Dea mengangguk cepat. Kali ini ia tidak akan menolak lagi tawaran menjadi sekretaris suaminya sendiri. Ia tidak mau jika Bian kembali mencari sekretaris baru yang mungkin lebih cantik dari Mawar dan dirinya."Dea mau kok jadi sekretaris Kakak," ucap gadis itu dengan penuh keyakinan.Bian tersenyum lega. Dugaannya kali ini tidak meleset. Ia berpikir jika istrinya tersebut ada sedikit rasa cemburu kepadanya."Bagus. Sekarang waktunya kita makan." Bian berucap dengan sangat tenang meski di dalam hatinya merasakan kebahagiaan. Tentu kebahagiaan itu tercipta karena sikap Dea.Hidangan pesanan pun telah siap di atas meja. Bian dan Dea saling menikmati makanan yang ada dengan suasana hening. Masih sama seperti sebelumnya, mereka saling diam saat makan.Setelah menyelesaikan makan pagi bersama, Bian sengaja mengajak istrinya untuk menemaninya membeli barang yang ia butuhkan. Bahkan ia tidak memberitahukan hal itu sejak awal."Bagaimana kalau nanti terlambat tiba di kantor? Kak Bian ada-ada aja
"David? Kamu di sini?" tanya Dea merasa tidak percaya. Ia pikir David tidak akan menemuinya lagi.David menatap tajam ke arah manik mata indah milik Dea. Meski kecewa, ia masih mencintai gadis itu. Gadis yang ia sangka wanita baik-baik dan berbeda dari wanita yang lainnya."Jadi kamu ada hubungan apa sama Pak Bian? Kamu simpanan sang CEO itu?" balas David dengan nada yang merendahkan.Dea terdiam membisu. Ia mendadak kebingungan. Bagaimana mungkin David bisa berbicara seperti itu kepadanya.David memasukkan tangannya pada saku celananya. Ia hendak menunjukkan video yang baru saja ia rekam beberapa waktu yang lalu. Tetapi tiba-tiba ada seorang cleaning service yang menyenggol lelaki itu dan menumpahkan air bekas pel."Aduh maaf, Mas."David mengumpat di dalam hatinya. Bajunya basah dan kotor gara-gara kecerobohan seorang wanita yang jalannya tergesa-gesa.Kalau saja tidak ada Dea di dekatnya, pasti David sudah memarahi wanita itu. Walau bagaimanapun juga David masih butuh rasa simpati
Melihat istrinya ada yang menggoda, Bian segera menghentikan pergerakan Angel dan meninggalkannya sendirian."Kak Bian tunggu!" Angel segera mengikuti ke mana pujaan hatinya itu pergi. Rupanya kini ia tahu mengapa Bian meninggalkannya begitu saja seorang diri.Bian berjalan cepat menuju tempat duduk Dea. Istrinya tersebut hendak berdiri, namun belum menyambut uluran tangan dari lelaki di depannya."Jangan sentuh istriku!" ucap Bian tegas seraya menampik uluran tangan seorang lelaki tampan yang mencoba menggoda Dea.Angel pun sudah berada di dekat mereka. Lelaki yang mencoba mengajak Dea berdansa adalah kakaknya."Kak Marco! Telat banget datangnya. Kebiasaan!" sindir Angel kepada kakaknya."Ya, aku memang datang belakangan. Tetapi tidak ada kata terlambat untuk berkenalan dengan istri Bian bukan?"Lelaki itu menatap ke arah Dea yang hanya diam sedari tadi."Kamu sangat cantik Dea," ucap Marco dengan nada menggoda."Terima kasih—" Dea menghentikan kalimatnya."Panggil saja Marco."Dea
Satu bulan kemudian."Kak Bian tunggu sebentar," ucap Dea mengawali pagi yang indah dengan berangkat ke kantor bersama-sama.Hari demi hari berganti. Setelah malam itu mereka berdua semakin dekat dan mesra. Meski di kantor mereka masih menyembunyikan identitas sepasang suami istri."Ada apa?" balas Bian dengan sebuah pertanyaan."Dasinya miring." Dengan tersenyum Dea membetulkan dasi suaminya yang bergeser sedikit dari tempatnya.Bian pun hanya tersenyum dan melihat lurus ke depan."Nah, begini sudah rapi."Bian menatap lekat kedua mata milik istrinya. Ia kecup dengan mesra bibir mungil di depannya."Terima kasih."Dea memutar bola matanya dengan malas. Bergaya seolah cuek dengan suaminya. Gadis itu berjalan mendahului Bian yang masih memandangi dengan berdiam di tempatnya."Sebaiknya kita segera berangkat ke kantor."Dea bersedekap dada di samping mobil sang suami. Gadis itu memperlihatkan kekesalannya karena menunggu terlalu lama.Bian yang mengetahuinya justru semakin memperlambat
"Aku tidak bisa, Annisa."Bian masih menatap lurus ke depan. Kini ia sedang memikirkan Dea. Takut jika istrinya kenapa-napa."Tapi Mas Bian belum menemui anak-anak yang lain?" protes wanita itu."Bahkan aku tidak membawakan oleh-oleh apapun untuk mereka."Kemudian keduanya saling diam. Annisa pun masih merindukan Bian. Ia memakai alasan lain agar lelaki itu tetap di sana."Aku dengar seminggu yang lalu ada yang datang melamar kamu. Aku ucapkan selamat untukmu, An."Annisa terkesiap. Ia tidak tahu jika Bian mengetahui berita itu. Padahal justru wanita itu menyembunyikannya rapat-rapat."Aku belum menerimanya, Mas."Annisa berjalan mendekati Bian yang kini posisinya menghadap ke arah wanita itu."Mana mungkin aku menerima lamaran itu. Sedangkan di hatiku cuma ada Mas Bian. Sesungguhnya aku menunggumu, Mas."Annisa memberanikan diri untuk mengungkapkan perasaannya. Ia ingin Bian memperjuangkan dirinya agar batal menikah dengan lelaki yang tidak dicintainya."Dan kamu sudah tahu, An. Seja
Bukannya Dea senang, ia justru menepis kertas itu hingga terjatuh di lantai. Membuat Bian terhenyak kaget."Aku nggak mau hamil anak Kak Bian. Dea belum sepenuhnya percaya dengan ucapan Kakak."Meski kecewa dengan sikap Dea, tetapi Bian merasakan jika istrinya sedang cemburu. Hal itu membuatnya merasa dicintai."Nanti Annisa akan datang dan menjelaskan semuanya agar kamu yakin dengan ucapan kakak."Dea semakin kesal mendengar nama Annisa disebut lagi oleh Bian. Ia kembali mengalihkan pandangannya.Tak tahan dengan sikap Dea, Bian segera mendekati istrinya dan menangkup kedua pipi gadis itu. Ia memberikan sebuah ciuman panas sangat lama."Kak Bian, curang!" ucap Dea setelah hampir kehabisan nafas karena ulah CEO tampan itu. Namun hatinya merasa lebih baik. Entah mengapa, sepertinya gadis itu mulai terjerat cinta mantan kakak angkatnya.Bian tersenyum tipis. Kemudian duduk di tepi dan membeli pipi istrinya."Dea, Sayang. Tolong jangan pernah sesali pemberian dari Tuhan. Kakak mohon, jan
Setelah beberapa saat lamanya, terdengar pintu lift terbuka. Dea segera mendorong dada bidang milik Bian dan kemudian kabur terlebih dahulu.Bian merasa gemas dengan sikap Dea, ia mencoba mengejar istrinya tersebut. Namun tiba-tiba ponselnya berdering hingga ia harus mengangkat telepon itu."Baik. Terima kasih."Setelah berbicara di dalam telepon, Bian berjalan menuju ruangannya. Di saat itu ia melihat Dea yang seolah sibuk dengan pekerjaannya.CEO tampan itu menaikkan sebelah alisnya. Untuk sejenak ia tidak ingin mengganggu istrinya.Dea merasa lega. Ia mengintip dari balik komputernya jika Bian telah memasuki ruangan CEO."Kak Bian benar-benar menyebalkan."Dea memegangi dadanya. Jantungnya berdetak sangat kuat. Gadis itu memilih untuk membuat minuman di pantry.Dea sengaja membuat kopi agar kedua matanya tidak merasakan kantuk. Ia mengaduk seduhan kopinya dengan semangat."Apakah kau hanya akan membuat satu gelas saja?" ucap Bian yang tiba-tiba berdiri di belakang Dea."Kak Bian? S
"Kak Bian jangan resek deh!" protes Dea malu-malu kucing."Aku tidak akan melukaimu, Sayang. Biarkan kakak yang memandikan kamu pagi ini."Dalam keadaan sama-sama polos, Bian mengangkat tubuh sang istri menuju kamar mandi. Pagi itu ia memanjakan Dea dengan memandikannya penuh kelembutan."Apakah kamu, menyukainya?" tanya Bian lembut seraya menangkup dua buah benda padat dan kenyal milik Dea serta memijatnya dengan gerakan memutar dari arah belakang.Dea duduk di depan Bian. Ia merasakan kenikmatan luar biasa yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Bermesra-mesraan di dalam bathtub adalah hal yang tak pernah mereka lakukan sebelumnya."Ahhh, Kak. Ini sangat nikmat sekali," lirih Dea yang tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya.Bian semakin merapatkan tubuhnya. Ia tergoda dengan suara indah yang terus keluar dari mulut istrinya.Setelah merasa puas berlama-lama di dalam kamar mandi, Bian dan Dea ke luar dengan perasaan yang bahagia.Dea segera mengganti pakaiannya dengan pakaian santai