Siapa yang menyangka bahwa seorang aktor tampan yang dikenal sangat lembut dan penyayang ternyata pelaku KDRT? Itulah yang dirasakan oleh Luna, istri dari Reno, seorang aktor muda yang digandrungi banyak penggemar wanita. Demi kelangsungan karir sang Suami, Luna terpaksa menutupi semua sikap kasar Reno selama bertahun-tahun. Hingga suatu hari, Aldi, presdir agensi tempat Reno bernaung memergoki perlakuan kasar yang dilakukan oleh artisnya. Hal ini mengingatkan Aldi pada luka masa lalu yang membuatnya bertekad untuk membantu Luna. Niat baik Aldi justru membawanya masuk terlalu dalam pada urusan rumah tangga Luna dan Reno, serta menumbuhkan benih asmara di antara dirinya dan Luna. Rahasia masa lalu antara Aldi dan Reno yang terkuak membuat keadaan di antara mereka semakin rumit. Luna dihadapkan pada dua pilihan berat dalam kehidupannya. Akankah dia bertahan di sisi Reno yang sudah menjadi teman hidupnya selama beberapa tahun terakhir? Atau malah memilih untuk bersama Aldi yang memberinya banyak kebahagiaan dibanding Reno?
View MoreWARNING! Bab ini mengandung adegan kekerasan!
BRAK!
Hentakan pintu yang terdengar cukup keras membuat wanita berambut sebahu yang setengah terlelap itu membelalakkan mata. Manik hitamnya menangkap wajah tampan yang tampak dipenuhi emosi mendekat ke arahnya.
“Aku tidak percaya kamu masih bisa tidur dengan nyaman padahal suamimu baru saja dihina habis-habisan di depan banyak orang, Luna,” ujar pria tampan yang tengah menyeringai tajam itu dengan suara sepelan mungkin.
Luna segera mengeratkan jaket hitamnya begitu menyadari apa yang akan terjadi pada dirinya. “Maaf Mas Reno, aku tidak mengerti maksud mas,” jawab Luna dengan nada memelas.
PLAK!
Benar saja, sebuah tamparan keras mengenai wajah cantiknya. Luna menatap pria di depannya dengan ekspresi linglung. Kesadarannya bahkan belum benar-benar pulih, tetapi Reno sudah melampiaskan emosi kepadanya.
“Biar kuberitahu apa yang baru saja terjadi. Aktor pendatang baru itu menghinaku dengan mengatakan di depan semua orang kalau bukan karena ayahmu yang seorang sutradara, aku tidak akan menjadi aktor terkenal seperti sekarang.” Reno menarik rambut Luna dan meletakkan bibirnya sedekat mungkin dengan telinga istrinya.
“Kamu dan ayahmu pasti sudah tahu tabiat buruk aktor bau kencur itu ‘kan? Tetapi kalian tetap menjadikannya lawan mainku. Apa ada alasan lain selain kalian memang sengaja ingin mempermalukanku?” tanya Reno sembari berbisik tepat di telinga Luna.
Luna menggeleng pelan. Sebelah tangannya mengelus pelan pipinya yang memerah dan terasa sangat linu. “Maaf mas, aku yakin ayah tidak memiliki niat seperti itu. Ayah pasti tidak menyangka semua itu akan terjadi. Mana mungkin ayah berniat menghina menantunya sendiri,” bantah Luna dengan suara bergetar.
Meskipun kejadian seperti ini bukan hal baru baginya, tetapi Luna tidak pernah terbiasa menerima perlakuan kasar dari Reno. Pria yang sudah menjadi suaminya selama beberapa tahun belakangan memang seringkali menjadikannya tempat pelampiasan ketika emosinya sedang memuncak.
“Mana mungkin ayah berniat menghina menantunya.” Reno menirukan kalimat Luna dengan nada mengejek. Pria itu bahkan tertawa cukup keras setelah mengatakannya.
“Apa aku harus menegur ayahmu juga, Luna? Hm? Bagaimana menurutmu? Haruskah aku melakukan hal yang sama padanya?” tanya Reno sembari mencengkram dagu istrinya dengan kuat, membuat Luna hanya bisa mengerang kesakitan.
“Berhentilah mengerang seperti itu, aku tidak akan ragu menghancurkan kamu dan ayahmu kalau sampai ada orang lain yang mendengar keributan ini,” ancam Reno tepat di telinga Luna.
DUK!
Sebuah tendangan dilayangkan Reno di kaki sebelah kanan Luna tepat setelah dia melepaskan cengkramannya dengan sangat cepat. Luna yang tidak siap akan gerakan mendadak Reno sontak terhuyung dan terjatuh.
Luna hanya meringis pelan demi menahan rasa sakit yang segera merasuki tubuhnya. Tetesan air mata mengalir begitu saja dari manik hitamnya.
“Ma-af, mas. Aku benar-benar minta maaf. Setelah ini, aku akan bicara dengan ayah dan memastikan hal seperti ini tidak akan terulang lagi,” ucap Luna dengan suara bergetar. Wanita itu menangkupkan kedua tangannya dan bersimpuh di hadapan Reno.
‘Kenapa kamu tega sekali, mas? Kenapa kamu tidak bisa memperlakukanku dengan baik?’ batin Luna sembari menatap wajah suaminya dengan tatapan nanar. Semua orang mengenal pria di depannya sebagai seorang aktor besar dengan sifat lembut dan sangat penyayang, terutama kepada Luna sebagai istrinya. Namun, sosok Reno yang saat ini menarik tangannya berbeda jauh dengan apa yang selama ini ditampilkan di layar kaca.
“Ah, aku benar-benar kesal, Luna. Apa yang harus aku lakukan untuk meredakan emosiku?” tanya Reno sembari memaksa Luna berdiri. Meskipun kali ini gerakannya lebih pelan, tetapi tubuh Luna yang sudah terlanjur lemas kembali terjatuh.
“Kamu tahu apa yang selalu aku dengar tentangmu?” Reno sedikit meninggikan nada suaranya, memberi isyarat pada wanita itu untuk menatap dirinya.
“Orang-orang selalu bilang kalau aku beruntung karena memilikimu sebagai istriku. Kamu adalah istri yang sangat pengertian, baik, setia, sabar.” Reno menghentikan ucapannya sejenak dan menatap wajah Luna yang kini dipenuhi luka.
“Yah, mereka tidak sepenuhnya salah. Meskipun aku terpaksa menikahimu karena utang budi papa terhadap ayahmu, nyatanya kamu tidak terlalu mengecewakan. Kamu benar-benar bisa menenangkanku setiap kali aku emosi.” Sebuah seringai menyeramkan kembali muncul di wajah Reno.
Luna yang melihat itu berusaha menjauh, tetapi tubuhnya yang terlalu lemah dan dipenuhi rasa sakit seolah menolak. Wanita itu hanya menggeleng pelan sembari menangkupkan kedua tangannya.
“Apa sebenarnya salahku, mas? Sudah bertahun-tahun kamu memperlakukanku seperti ini dan aku selalu diam! Aku tidak pernah membuka mulutku di depan media! Tidak bisakah sekali saja kamu menghargai aku dan keluargaku?” Nada suara wanita itu bergetar hebat. Meskipun Luna tahu perkataannya bisa membuat amarah Reno semakin memuncak, tetapi dia juga tidak tahan terus menerus diperlakukan seperti itu oleh suaminya sendiri.
“Kesalahanmu? Ah, apa perlu aku sebutkan kesalahanmu secara keseluruhan? Singkatnya, kesalahan terbesarmu adalah menerima pernikahan ini,” Reno menunjuk Luna dengan mata melebar. Nada bicara pria itu juga semakin tinggi. Sepertinya Reno sudah lupa dengan kekhawatirannya kalau sampai ada orang lain yang mendengar keributan mereka.
Luna menundukkan kepala dan membiarkan butiran air mata terus membasahi pipinya. Kalau saja saat itu Reno sudah menunjukkan sikap kasarnya sekali saja, Luna tentu akan menolak pernikahan ini. Tetapi saat itu, dalam setiap pertemuan sebelum mereka menikah, Reno selalu menatapnya dengan penuh cinta. Pria itu datang ke dalam hidupnya dan berlagak seolah hendak memberikan kehidupan baru yang penuh keindahan.
“Kalau saja aku tahu semuanya akan menjadi seperti ini, aku pasti akan menolaknya, mas,” gumam Luna sangat pelan. Untuk yang satu itu, Luna juga setuju dengan Reno. Kesalahan terbesarnya adalah membiarkan pernikahan ini terjadi.
“Kamu harus mengingat hari ini dengan sangat baik, Luna. Beritahu ayahmu untuk menjadi sutradara yang baik dan lebih pintar dalam memilih lawan main untukku. Kalau sampai ini terjadi lagi, aku tidak bisa menjamin keselamatanmu,” ucap Reno sama sekali tidak mempedulikan gumaman Luna.
Luna hanya mengangguk pelan mendengar ancaman suaminya. Seperti yang dikatakan Reno, Luna tidak pernah lupa hari-hari di mana Reno menyakitinya, bahkan untuk alasan sepele seperti lawan mainnya yang terlambat datang dan membuat mood Reno menjadi buruk.
Reno menundukkan tubuhnya dan menyentuh wajah Luna perlahan. Sebelah tangannya mengusap pelan darah yang mengalir dari ujung bibir sang istri.
Tok. Tok.
Suara ketukan pintu membuat Reno segera berdiri dan memberi isyarat pada Luna untuk bersembunyi. Dengan sisa tenaganya, Luna berusaha meraih ujung meja dan bersembunyi di pojok ruangan. Sementara Reno mengusap darah Luna yang berada di ujung jarinya dengan tisu dan tersenyum lebar sembari membuka pintu kayu di depannya.
“Selamat siang, Pak Reno.” Seorang pria dengan rambut ikal yang tampak tidak asing berdiri di depannya. Sebuah senyum kecil terlihat di wajahnya.
Reno mematung sejenak begitu menyadari siapa yang ada di depannya. “Sebentar, apa aku tidak salah lihat?” Reno mengucek matanya pelan dan tertawa kencang.
“Wah, lihat siapa yang ada di depanku! Ada apa? Apa kamu perlu bantuanku? Bagaimana rasanya hidup di jalanan?” tanya Reno sembari melanjutkan tawanya.
Pria dengan wajah dingin di depannya sama sekali tidak bergeming setelah mendengar rentetan pertanyaan Reno. “Maaf, saya hanya memastikan kalau tidak ada masalah yang terjadi di sini,” ujarnya pelan. Tatapan matanya mengarah pada ponsel hitam yang berada di genggamannya, seolah memberikan ancaman secara tidak langsung pada Reno.
Reno mendecih pelan dan segera menarik kerah kemeja hitam yang dikenakan pria itu dan membawanya menjauh dari ruang tunggu. “Kamu berniat mengancamku, hah? Sebegitu sulitkah hidupmu sampai harus melakukan hal sehina ini?” tanya Reno setengah berbisik.
“Setidaknya balaslah sapaanku dulu. Sifat aroganmu memang tidak akan pernah berubah.” Pria berambut ikal itu melepaskan cengkraman tangan Reno dan tersenyum kecil.
“Katakan, apa yang membawamu ke sini, Kak Aldi?” tanya Reno dengan seringai mengerikan di wajahnya. Tubuh kekarnya mendorong Aldi merapat pada tembok di belakang mereka.
Luna menatap layar ponselnya sembari memasukkan segenggam kacang goreng ke dalam mulutnya. “Perselingkuhan Aktor Terkenal Reno dengan Aktris Pendatang Baru.” Luna membaca judul berita di layar kecil itu dengan nada datar. Tidak ada lagi rasa sedih ataupun kecewa dari sorot matanya, seolah-olah Luna sudah sangat terbiasa dengan berita perselingkuhan itu.Bi Imah yang tengah menyiapkan sarapan mendekat dan membaca berita yang sama dari ponsel Luna. “Jadi mereka tertangkap kamera lagi ya? Apa Pak Reno sengaja melakukan ini?” tanya Bi Imah dengan raut penasaran.Luna menoleh heran demi mendengar pertanyaan asisten rumah tangganya. “Kenapa Mas Reno harus melakukan itu, bi? Memang apa untungnya? Bukankah seharusnya berita seperti ini malah bisa merugikan Mas Reno ya?” Luna justru balas bertanya dengan raut bingung.Wanita paruh baya yang mengenakan celemek kuning itu mengambil kursi di depan Luna dan menghela napas panjang. “Mungkin saja ‘kan Pak Reno sedang tes ombak? Karena kemarin Bu Lun
Reno menatap rumah besar di depannya dengan wajah kesal. Setelah insiden di jalan tadi, dia memutuskan untuk mengemudikan mobil dan mengantar Maria dan Angga pulang lebih dulu. Entah apa yang ada di pikiran manajernya itu sampai-sampai tidak fokus dalam mengemudi dan hampir membahayakan mereka semua.“Luna, semua ini karena kamu! Seandainya sejak awal kamu mendengarku dan mengabaikan Aldi, pasti kehidupanku akan baik-baik saja! Aku dekat dengan Maria juga ‘kan karena kamu yang mulai cari gara-gara dan merepotkanku terus,” geram Reno sambil memukul setir di depannya.“Sebenarnya di mana kamu bersembunyi, Luna? Mungkinkah kamu kembali ke rumah?” tanya Reno pada dirinya sendiri. Upayanya mendatangi kontrakan Luna setelah tayangan klarifikasi itu tidak membuahkan hasil. Meskipun sudah menunggu di depan rumah petak itu sejak siang hingga malam hari, Reno sama sekali tidak melihat Luna. Sepertinya Luna sudah tahu keberadaannya dan berhasil melarikan diri lebih dulu. Tetapi ke mana wanita it
Reno menghentakkan kakinya kencang-kencang setelah menutup pintu coklat di belakangnya. Dia benar-benar tidak menyangka akan mendapatkan reaksi sinis seperti itu dari salah satu direktur yang biasanya selalu memujanya. Ditambah lagi, sikap sinis itu dia dapatkan tepat di depan Aldi, musuh terbesarnya saat ini."Siapa yang akan menangis katamu? Tentu saja itu adalah kamu, Aldi! Dasar tidak tahu diri!" geram Reno sambil meninju tangannya ke sembarang arah dan berjalan menuju lift di ujung koridor. Berita-berita tentang kekerasan yang dia lakukan pada Luna sudah tersebar luas di berbagai media. Tidak seperti biasanya, manajernya, Angga bahkan mengatakan bahwa dia belum mendapat berita apapun dari agensi mereka tentang upaya membersihkan namanya. Hal itu jelas membuat Reno semakin pusing, ditambah dengan sikap direktur yang tadi dia temui. Mungkinkah saat ini dia tengah dikucilkan? "Kenapa jadi aku yang harus dikucilkan? Padahal Aldi dan Luna yang bersalah. Kalau saja Aldi tidak datang
Brak!Aldi mengangkat kepalanya karena suara pintu kantornya yang mendadak dibuka dengan kencang. Lebih tepatnya, seseorang yang tampak sangat marah membantingnya dan kini menatap lurus pada dirinya.“Setidaknya tunjukkan rasa sopan ketika memasuki tempat orang la—”Grab!Belum sempat Aldi menyelesaikan ucapannya, sebuah tangan kekar telah mencapai dirinya dan kini mencengkram kerah kemeja hitam yang dia kenakan.“Kurang ajar! Katakan di mana Luna sekarang!” ucap Reno dengan mata memerah. Gigi putihnya bahkan bergetar karena menahan emosi.Aldi menatap pria di depannya dengan dingin. Siapa sangka pagi harinya akan dibuka dengan kemarahan Reno yang mendadak datang di kantornya yang sangat tenang.“Setidaknya tunjukkan rasa sopan ketika memasuki tempat orang lain.” Bukannya menjawab perkataan Reno, pria dengan rambut ikal yang kini dikuncir kecil itu justru mengulangi ucapannya sendiri.B
"Saya merasa senang mendengarnya pak. Semoga semua berjalan sesuai rencana, sehingga posisi bapak di agensi itu tidak akan goyah."Luna yang bermaksud mengambilkan air minum dan beberapa snack untuk Bi Imah menghentikan langkahnya tepat di dinding pembatas dapur ketika mendengar suara berat milik Bara. Sebuah nama segera melintas dalam pikiran Luna ketika mendengar kata-kata 'posisi' dan 'agensi'. "Mas Aldi? Mungkinkah Bara bicara dengan Mas Aldi?" tanya Luna pada dirinya sendiri. Seolah tersihir, kedua kakinya bergerak mendekat dan berniat mencuri dengar pembicaraan Bara dan temannya itu. "Baik, pak. Saya mengerti. Saya akan melakukan semua yang bapak minta," ujar Bara dengan mantap. Luna terdiam di sisi lain dapur dan berusaha menahan napas agar Bara tidak merasa terganggu dengan keberadaannya. Sesekali, wanita muda itu mengintip ke dapur dan mendapati Bara yang tengah duduk di meja makan. Mangkuk bakso miliknya yang masih tersisa separuh sama sekali tidak memalingkan perhatian L
Ting Tong! Bara menghentikan Luna dengan tangannya dan beranjak lebih dulu mendekati pintu utama dengan aksen garis putih itu. Sementara di belakangnya, Luna mengekor dengan tatapan curiga. Hampir saja dirinya terlarut dalam rasa penasaran yang mungkin saja menyeretnya dalam bahaya. Bara membuka sedikit ujung gorden demi mengecek siapa yang berada di balik pintu. "Iya, pak. Beliau sudah datang," ujarnya pelan pada lawan bicara di telepon.Luna yang berada tepat di belakangnya menghela napas lega. Artinya, orang yang berada di belakang pintu bukanlah ancaman bagi mereka.Wanita yang mengenakan dress bunga itu mengernyit kecil ketika Bara membisikkan sesuatu melalui telepon. Rasa penasaran tentang siapa yang diajak bicara oleh pria itu mendadak mencuat. Melihat bagaimana Bara sangat waspada ketika mengangkat telepon, Luna jadi menduga-duga kalau lawan bicara aktor muda itu mungkin saja adalah pemilik rumah mewah ini."Mba, bibi yang akan membantu Mba Luna selama di sini sudah datang."
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments