, Seno merasa bersalah karena membuatku yang tadinya marah kini menangis secara tiba-tiba.

"Maaf," kata Seno sambil berlutut di samping ranjangku. Ia kemudian bangkit lalu memelukku yang masih menitikkan air mata.

Seno benar-benar tidak menyangka bahwa aku akan terluka oleh ucapannya. Ya. Aku sangat terluka.

"Permisi."

Seorang perawat membuyarkan ketegangan yang terjadi di antara kami. Ia tampak masuk ke dalam ruangan sambil membawa beberapa botol infus dan juga catatan.

Langkahnya yang tegap dan cepat, menggema di sekitar, menciptakan irama konstan yang ramai terdengar.

"Ya, Sus."

Seno memandang perawat itu sekilas sambil berdiri dari tempat duduknya. Ia lalu mengusap lembut air mataku yang sejak tadi membasahi wajahku.

"Kami akan memeriksa pasien, bisakah Anda menunggu di luar?"

"Tidak! Saya suaminya. Saya akan menunggu di sini."

"Baik, Pak. Asalkan anda bisa menjaga ketertiban," sahut perawat itu sambil memaksakan senyum.

Beberapa waktu lalu aku mendengar ada kehebohan yang diciptakan oleh Seno sehingga para perawat merasa kesal. Mereka sebisa mungkin menghindari konfrontasi dan menjaga situasi yang kondusif bagi pasien yang sedang beristirahat.

Seno memang terkadang tidak bisa mengontrol dirinya. Entah mengapa.

"Ya. Baiklah."

Kulihat, Seno dengan hati-hati bergerak ke sofa yang ada di sudut ruangan untuk memberikan ruang yang cukup bagi tim medis yang akan melakukan pemeriksaan.

Untuk sesaat, aku merasa lega karena pria itu tidak menciptakan kegaduhan lain yang tentu saja membuatku malu.

Entah mengapa dia ingin berada di sekitarku. Padahal, ia biasanya sudah sibuk dengan pekerjaannya di waktu pagi seperti ini.

Apakah, iail ingin memastikan bahwa tim medis dapat bekerja dengan baik dalam mengurusiku? Ah, tidak mungkin. Mengapa Seno mendadak begitu perhatian kepadaku? Bukankah itu hal yang tak lazim?

"Bagus."

Kudengar perawat itu bergumam setelah memeriksa infus dan menuliskan sesuatu pada catatannya.

"Anda sudah membaik, Bu. Syukurlah," ucapnya sambil tersenyum. Katanya, kondisiku terlihat membaik pasca tindakan operasi kemarin.

"Terima kasih," ucapku takzim. Aku juga bersyukur ternyata keadaanku telah membaik.

"Dokter."

Beberapa saat kemudian, seorang dokter bedah datang berkunjung untuk memeriksa keadaanku.

Aku awalnya tidak terlalu memperhatikan siapa dokter yang telah merawatku. Sampai, sebuah suara memanggil kembali memoriku yang ada di masa lalu.

"Bagaimana perasaan Anda, Bu Lara?"

Aku menoleh ke arah suara yang tak asing itu.

Suara itu.

Suara salah satu pria yang tidak ingin kutemui.

"Ka—kau!"

De Lilah

Seru? Kirim gem untuk cerita ini yuk!

| Like
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Diselingkuhi Suami, Dinikahi Dokter Tampan   Bab 108 # Pernikahan (End)

    Waktu berlalu begitu cepat sejak kali terakhir Lara mendengar tentang proses kasusnya. Persidangan terakhir yang menghadirkan Miriam, benar-benar menjadi tolok ukur kemenangan bagi pihaknya. Seno tidak dapat berkelit lagi. Hadirnya saksi dan kuatnya bukti-bukti menjadikan alibinya patah dan segala bantahan dari pengacaranya menjadi mentah. Lara dapat bernapas lega ketika hakim akhirnya menyatakan bahwa Seno bersalah atas kasus kekerasan dan percobaan pembunuhan. Mantan suami Lara itu pun harus membusuk di penjara akibat perbuatan-perbuatannya. *** “Bagaimana?” tanya Lara ragu, setelah mematutkan diri di cermin selama beberapa waktu. Ia telah mencoba gaun itu sebelumnya, namun ketika hari yang ditunggu-tunggu telah tiba, Lara malah gugup dan tidak tahu harus berbuat apa. “Cantik banget!” seru Mahya tanpa sedikit pun keraguan. Shanon berpikir serupa. Carol juga tampak mengacungkan jempolnya. Mereka bertiga sepakat bahwa tidak ada yang salah dari penampilan mempelai hari ini yang c

  • Diselingkuhi Suami, Dinikahi Dokter Tampan   Bab 107 # Tumpukan Memori

    “Lara?” jawab suara di seberang ponsel Lara dengan nada rendah. Lara dapat menyimpulkan bahwa suara itu adalah milik Kakak Andre, Shanon. “Kak Shanon?” tanya Lara sebelum melanjutkan pembicaraannya. Ia ingin memastikan bahwa Shanon memang wanita yang dimaksud dan bukan orang lain. Lara sedikit melupakan bagaimana suara Shanon. Belasan tahun telah berlalu, dan hari ini adalah pertama kalinya mereka kembali bertegur sapa setelah insiden salah paham tentang kecelakaan Ibu Lara. “Ya, ini aku, Ra. Shanon. Andre sedang menyetir, kami hendak kembali ke apartemen.” “Ah, baiklah. Aku akan menunggu di sini.” “Oke! Kami akan segera tiba, Ra. Tunggu, ya! Aku membawakan makanan hangat dari restoran favoritku di Jakarta ini. Semoga kamu suka, ya!” Lara mengiyakan, kemudian mengakhiri pembicaraan. Hatinya masih dipenuhi keraguan. Ia masih belum yakin, bagaimana bersilkap setelah memusuhi orang yang salah selama beberapa belas tahun. Semoga saja, Shanon adalah sosok kakak perempuan seperti yang

  • Diselingkuhi Suami, Dinikahi Dokter Tampan   Bab 106 # Hukum Tabur-Tuai

    Langkah Miriam berlalu begitu cepat menyusuri koridor untuk sampai ke lift yang ada di barat bangunan. “Sial!” Jemari lentiknya sibuk mencari-cari kontak travel agent yang bisa dihubungi. Miriam harus segera meninggalkan negara ini. Sayang, sinyal ponselnya ternyata tidak mendukung misinya, Miriam memutuskan untuk menundanya hingga ia sampai di lobby utama. “Halo?” Miriam akhirnya dapat menghubungi kenalannya. “Siapkan aku tiket ke Washington malam ini,jam–” “Dokter Miriam Rajapatni?” Seseorang tiba-tiba memotong percakapannya di telepon. Miriam terkejut, ia menoleh dalam keadaan setengah sadar. Pikirannya berkelana ke destinasi tujuan yang hendak didatanginya malam ini. “Siapa?” tanya Miriam dengan alis terangkat. Ia merasa tak mengenal pria-pria berkaos di hadapannya. Tiga pria cepak dengan perawakan seperti atlet. Mereka tampak ngos-ngosan, seakan baru saja mengejar hantu atau penjahat yang mencoba kabur. “Saya Detektif Ragas, Anda harus ikut kami ke kantor polisi untuk membe

  • Diselingkuhi Suami, Dinikahi Dokter Tampan   Bab 105 # Permintaan Maaf

    “Menjelaskan apa. Ndre?” tanya Shanon dengan alis terangkat. Andre hanya menghela napas berat. Ia tahu bahwa campur tangan kakaknya hanya akan memperumit situasi. “Bagaimana Kakak mengetahui semua masalah ini?” Andre masih terheran-heran. “Mengapa Kakak menipuku? Apanya yang gawat?” “Andre! Oh, Andre! Apa yang Kakak tidak tahu? Terutama setelah menikah dengan pria hebat ini? Bahkan semut berbisik pun bisa kudengar!” Shanon bersedekap sambil memandang Andre dengan tatapan aneh. Andre seharusnya tahu bahwa Shanon tidak akan membiarkan adik semata wayangnya menderita, apalagi setelah mengalami pasang-surut kehidupan yang begitu mengguncang dunia mereka. “Hhh … Kayak, sudahlah. Ini bukan hal besar. Masalahnya sudah hampir selesai. Rekaman CCTV rumah sakit ini sudah sampai di tangan jaksa,” ucap Andre sambil melirik ke arah Miriam yang tampak tercengang. “Ba–bagaimana bisa?” Mata Miriam membelalak. Ia sangat yakin bahwa rekaman CCTV itu sudah dihancurkan olehnya, atau … seseorang telah

  • Diselingkuhi Suami, Dinikahi Dokter Tampan   Bab 104 # Pertolongan Kakak

    Andre menyipitkan kedua matanya tatkala nama sang kakak muncul pada layar ponselnya. Untuk apa kakaknya menghubunginya di waktu seperti ini? Tidak biasanya. “Halo?” “Ndre! Gawat! Kamu harus ke sini sekarang!” seru sang Kakak dengan napas tersengal. “Tunggu! Ke sini, ke mana?” Andre bingung karena tidak mungkin ia pergi ke Kanada dalam waktu singkat seperti pindah jalur angkot saja. Ia tak mengerti kenapa Kakaknya begitu tergesa dan seperti sedang dikejar setan seperti itu. “Ke rumah sakit! Bukan ke Kanada, Ndre! Ke rumah sakitmu! Ruangan direktur! Sekarang!” “Kakak–” Tut. Tut. Sambungan telepon terputus. Kakaknya itu memang selalu bisa memenangkan juara jika ada kontes ‘siapa yang paling bisa bikin orang penasaran?’. Andre meremas rambutnya kasar. Ia bingung bagaimana menyikapi permintaan sang kakak, padahal … LAra dan Mahya baru saja menikmati keindahan pantai di ujung utara Jakarta. Apakah mereka harus kembali? “Kenapa, Ndre?” Melihat wajah kusut sang kekasih, Lara tentu saja

  • Diselingkuhi Suami, Dinikahi Dokter Tampan    Bab 103 # Waktu Rehat

    Mahya terlihat cantik dengan riasan natural dan bibir lembabnya yang bersinar. Namun, tentu saja, satu hal yang aneh begitu membuat Lara iba. Mahya kini berada di kursi roda. “Kangen aku?” tanya Mahya sambil mengerlingkan sebelah matanya. Lara mengangguk sambil berlinang air mata. Ia kemudian menghambur ke arah sang sahabat dan memeluknya erat. “Apa kabar?” tanya Lara dengan suara serak. Mahya hanya tersenyum dan menepuk punggung Lara pelan. “Aku baik-baik saja, seperti yang kau lihat? Yang penting aku sudah sadar dari koma, kan?” ucap Mahya diiringi seulas senyuman. Lara mengendurkan pelukannya dan meneliti setiap tubuh sang sahabat. Benar. Mahya telah sadar dan hanya kakinya saja yang masih belum bisa berjalan dengan benar. “Ini cuma sementara, ‘kan?” tanya Lara khawatir. “Tentu saja. Aku ‘kan kuda liar! Mana bisa aku kalah begitu saja,” seloroh Mahya bangga sambil memamerkan otot bisepnya. Lara hanya tertawa. Pandangannya berpindah ke dua orang lain yang ada di kanan dan kir

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status