Share

Benih-Benih Kepercayaan

“Wanita licik! Tidak punya hati!” Sosok Aldi berjalan cepat dan segera mencengkram kerah blouse berwarna putih yang dikenakan oleh Mama Reno.

Gerakan Aldi yang sangat cepat membuat wanita paruh baya itu tidak sempat bersiap dan hampir terjatuh jika tangan Luna tidak membantu menahan tubuhnya.

“Aldi!” Papa Reno mendekat dan berusaha menahan tangan Aldi yang sudah mengepal. Wajah dingin Aldi kini memancarkan emosi dan kebencian yang sangat dalam, kedua matanya bahkan sudah memerah. Luna yang berada di belakang Mama Reno berusaha menenangkan Aldi sembari membantu mertuanya untuk kembali berdiri.

“Setelah ibu saya, sekarang anda mau membunuh wanita lain? Hanya demi reputasi anak hina itu, anda meminta Luna mati perlahan-lahan!” Aldi menggeram dan mengencangkan cengkraman tangannya. Sementara Papa Reno masih berusaha menghentikan Aldi. Air mata mulai membasahi wajah pria yang selalu tampil dengan penuh wibawa itu.

“Sayang, aku sudah berulang kali bilang, jangan membawa anak ini kembali! Dia hanya akan menyusahkan kita,” ucap Mama Reno sembari menatap wajah Aldi dengan tatapan tajam.

DUG!

Aldi mendaratkan tinjunya keras-keras ke arah bed Luna. Tatapan matanya tertuju pada wanita dengan rambut disanggul di hadapannya. “Jangan pernah menyebut saya sebagai anak! Orang tua saya hanya ibu saya!” Aldi menggertakkan bibinya dan menatap papa Reno yang mendadak terdiam. Manik hitamnya memancarkan kesedihan yang luar biasa.

“Setelah mengetahui perbuatan anak anda, saya tidak akan membiarkan Luna menjadi korban berikutnya,” ucap Aldi dengan penuh penekanan.

“Maaf pak, apa ada yang terjadi?” Seorang perawat pria mendekati bed Luna dan menatap keempat orang yang berada di sekitarnya dengan tatapan bingung. Papa hanya menggelengkan kepala dan berulang kali meminta maaf karena sudah membuat keributan.

“Sudah, kasihan Luna malah terganggu. Lebih baik kita pulang saja, ma,” ucap Papa Reno tanpa menoleh pada Aldi.

Mama Reno menepuk pelan pundak Aldi sebelum berakhir mencengkramnya dengan cukup kencang. “Setidaknya, berkacalah sebelum bicara! Jangan hanya bermulut besar tetapi sebenarnya lemah, sama saja dengan ibumu! Lebih baik kamu segera pergi dan jangan mengacaukan rumah tangga anak saya! Kamu tahu saya tidak akan pernah ragu menghancurkanmu seperti saya menghancurkan ibumu,” ucapnya sembari melangkah pergi.

“Saya yang akan menghancurkan anda, bukan sebaliknya,” jawab Aldi sebagai balasan atas ancaman yang baru saja dikatakan oleh Mama Reno.

‘Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa semua orang terlihat saling membenci dan terluka?’ Luna hanya menatap ketiga orang di dekatnya dengan wajah bingung. Pungggung mama Reno terlihat semakin menjauh, tetapi Aldi dan Papa Reno masih berada di tempatnya dengan ekspresi yang menyimpan banyak emosi.

“Silakan susul istri anda, pak. Biar saya yang akan mengantar Bu Luna pulang. Jangan khawatir, saya tidak akan meninggalkannya sendiri,” ucap Aldi tanpa menoleh pada papa Reno yang hanya terdiam dan menundukkan kepala.

“Bu Luna, maaf atas keributan yang baru saja terjadi. Saya bersalah karena tidak bisa menahan diri,,” ucap Aldi sembari menempati kursinya kembali. Luna hanya terdiam mendengar ucapan Aldi. Dibandingkan permintaan maaf, Luna lebih membutuhkan penjelasan dari Aldi tentang apa yang sebenarnya terjadi.

“Kamu benar-benar tidak bisa memaafkan papa, Aldi? Apa papa harus bersujud di kaki kamu demi mendapat pengampunan?” Suara papa Reno yang terdengar parau sontak membuat Luna menoleh. Dia tidak salah dengar kan? Pria bertumbuh tinggi besar itu bahkan meneteskan air mata saat meminta maaf pada Aldi?

Aldi hanya menatap tubuh papa Reno yang bergetar dan tangannya yang sejak tadi sibuk mengusap air mata.

“Bu Luna, silakan lanjutkan istirahatnya, tidak usah pedulikan saya,” ujar Aldi sembari membuka ponselnya. Pria berambut ikal itu berlagak seolah-olah tidak mendengar pertanyaan papa Reno.

Suara nada dering terdengar dari arah papa Reno. Ponsel hitamnya yang berada di kantung kemeja tampak menyala, tetapi sang empunya masih sibuk mengusap air matanya dan menatap Aldi yang fokus pada ponsel miliknya.

“Luna, papa pergi dulu. Maaf ya soal keributan hari ini. Dan jangan terlalu memikirkan ucapan mama, pikirkan saja dirimu agar segera pulih.” Papa Reno melambaikan tangan pelan dan menatap Aldi sekali lagi. Kali ini tatapannya terasa sangat dalam dan penuh makna, sementara pria yang ditatap sama sekali tidak terganggu dan tidak berminat untuk sekadar menoleh sejenak.

Luna hanya tersenyum kecil dan melambaikan tangan pada papa Reno yang berjalan menjauh. Pria berkacamata itu akhirnya menyerah dan meninggalkan Aldi tanpa mengucapkan sepatah kata.

“Bu Luna pasti punya banyak pertanyaan saat ini.” Aldi mengalihkan perhatiannya dan menatap Luna begitu langkah kaki papa Reno tidak lagi terdengar.

Luna menatap Aldi dalam-dalam dan mengangguk pelan. “Yah, itu benar. Saya memang punya banyak pertanyaan karena keributan singkat tadi. Tetapi, saya tidak akan menanyakan apapun sekarang, karena saya mengerti pikiran dan perasaan Pak Aldi pasti sudah berkecamuk,” ucap Luna lembut.

“Melihat Pak Aldi sekarang, saya yakin Pak Aldi sudah melalui banyak hal sampai menjadi sangat berani. Saya jadi paham betul kenapa Pak Aldi memberikan penawaran seperti itu. Terima kasih karena sudah berniat melindungi saya dengan tulus.” Sebuah senyum manis ditunjukkan oleh wanita dengan blouse coklat itu. Setelah mendengar perkataan Aldi pada mertuanya tadi, Luna jadi semakin yakin kalau pria di depannya sama sekali tidak memiliki niat buruk. Aldi hanya ingin melindunginya dan memastikan dirinya aman.

“Mulai sekarang, saya akan usahakan untuk selalu berada di dekat Pak Aldi,” ujar Luna dengan ekspresi wajah meyakinkan.

“Bu Luna tidak takut? Setelah apa yang sudah saya lakukan kepada mertua ibu?” Aldi menatap wanita di depannya dengan ekspresi ragu.

Luna menggeleng pelan. “Tidak, karena saya tahu Pak Aldi pasti punya alasan. Dan sejak awal, Pak Aldi terlihat jauh lebih tulus daripada mama,” jawab Luna sembari tersenyum kecil.

Aldi membalas senyum Luna dengan tulus. Pria itu merasa sedikit lega karena mulai berhasil menarik perhatian Luna. Dengan begitu, keinginannya untuk bisa terus melindungi Luna bisa dia wujudkan dengan lebih mudah.

“Ah, infus saya sudah mau habis saja, padahal saya masih belum mau pulang,” celetuk Luna sembari membenarkan posisi selimutnya.

“Kalau begitu kita tidak usah langsung pulang. Saya bisa mengajak Bu Luna pergi ke suatu tempat, yah, meskipun saya tidak yakin Bu Luna akan menyukainya atau tidak. Tetapi tenang saja, saya jamin tempat ini aman! Saya tidak akan membuat Bu Luna celaka ataupun tidak nyaman,” ujar Aldi dengan nada bersemangat.

Berbeda dengan beberapa saat lalu, Aldi tampak dipenuhi emosi positif ketika mengajak Luna pergi ke tempat rahasianya. Hal ini membuat Luna semakin yakin ada banyak hal yang sudah terjadi dan Aldi sembunyikan sehingga dirinya bisa menjadi sosok yang dingin dan tegas.

Luna tertawa pelan sebelum menyahut, “Saya sudah mengatakan akan selalu berada di dekat Pak Aldi, ‘kan?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status