Share

Salah Tingkah

Author: Maheera
last update Last Updated: 2024-06-27 23:16:13

"Terima kasih," ucapku pelan nyaris tak terdengar sambil menerima dompet yang ditemukan Bastian. Saking malunya aku bahkan tak berani menatap lelaki tersebut.

"Tidak perlu sungkan, tadinya aku bermaksud menyerahkan dompet itu ke kantor polisi. Ternyata kalau jodoh tidak ke mana, kita ketemu di sini."

"Hah?!" Mendengar kata jodoh, aku tersentil dan mengangkat wajah hingga mau tak mau kami kembali bersitatap.

"Tidak usah mikir aneh-aneh. Apa pun kalau ketemu berarti jodoh, kan?"

Aku kembali menunduk melihat lelaki itu tersenyum, rasanya dia sedang menertawakan kebodohanku.

Tenang Najwa, ini hanya salah paham, besok-besok pasti sudah lupa.

"Kalau gitu tidak ada masalah, ya." Suara Riana terdengar menyela untuk mencairkan suasana yang telanjur kaku karena ulahku. Untung saja gadis itu cepat datang, kalau tidak entah kebodohan apa lagi yang aku lakukan.

"Ya, aku rasa anak-anak pasti sudah lapar, suruh rehat dulu sambil kita makan siang."

Riana mengangguk. Dia memberi instruksi agar teman-teman segera mengumpulkan anak-anak di satu titik, sementara yang lain mengeluarkan nasi kotak dari dalam rumah. Pekarangan rumah sangat luas, ditumbuhi pepohonan membuat udara terasa sejuk. Semua anak-anak berkumpul di halaman yang ditumbuhi rumput. Beberapa temanku membentangkan tikar agar mereka semua bisa duduk dengan tenang. Sesekali aku melirik ke arah Bastian, lelaki itu duduk bersila bersama anak-anak dan bercanda tanpa canggung. Bahkan, anak-anak tertawa mendengar dia bercerita.

"Hush! Hush!"

Aku berdecak ketika Riana melambaikan tangan di depan wajahku, seperti mengusir sesuatu.

"Apa, sih?"

"Aku lagi ngusir setan," jawab Riana masih mengibaskan tangan berkali-kali.

"Setan apaan?"

"Itu, setan yang masuk dari mata lalu diam-diam berdiam di hatimu."

"Tidak jelas!" sungutku. Gadis itu benar-benar kurang kerjaaan.

"Eh, dibilangin bukannya makasih. Kamu liat Pak Bastian tidak berkedip, trus bibirmu juga senyum. Itu tandanya apa?"

"Bukan apa-apa." Aku pura-pura menghitung nasi kotak yang disusun di depanku untuk menutupi rasa gugup, tidak kukira ketahuan memperhatikan lelaki lain.

"Ingat, Ukhtiku sayang, tundukkan pandanganmu. Jangan menatap terlalu lama kepada yang bukan halal untukmu." Suara Riana melembut menasehatiku membuatku tersenyum kecut.

"Aku cuma lihat doang, tidak ada maksud apa-apa."

"Iya, tau, tapi mata adalah sumber segalanya. Orang bilang dari mata jatuh ke hati. Pak Bastian itu ganteng, humble, apalagi sama anak-anak baik banget. Spek suami idaman, kan?"

Aku berdecak. "Udah, ah, keterusan ngebahas orang. Ayo, bagiin makanannya."

Aku memberikan dua nasi kotak ke tangan Riana, lalu membawa tiga nasi kotak lain untuk dibagikan. Apa yang dikatakan Riana benar, hampir saja rasa kagum menggali terlalu dalam di hatiku. Bahkan, tadi aku sempat membatin kalau Bastian tipe lelaki yang aku inginkan menjadi pendampingku dulu. Aku beristiqfar, baru menatap saja anganku sudah ke mana-mana. Seperti inikah yang dirasakan Rafa terhadap Laila? Ah, mengapa aku mengingat lelaki itu? Dia saja tidak mengingatku, bahkan sampai sekarang tak ada kabar darinya. Pesan yang kukirim pun masih centang satu. Sesibuk itu kamu, Mas, sampai tidak ingat kalau aku masih istrimu?

*

Senja telah kembali ke pelukan malam, cahaya merah di ufuk barat pun telah menghilang berganti dengan bintang-bintang yang bertabur di langit. Anak-anak sudah pulang sejak tadi. Mereka pulang dengan senyum bahagia dan membawa bingkisan dari Bastian. Laki-laki itu tidak setengah-setengah melakukan kebaikan membuat rasa kagum tumbuh tanpa bisa kucegah. Sekadar kagum, tak boleh lebih, aku mengingatkan diri sendiri.

"Kalian semua ada waktu? Aku mau menunjukkan sesuatu." Bastian yang baru selesai menunaikan salat Magrib menghampiri kami yang berkumpul di teras.

"Boleh, Pak. Baru pukul enam." Salah seorang temanku menjawab.

"Aku ingin meminta pendapat kalian tentang dekorasi ruangan. Beberapa hari lagi aku ingin mengadakan pameran hasil kerajinan anak-anak."

"Kalau masalah dekorasi serahkan saja ke Mbak Najwa, dia ahlinya." Riana yang menjawab.

"Najwa?" Bastian melirik ke arahku setelah telunjuk Riana mengarah padaku. "Kamu bersedia?"

Aku gelagapan. Entah apa yang terjadi padaku, setiap kali bersitatap dengan Bastian dadaku selalu berdetak dengan keras. Sadar, Najwa, kamu sudah menikah!

"Aku tidak terlalu ahli."

"Tapi bisa, kan?" Bastian bertanya lagi membuatku mengangguk pelan.

"Ya, sudah serahkan sama Najwa saja, Pak, pasti beres."

"Bagus, kebetulan aku sudah ada tempatnya. Bagaimana kalau kita lihat sekarang biar besok bisa langsung dikerjakan?"

"Boleh, Pak." Riana menjawab dengan girang membuatku mendelik ke arahnya, tetapi gadis itu sepertinya tidak peduli.

"Tapi, aku tidak bisa kerja sendiri, kamu juga harus bantu." Aku sengaja mengajak Riana, sebab tak mungkin aku pergi berdua saja dengan Bastian.

"Baiklah, kita berangkat sekarang."

Melihat Riana mengangguk, Bastian mengajak kami mengikutinya. Seperti tadi, kami harus melalui gang kecil untuk sampai di jalan besar. Saat melewati gerobak penjual mie ayam, Riana bercelutuk.

"Jadi, tadi sembunyi di sini karena mengira Pak Bastian penjahat, ya?"

Aku melengos dengan wajah memerah, sebab sekilas kulihat Bastian ikut tersenyum.

Terima kasih, Riana, suaramu kurang keras!

*

Tempat yang hendak dipilih Bastian untuk pameran nanti berada di dalam gedung pusat perbelanjaan yang terkenal di Surabaya. Memang, ada beberapa pengelola menyewakan beberapa tempat untuk acara-acara tertentu.

"Bagaimana menurutmu?" Bastian menoleh padaku setelah kami berada di tempat.

Aku mengedarkan pandangan, tempat yang disewa oleh lelaki itu. Cukup luas, bisa menampung sekitar 100 orang bersamaan. "Tempat ini bagus, apalagi letaknya di lantai satu. Jadi, setiap pengunjung bisa langsung melihat pameran kita."

"Jadi, tugas ini aku serahkan padamu, ya?"

"Aku tidak bisa mengurus ini sendiri, aku membutuhkan beberapa bantuan."

Riana menggamit lenganku. "Tenang, aku dan teman-teman pasti akan membantu. Iya, kan, Pak?" Gadis itu tersenyum ke arah Bastian.

Laki-laki itu memasang wajah datar dan mengangguk. "Terima kasih, kalau ada masalah kalian beritahu saja langsung. Aku sangat berharap pameran ini sukses."

"Tenang saja, kalau sudah di tangan Najwa pasti be ...." Riana tiba-tiba memegang perutnya.

"Kenapa?" Reflesk aku melihat gadis itu meringis kesakitan.

Riana mendekatkan wajahnya ke telingaku. "Sepertinya aku sakit perut. Aku ke toilet sebentar."

"Eh!" Tanpa ba bi bu Riana segera berlari meninggalkan aku dan Bastian.

Suasana seketika berubah canggung. Aku mengedarkan pandangan ke sembarang arah asal tidak menatap lelaki itu.

"Apa ada yang hilang?" Tiba-tiba Bastian bertanya.

Aku menatapnya dengan sorot bingung.

"Itu, isi dompetmu, apa ada yang hilang?" Bastian mengulas senyum membuatku salah tingkah.

"Oh, itu, tidak, Pak. Emm, aku minta maaf sudah mengira yang tidak-tidak terhadap Anda."

"Bastian, panggil namaku saja. Aku yakin kita seumuran."

Lagi aku hanya mengangguk. Sikap lelaki itu berbeda bila hanya bersamaku atau hanya perasaanku saja? Aku lagi-lagi terdiam ketika Bastian mengulurkan ponselnya padaku.

"Apa kamu tidak mau menyimpan nomor ponselku? Kita ada proyek, kan?"

"Ah, Iya, sebentar." Aku mengeluarkan ponsel dari dalam tas dengan wajah memerah. Bagaimana bisa aku memikirkan yang tidak-tidak? Sepertinya otakku sudah tidak beres. Setelah men-scan barcode w******p Bastian aku kembali menyimpan ponsel ke dalam tas, tapi tiba-tiba ....

"Bagus, ternyata seperti ini aslimu. Aku tidak mengira kamu wanita munafik!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
M Dirga
lanjut saya suka ulasannya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Diselingkuhi Suami Diratukan Preman Miliarder   Ending

    Aku memperhatikan dokter memeriksa Athar dengan perasaan tak menentu. Cemas, takut, dan marah campur aduk di dadaku. Aku tak melihat luka di tubuh bocah lelaki itu, tetapi yang aku takutkan pengalaman dicu-lik akan mengendap di benaknya dan menjadi trauma berkepanjangan. Sampai saat ini aku bahkan belum memaafkan kelalaianku menjaga Athar. Padahal sebelumnya aku sangat berhati-hati, mungkin inilah yang dinamakan sedang tidak beruntung? "Bagaimana anak saya, dok?" Aku langsung bertanya ketika dokter tadi selesai memeriksa Athar. "Dia mengalami dehidrasi, sepertinya dia tidak mendapat asupan makanan dan minuman lebih dari delapan belas jam." Da-daku seperti digodam besi mendengar penjelasan dokter. Jangankan delapan belas jam, Athar makan teratur tiga kali sehari, bahkan mulutnya tidak berhenti ngemil tiap jam. Membayangkan dia harus menahan lapar dan haus selama itu membuat amarahku kembali berkobar. Aku berjanji Risa harus membayar perbuatannya dengan tinggal di hotel prodeo selam

  • Diselingkuhi Suami Diratukan Preman Miliarder   Semoga Semua Baik-Baik Saja

    "Tante, aku lapal!" Aku berteriak dengan kesal lalu menatap Athar tajam. "Berisik! Bisa diam gak? Lama-lama aku sum-pal mulutmu pakai batu!" Aku menunjukkan batu apung sebesar tinju orang dewasa kepada Athar. Suara rengekannya membuat kepalaku terasa pecah. Apalagi dia selalu memanggil Uminya. Najwa, wanita itu berhasil membuatku malu di media sosial. Aku terpaksa menonaktifkan akun tok-tokku agar tidak diserang lagi oleh netizen. Niatku mencari simpati malah dimentalkan Najwa. Seseakun yang aku yakin dia dalang di belakang layar membuat postingan tandingan sehingga semua tuduhan yang aku arahkan padanya luruh sendiri. Aku tidak mengira dia merekam percakapan kami. Benar-benar wanita licik. Akibat dari postingannya itu aku harus kehilangan follower sampai ribuan. Padahal aku sudah mendapat beberapa endorsan yang belum sempat kuposting. Rencana mendapatkan u-ang dari akun tok-tok gagal total, ditambah lagi sindiran teman-teman di dunia nyata yang juga berteman denganku di sosial med

  • Diselingkuhi Suami Diratukan Preman Miliarder   Terlacak

    Tangisku tak kunjung berhenti, dadaku pun terasa semakin mengkerut membayangkan nasib Athar. Harusnya aku tak membiarkan dia pergi sendiri, harusnya aku yang membeli makanan untuknya. Kata-kata pengandaian terus bermain di kepalaku menikamkan rasa bersalah ke dalam dada. Ya, Tuhan ... di mana putraku? Siapa yang telah membawanya?"Sayang, apa yang terjadi?" Mendengar suara Bastian aku mengangkat kepala, ada setitik rasa lega hadir melihat lelaki itu tergopoh-gopoh menghampiriku."Mas, Athar ...." Aku tak sanggup meneruskan kata-kataku, sesak di rongga dada belumlah tuntas memantik tangisku kembali pecah."Annisa, ada apa? Di mana Athar?" "Gak tahu, Pak. Tadi kata yang punya warung makan Athar udah balik ke toko, tapi dia juga gak bisa memastikan Athar sudah masuk atau belum." Annisa menceritakan kronologi kejadian dari awal sampai akhir.Aku bisa merasakan usapan di punggung serta helaan napas berat dari mulut Bastian. Aku tahu ini kelalaianku, tak seharusnya membiarkan Athar pergi

  • Diselingkuhi Suami Diratukan Preman Miliarder   Ke mana Athar?

    "Sayang, ponselmu dari tadi bunyi. Kayaknya notifikasi dari tiktok." "Oh, ya?" Aku melirik ponsel yang kuletakkan di atas bufet kecil di sudut ruang makan. Aku tersenyum, pasti akun bodong yang aku buat sudah ramai dengan komentar-komentar julid khas netizen plus enam dua, apalagi topiknya tentang pelakor. Biasa, kan, kalau ada bau-bau wanita pengganggu pasti akan dikerubungi seperti semut menemukan gula. "Ada apa? Kok, senyum-senyum gitu?" Bastian yang sedang menyuap bubur ayam melirikku dengan tatapan penasaran. Aku menarik kursi dari meja makan lalu duduk di sebelahnya. "Kamu ingin tahu atau ingin tahu banget?" Aku balik bertanya sambil bertopang dagu dan menatap Bastian dengan sorot menggoda. "Ck, kalau seperti ini pasti seru. Memangnya ada apa?" Bastian mengelap mulutnya. Dia memang penyuka bubur ayam, sebentar saja makanan itu sudah tandas. "Begini." Aku menghadapkan wajah dan tubuh ke arah Bastian, suatu kebiasaan bila ingin bicara sesuatu yang serius. "Kemarin aku pecat

  • Diselingkuhi Suami Diratukan Preman Miliarder   Kicauan Calon Pelakor

    "Pak Bastian di mana?" Risa celingak-celinguk mencari keberadaan Bastian. Wajahnya memucat, tetapi dia sangat pandai mengendalikan diri sehingga tidak terlihat panik. "Untuk apa kau bertanya di mana suamiku?" "Sa, saya ...." Aku bersedekap dan menyandarkan punggung ke sandaran kursi menunggu apa jawaban Risa. "Tadi Pak Bastian nyuruh saya masuk. Saya pikir ...." "Kamu pikir itulah kesempatan untuk merayu suami saya, begitu?" Bukannya takut, Risa malah menantang mataku. "Syukurlah kalau Ibuk sudah tahu. Jadi, saya tidak perlu menyembunyikan lagi perasaan saya." Aku berdecak dan geleng-geleng kepala mendengar pengakuan lugas Risa. Tak ada ketakutan di rautnya berkata seperti tadi. Sungguh kepercayaan diri yang tidak berada di tempatnya. "Lalu setelah saya tahu apa yang kamu harapkan?" "Saya harap Ibuk bersedia menerima saya sebagai madu. Tenang saja, walau saya lebih muda, tetapi saya tidak akan menguasai Mas Bastian." Mas? Aku tertawa dalam hati mendengar Risa sangat percay

  • Diselingkuhi Suami Diratukan Preman Miliarder   Bibit Pelakor

    "Kita tunggu Umi, ya. Belum lapar, kan?"Aku tersenyum melihat Athar menggeleng, tetapi tangannya sibuk memasukkan keripik kentang ke dalam mulut. Pipi gembulnya bergoyang membuatku tak tahan ingin mencubitnya."Katanya tunggu Umi, kok, ngemil?" Lagi terdengar protes Bastian. Dia sesekali melirik Athar yang tenang duduk di atas kursi, sementara tangan lelaki itu sibuk mengaduk sesuatu di dalam wajan."Kelipik Umi enak, Bi. Athal suka, Umi pintel masak." Dia menjawab dan mengacungkan jempol ke Bastian untuk memvalidasi ucapannya."Cuma Umi? Masakan Abi juga enak lho." Athar lagi-lagi menggeleng. "Lebih enak masakan Umi."Aku tertawa kecil mendengar balasan Athar, dia memang belum bisa melapalkan huruf R dengan baik. "Wah, makasih, sayang. Umi pinter karena masak Abi yang ngajarin." Aku menghampiri keduanya dan ikut menyela obrolan mereka, lalu memeluk pinggang Bastian yang tersenyum ke arahku.Bastian tersenyum. "Pagi, sayang." Satu kecupan ringan dibubuhkan di dahiku. Gimana tidurny

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status