Beranda / Romansa / Diselingkuhi Tunangan Dinikahi Paman CEO / Bab 4 : Tidak Pernah Setengah-Setengah Dalam Peran

Share

Bab 4 : Tidak Pernah Setengah-Setengah Dalam Peran

Penulis: Mommy_Ay
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-08 16:27:30

Keenan menoleh, menatapnya dengan tatapan sulit dibaca. “Bukan takut. Aku hanya tak ingin jadi pria pertama yang kau benci... di ranjang.”

Pintu tertutup perlahan.

Dan untuk pertama kalinya sejak hari pernikahan itu, Adel merasa, tidak yakin siapa yang sebenarnya bermain api di pernikahan kontrak ini.

Aroma rosemary dan bawang putih memenuhi seluruh lantai atas penthouse malam itu. Lampu gantung kristal menyala lembut di atas meja makan marmer panjang, yang kini hanya dihuni dua piring dan dua gelas wine.

Adel memandang pemandangan di hadapannya dengan canggung. Pria yang kini sah menjadi suaminya duduk di ujung meja, mengenakan kemeja putih yang digulung hingga siku. Tangan kirinya sibuk menuang anggur ke gelasnya sendiri, sementara tangan kanan menekan sesuatu di ponsel.

"Benar-benar romantis," gumam Adel sarkastik. Ia menyibak anak rambut dari wajahnya, berusaha menyembunyikan kekecewaan yang entah datang dari mana.

Keenan mengangkat alis, masih belum menatapnya. "Kita sepakat ini hanya kontrak, bukan?"

"Ya," Adel mengangkat bahu. "Tapi kupikir setidaknya kamu akan berpura-pura. Sedikit saja."

Keenan meletakkan ponselnya. Pandangannya kini mengunci mata Adel, tajam, penuh kalkulasi. "Pura-pura sudah cukup banyak kulakukan hari ini di altar. Apa kau ingin kutambah lagi malam ini?"

Adel terdiam. Kata-kata itu seperti pisau yang menyayat halus.

Sebuah ketukan pelan di pintu ruang makan menyelamatkan mereka dari keheningan yang tak tertahankan. Asisten rumah tangga Keenan masuk membawa hidangan utama: daging panggang dengan kentang tumbuk dan saus merah anggur. Mewah, sempurna, terlalu mewah untuk pernikahan tanpa cinta.

“Silakan menikmati, Tuan dan Nyonya,” ucap si asisten sebelum pamit dengan sopan.

"Nyonya," Adellia mengulangi pelan, hampir tertawa. "Lucu ya, seumur hidup aku membayangkan saat dipanggil seperti itu, rasanya akan... hangat."

Keenan mengangkat gelasnya. "Selamat datang di hidup palsu kita."

Mereka bersulang. Bunyi denting halus terdengar begitu sepi di ruangan besar itu.

Adellia mencicipi makanannya dalam diam. Enak. Tapi hambar di lidah. "Jadi, kau sering melakukan ini?"

Keenan menoleh. "Apa?"

"Pernikahan kontrak. Atau setidaknya, makan malam basa-basi seperti ini."

Keenan menyandarkan punggung ke kursi. Senyumnya samar. "Tidak. Tapi aku sering menghadapi wanita yang lebih cerewet dari ini."

Adellia menyeringai kecut. "Dan aku sering menghadapi pria yang lebih hangat dari ini."

Kata-kata itu membuat Keenan menatapnya sejenak, lalu... tertawa. Untuk pertama kalinya malam itu, tawanya lepas. Bukan tawa mengejek, bukan sinis. Tapi ringan—seperti manusia biasa.

“Baiklah, Adellia. Anggap saja ini latihan. Suatu saat nanti kita akan menghadiri jamuan makan, pesta amal, gala dinner. Dan kita harus terlihat... serasi.”

Adellia mendesah, meletakkan garpunya. “Serasi? Itu butuh latihan seumur hidup, Tuan Daviero.”

Keenan meneguk anggurnya, menatap Adelllia di atas gelas kristal. “Kita baru saja mulai.”

Dan entah mengapa, saat mata mereka bertemu malam itu, untuk sesaat... dunia yang palsu ini terasa sedikit lebih nyata.

Setelah makan malam selesai, Keenan berdiri lebih dulu. Ia menyibak lengan bajunya, mengambil jas hitam yang disampirkan di sandaran kursi, dan memandang ke arah Adellia.

“Aku harus menyelesaikan beberapa hal di ruang kerja. Kalau kau butuh sesuatu, panggil Maira,” ucapnya datar, seolah perbincangan mereka tadi tak pernah terjadi.

Adellia hanya mengangguk pelan, lalu kembali menatap sisa makanannya yang sudah mendingin.

Langkah-langkah Keenan memudar di lorong, menyisakan keheningan yang menyesakkan.

Beberapa menit berlalu. Adellia berdiri, menapaki marmer putih menuju balkon. Angin malam menyapu pelan rambut panjangnya. Dari ketinggian penthouse, lampu-lampu kota Amberlyn terlihat berkilauan, tapi tak satu pun dari cahaya itu mampu menghangatkan hatinya malam ini.

Tangannya menggenggam pagar balkon erat-erat.

“Pernikahan kontrak...” gumamnya pelan. “Tapi kenapa aku merasa seperti yang terikat paling dalam di sini?”

Pintu balkon tiba-tiba terbuka kembali. Suara langkah kaki membuatnya menoleh cepat.

Keenan berdiri di ambang pintu, alisnya terangkat ringan. “Kukira kau sudah tidur.”

Adellia memalingkan wajah. “Kukira kamu sedang sibuk.”

Keenan mengangkat bahu. “Ternyata aku tidak sepandai itu berpura-pura bekerja.”

Keheningan menggantung sejenak di antara mereka.

Lalu Keenan melangkah pelan ke sisinya, berdiri hanya setengah meter dari Adellia. Tatapannya tak lagi dingin seperti biasa.

“Kalau kau mau tahu,” ucapnya, pelan. “Aku juga merasa... ini aneh.”

Adellia menoleh. “Aneh bagaimana?”

“Karena ini pernikahan yang tidak memberiku rasa lega setelah diresmikan.” Tatapannya lurus ke kota. “Biasanya, aku akan kembali ke hidupku. Sendiri, tanpa beban. Tapi sekarang...”

Ia menoleh, menatap Adellia. “Sekarang aku harus menjaga seseorang yang bahkan belum mengenalku.”

Adellia menahan napas. Kata-kata itu bukan gombal, bukan basa-basi. Tapi jujur. Dan entah kenapa, itu justru membuat dadanya sesak.

“Kalau begitu,” katanya pelan. “Mungkin kita bisa mulai... saling mengenal.”

Keenan mengangguk pelan. “Mungkin kita bisa.”

Angin malam kembali berembus. Dan untuk pertama kalinya malam itu, mereka berdiri berdampingan dalam diam—bukan karena terpaksa, tapi karena sama-sama butuh waktu.

**

Cahaya matahari pagi menyelinap lembut melalui tirai tipis kamar tidur utama. Aroma kopi segar tercium samar dari arah dapur. Suara gesekan alat masak dan gemericik air terdengar sayup-sayup, cukup untuk membuat Adellia membuka mata perlahan.

Ia butuh beberapa detik untuk menyadari di mana ia berada.

Kasur empuk, seprai putih bersih, dan siluet interior modern—semua terasa asing. Ini bukan kamarnya. Ini penthouse Keenan. Rumah barunya. Suami kontraknya.

Adellia bangkit, duduk di tepi ranjang dengan rambut berantakan dan sisa kebingungan di wajah. Ia meraih jubah tidur sutra yang tergantung di kursi, lalu melangkah keluar kamar.

Suara denting sendok dan aroma tumisan membawanya ke dapur.

Dan di sanalah dia—Keenan Daviero, pria yang katanya dingin dan tak terjamah, kini berdiri di dapur dengan apron hitam, membalik telur dadar di atas teflon.

Adellia tertegun.

“Kau masak?” tanyanya, nyaris tak percaya.

Keenan menoleh sekilas. “Aku hanya tak ingin rumah ini seperti hotel. Dan... tidak ada yang menyambut pengantin baru dengan croissant basi dari kulkas.”

Adellia mengerutkan kening, masih separuh terbangun. “Kamu bangun lebih pagi dari alarm.”

Keenan menyajikan dua piring di atas meja makan kecil yang lebih kasual daripada yang mereka gunakan semalam. “Kebiasaan. Aku tidak bisa tidur lama.”

Ia menarik kursi untuk Adellia.

Wanita itu menatapnya, ragu. “Apa ini... bagian dari akting juga?”

Keenan menyandarkan diri ke meja. Tatapannya serius. “Aku tidak pernah setengah-setengah dalam peran apa pun, Adellia. Bahkan jika itu hanya... pernikahan kontrak.”

Adellia akhirnya duduk. Ia melirik isi piringnya—telur dadar, roti panggang, dan potongan buah segar. Sederhana, tapi penuh perhatian.

“Terima kasih,” ucapnya pelan, nyaris tak terdengar.

Keenan duduk di seberangnya. “Kita akan mulai tampil di publik sebagai pasangan. Aku akan beri jadwalmu nanti. Kita akan hadiri gala minggu depan.”

Adellia menggigit rotinya. “Jadi, kamu ingin kita... kelihatan seperti pasangan bahagia?”

“Tidak,” jawab Keenan tenang. “Aku ingin kita terlihat seperti pasangan nyata.”

Adellia menatapnya, bibirnya membeku di tengah kunyahan. Di dalam hatinya, sesuatu menggetar pelan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi Paman CEO   Bab 11 : Secangkir Cokelat Panas

    “Slide keempat tolong diganti. Visualnya terlalu padat, kita butuh sesuatu yang lebih clean tapi tetap powerful,” ujar Adellia sambil berdiri di depan layar besar ruang meeting privat Divisi Kreatif.Ia mengenakan blouse putih sederhana dan celana panjang hitam, rambutnya diikat rapi. Wajahnya penuh konsentrasi, meski ada lelah yang samar terlihat.“Presentasi kita ke investor tinggal lima hari. Aku nggak mau ada satu pun celah,” lanjutnya tegas.Timnya mencatat dengan cepat, sebagian menatap layar laptop, sebagian lagi mengikuti arah tangan Adellia yang menunjukkan poin demi poin penting di slide.Setelah tiga hari kembali bekerja, Adellia kembali jadi versi dirinya yang paling tajam. Profesional, tegas, dan nyaris tanpa cela. Keberadaan Rico di ruang rapat sebelumnya memang sempat mengusik fokusnya—tapi hanya sebentar. Ia menolak membiarkan masa lalu mendikte masa depannya.“Tim riset, pastikan data pengguna dari kuartal terakhir benar-benar uptodate. Aku ingin angka yang valid, buk

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi Paman CEO   Bab 10 : Rencana Baru

    “Dan semua tetap terkendali,” gumam Adellia sambil menatap ke piring kosong di depannya. “Kau sungguh profesional, Tuan Daviero.”Keenan tersenyum tipis. Tapi tak ada kehangatan di dalamnya.“Profesionalisme menyelamatkan kita dari banyak hal. Termasuk dari patah hati.”“Kalau begitu,” ucap Adellia, fokusnya kembali ke piring yang sedang ia bilas, “mari pastikan tidak ada yang melenceng dari kontrak. Bahkan sekadar genggaman tangan.”Keenan terdiam. Lalu, ia mengambil gelas wine-nya dan berjalan perlahan ke arah jendela besar yang menghadap kota.“Catatan yang bagus, Nyonya Daviero,” ujarnya, menyesap anggurnya. “Aku akan mengingatnya baik-baik.”**Langit pagi itu mendung, seolah ikut mencerminkan perasaan Adellia yang setengah enggan melangkah keluar dari mobilnya. Ia berdiri di depan gedung perusahaan keluarganya, Mahesa Group.Tiga hari sejak pernikahan kontrak itu. Tiga hari penuh adaptasi, kejutan, dan sandiwara yang harus ia jalani bersama Keenan.Dan hari ini, pertunjukan kemb

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi Paman CEO   Bab 9 : Makan Malam Dadakan

    Pintu penthouse terbuka dengan bunyi klik lembut, memperlihatkan interior megah yang menyambut dengan suasana dingin, hening. Seperti biasa.Keenan masuk lebih dulu tanpa sepatah kata pun. Jasnya langsung dilempar asal ke sofa, dasinya ditarik kasar, dan tubuhnya melayang ke bar stool dapur terbuka. Matanya menatap kosong ke arah city lights yang memantul dari jendela besar.Adellia berdiri di depan pintu, memperhatikan punggung tegap itu dengan napas yang pelan. Ia bisa merasakan dentuman emosi dari pria itu—campuran marah, kecewa, dan entah apa lagi. Walaupun emosinya sempat mencair sesaat, waktu dalam perjalan pulang tadi.Kaki Adellia melangkah perlahan, ke arah Keenan berada.“Kau baik-baik saja?” tanyanya hati-hati.Keenan tak menjawab. Tangannya sibuk menuang air putih dari dispenser, menenggaknya dalam satu tegukan.“Jika diam berarti ‘ya’, maka aku akan berhenti bertanya,” gumam Adellia, setengah bercanda, mencoba mencairkan suasana.Tetap sunyi.Adellia mendekat, menaruh clu

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi Paman CEO   Bab 8 : Rayuan Bodoh

    “Apa yang dia bicarakan?”Nada Keenan terdengar datar saat mereka kembali duduk di meja utama. Namun, sorot matanya berkata lain—tajam, gelap, menyelidik.Adellia meliriknya sekilas, lalu menarik napas pendek. “Bukan hal penting.”Keenan menoleh penuh ke arahnya, rahangnya mengeras. Sorot matanya menusuk.“Sungguh? Bukan hal penting?”Kata-kata itu bukan pertanyaan, lebih seperti tuduhan yang terbungkus dalam nada pelan.Adellia menahan tawa kecil. “Keenan, kau berakting terlalu serius.”Ia menyesap wine di hadapannya sebelum menatap sekeliling. Para tamu masih tenggelam dalam percakapan hangat, gelas beradu pelan, tawa-tawa ringan terdengar di udara.“Di sini tidak ada yang mendengar percakapan kita,” bisiknya, masih tersenyum. “Santailah sedikit.”Namun Keenan tetap tak bergeming. Tangannya mengepal di atas pangkuannya, pandangan tetap menusuk wajah Adellia.“Dia menyentuhmu.”“Dan kau sudah menghentikannya,” jawab Adellia tenang. “Itu cukup, bukan?”Keenan tak menjawab. Tapi sikapn

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi Paman CEO   Bab 7 : Tidak Hidup Untuk Takut

    Langit sore menggantung sendu ketika Adellia berdiri di balkon penthouse, mengenakan gaun satin biru tua dan secangkir teh hangat di tangan. Angin berembus pelan, mengibaskan ujung rambutnya. Di balik gelas kristal, matanya menatap kota yang terus bergerak tanpa peduli perasaan siapa pun.Ia tahu... badai belum benar-benar usai.“Kamu kelihatan terlalu tenang untuk seorang pengantin baru,” suara Keenan terdengar dari balik pintu geser. Ia baru saja selesai menerima panggilan, dasi dilepas, kemeja sedikit terbuka di leher.Adellia menoleh, tersenyum tipis. “Atau aku hanya sedang menyimpan tenang itu untuk nanti.”Keenan menyandarkan tubuhnya di kusen pintu, menatap Adellia dalam diam. Ada sesuatu dalam sorot matanya—campuran antara kekaguman dan kewaspadaan. Lalu ia berjalan pelan, berdiri di samping Adellia.“Rico sudah menemui Kakek,” ucapnya. “Dia tidak senang. Dan itu membuatku semakin yakin, keputusan Kakek bukan sekadar strategi. Tapi juga pelajaran.”Adellia mendesah. “Kamu piki

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi Paman CEO   Bab 6 : Akan Merebut Kembali

    Begitu pintu lift tertutup dan para tamu turun ke lobi, suasana di penthouse mendadak terasa lengang. Adellia berdiri mematung di dekat jendela, matanya menatap bias lampu kota malam hari, sementara Keenan berjalan perlahan ke arahnya dengan gelas anggur di tangan."Dia menjengkelkan," ucap Keenan pelan.Adellia tak perlu bertanya siapa yang dimaksud. “Dia memang begitu. Tapi tak seburuk Rico.”Keenan menghela napas, lalu meletakkan gelasnya di meja dekat sofa. “Kupikir aku cukup ahli membaca niat orang. Tapi Qalest... dia lebih beracun dari yang kuduga.”Adellia menoleh. “Dia ingin tempatku. Itu sudah jelas sejak dulu.”“Aku tahu.” Keenan menyandarkan tubuh ke sandaran sofa. “Tapi aku tak suka dia mengganggumu. Terutama di rumah ini.”Kata “rumah” terdengar asing, tapi hangat. Membuat dada Adellia sedikit sesak.“Kamu tidak perlu repot membelaku,” gumamnya. “Ini cuma sementara, kan?”Keenan mendekat, berdiri hanya beberapa langkah darinya. “Justru karena sementara... aku ingin memast

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi Paman CEO   Bab 5 : Perang Diam

    Ketukan keras di pintu utama mengagetkan keduanya. Adellia meletakkan garpunya, menoleh ke arah sumber suara. Keenan langsung bangkit, menyalakan layar kecil di dinding yang menampilkan kamera luar.Wajah Rico.Keenan menghela napas pelan. “Sial.”“Aku harus sembunyi?” tanya Adellia cepat.Keenan menatapnya sebentar, lalu menggeleng. “Tidak. Ini rumahmu juga sekarang.”Ia berjalan ke pintu dan membukanya.“Wah, pagi-pagi sudah datang tanpa undangan. Kau kehilangan sopan santunmu, Rico?” nada Keenan datar.Rico menerobos masuk tanpa menunggu izin. “Kau pikir aku akan diam saja setelah semua yang kau lakukan, paman?”Matanya langsung mencari-cari sosok Adellia, dan menemukannya berdiri di dapur, mengenakan jubah sutra tipis dan wajah tanpa riasan. Natural. Cantik. Dan sangat milik orang lain sekarang.“Pagi yang menyenangkan, Rico,” sapa Adellia, berusaha terdengar tenang.“Kita bisa bicara baik-baik, bukan?”Keenan menyilangkan tangan. “Bicara tentang apa? Tentang bagaimana kau meningg

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi Paman CEO   Bab 4 : Tidak Pernah Setengah-Setengah Dalam Peran

    Keenan menoleh, menatapnya dengan tatapan sulit dibaca. “Bukan takut. Aku hanya tak ingin jadi pria pertama yang kau benci... di ranjang.”Pintu tertutup perlahan.Dan untuk pertama kalinya sejak hari pernikahan itu, Adel merasa, tidak yakin siapa yang sebenarnya bermain api di pernikahan kontrak ini.Aroma rosemary dan bawang putih memenuhi seluruh lantai atas penthouse malam itu. Lampu gantung kristal menyala lembut di atas meja makan marmer panjang, yang kini hanya dihuni dua piring dan dua gelas wine.Adel memandang pemandangan di hadapannya dengan canggung. Pria yang kini sah menjadi suaminya duduk di ujung meja, mengenakan kemeja putih yang digulung hingga siku. Tangan kirinya sibuk menuang anggur ke gelasnya sendiri, sementara tangan kanan menekan sesuatu di ponsel."Benar-benar romantis," gumam Adel sarkastik. Ia menyibak anak rambut dari wajahnya, berusaha menyembunyikan kekecewaan yang entah datang dari mana.Keenan mengangkat alis, masih belum menatapnya. "Kita sepakat ini

  • Diselingkuhi Tunangan Dinikahi Paman CEO   Bab 3 : Menjadi Ny. Mahendra

    “Pernikahan, kontrak?” gumam Adellia, nyaris tak percaya. “Kamu tidak sedang mabuk, kan?”Keenan hanya menghela napas pendek, lalu melangkah perlahan ke arah sofa. Ia duduk dengan tenang, menyilangkan kaki, dan menyandarkan tubuh ke sandaran seolah tak terburu waktu.“Rico mengincar warisan keluargamu. Qalest menginginkan posisi dan pengaruh.” Nada suaranya tetap tenang, tapi sarat dengan ketegasan. “Dan kamu... hanyalah batu sandungan yang mereka rencanakan untuk disingkirkan setelah akad.”Adellia menelan ludah. Kata-kata itu seperti cambuk yang menyayat kesadarannya. Tapi Keenan belum selesai.Ia menatapnya lurus, sorot matanya setajam belati.“Kamu ingin mereka menang, Adellia?” tanyanya pelan, tapi dinginnya menusuk seperti baja.“Apa kamu, sudah tahu soal Rico dan Qalest?”Keenan terdiam sejenak sebelum menjawab.“Sudah cukup lama. Tapi kamu butuh melihatnya sendiri untuk percaya, bukan?”Adellia merasa lututnya lemas. Ia menggigit bibir, mencoba menahan luapan emosi yang kembal

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status