Selamat membaca❤️
°°“Alhamdulillah, kini kedua mempelai sama-sama sudah hadir di tengah-tengah kita. Jadi bagaimana, Mas Arka dan Mba Dahayu? Begitu juga dengan para saksi yang sudah hadir di dalam acara ini, apakah acara sudah bisa untuk dimulai?”Seorang lelaki yang saat itu sedang menggunakan setelan jas lengkap dengan sepatu pantofel berwarna hitam pun mencoba untuk memulai acara ketika Arka dan Dahayu sudah sama-sama siap pada posisi mereka, dan tentunya pertanyaan itu sendiri juga langsung dijawab dengan sangat baik, yang mana mereka semua sama-sama langsung menganggukan kepala dan mengucap kata siap secara bersamaan.Dan tanpa mau untuk membuang-buang waktu lagi, acara itu pun dimulai, diawali dengan sesi sambutan dari keluarga calon mempelai pria dan wanita, pun disambung dengan inti acara yang sangat ditunggu, yaitu sesi pengucapan ijab kabul.“Bagaimana? Sudah siap untuk pengucapan ijab kabul ya, Mas Arka? Tenang saja, tidak perlu takut seperti itu karena inshaAllah semua akan berjalan dengan baik dan lancar.”“Iya, saya sudah siap, Pak penghulu.”“Baik, kalau begitu bisa langsung kita mulai ya.”Arka, Dahayu, beserta para saksi yang sudah hadir pun kembali menganggukan kepala dan mengucap kata siap secara bersamaan, dan sesi pengucapan ijab kabul itu pun dimulai, yang mana Arka sendiri juga langsung mengulurkan tangan kanannya dan diterima dengan sangat baik oleh Paman Dahayu, mengingat jika saat itu Dahayu sendiri adalah seorang yatim.“Bismillahirrahmanirrahim. Teruntuk ananda Arkatama Maheswara, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan keponakan saya yang bernama Dahayu Ishvara binti Danapati Gautama dengan mas kawin berupa uang sebesar 10.000 dollar Amerika Serikat dibayar tunai.”“Saya terima nikah dan kawinnya Dahayu Ishvara binti Danapati Gautama dengan mas kawin yang tersebut dibayar tunai.”Dengan suara yang sangat lantang dan penuh dengan keyakinan, Arka pun berhasil mengucapkan satu kalimat itu dengan sangat baik dalam satu tarikan nafasnya, lalu kalimat itu sendiri juga langsung disambut oleh Bapak penghulu yang ada.“Bagaimana, para saksi? Sah?”“Sah.”Seketika saja degupan pada jantung Arka yang sedari tadi berpacu dengan begitu cepat kini mulai berangsur normal, nafas dan dadanya yang sedari tadi terasa sesak pun juga sudah mulai stabil. Ya, ia sudah berhasil untuk melewati detik-detik yang begitu menegangkan. Arkatama Maheswara, pria itu sudah berhasil untuk menjadikan Dahayu Ishvara sebagai istrinya.“Alhamdulillah…”Semua orang yang berada di dalam aula itu pun mengucap kata syukur sembari mengusap kedua tangan mereka pada wajah secara bersamaan, tak lupa mereka juga menampilkan senyum sebagai suatu bentuk atau tanda kebahagiaan atas apa yang sudah berhasil dilalui oleh Arka, walau tak sedikit dari mereka juga ada yang menangis karena merasa terharu.“Alhamdulillah, selamat kepada Mas Arka dan Mba Dahayu karena sekarang kalian sudah resmi untuk menjadi sepasang suami istri.”Arka dan Dahayu yang mendengar itu pun langsung saling bertatap mata, keduanya sama-sama melempar senyum kebahagiaan dan berharap agar pernikahan mereka akan selalu diselimuti oleh keberkahan dan kebahagiaan hingga tua nanti.“Ya, aku akan berusaha untuk hal itu, demi Ibu, demi untuk Mas Arka — suamiku.”Setelah sudah selesai melakukan sesi ijab kabul, mereka semua yang ada di sana termasuk para tamu yang sudah hadir pun langsung melakukan doa bersama, setelah itu disambung dengan sesi serah terima mahar sebelum pada akhirnya diisi dengan sesi sungkeman.“Ibu, Dahayu sudah menikah. Dahayu sudah resmi menjadi seorang istri, Bu.” Dahayu memejamkan kedua matanya dengan rapat dengan harap agar air matanya itu tak lagi keluar, namun nihil nyatanyaYa, saat sedang berlutut di kaki Sang Ibu, air mata Dahayu benar-benar terjun dengan begitu deras. Rasa emosi yang ada di dalam dirinya benar-benar sudah tak mampu untuk ia bendung lagi. Sungguh, rasa senang, sedih, bahkan takut, semua itu sudah bercampur menjadi satu dengan sangat baik."Iya, Nak. Nasihat dan harapan Ibu untuk kamu hanya satu, tolong patuhi suami kamu, ya? Turuti saja semua perintah dan permintaannya, jangan pernah sekali pun kamu coba untuk membantah, terkecuali jika apa yang dia pinta sudah berada di luar batas. Tolong ingat itu baik-baik ya," tutur Inka sembari mengusap punggung DahayuDan Dahayu pun menganggukan kepalanya, sebelum pada akhirnya ia melempar arah tatapnya pada Sang Ibu, "Salah tidak ya jika Dahayu merindukan Bapak? Dahayu rindu sekali dengan Bapak, Bu. Bapak pasti sudah bahagia ya di surga sana? Bapak pasti bahagia sekali saat melihat anak semata wayangnya ini sudah menikah. Iya, kan?" tanyanya"Iya, kamu benar. Bapak sudah bahagia di surga sana," saut Inka sembari menghapus air mata Dahayu, "Bapak bahagia sekali saat tahu kalau anak semata wayangnya yang cantik ini sudah menikah, terlebih lagi menikah dengan sosok lelaki yang sangat baik hati dan bertanggungjawab. Lelaki yang bisa menjaga anaknya dengan baik," lanjutnyaDahayu kembali tersenyum, lalu ia menghapus air matanya dan merubah posisinya menjadi berdiri karena ia akan berganti posisi dengan Arka. Namun, saat Dahayu baru saja ingin kembali berlutut, tiba-tiba saja..."Dahayu! Ada dimana hati kamu? Jadi kamu benar-benar menikah dengan lelaki itu dan meninggalkan aku begitu saja? Iya? Tega sekali kamu! Apa kamu tidak memikirkan bagaimana perasaanku?"Seketika saja suasana haru yang sedang menyelimuti acara itu langsung berubah dalam satu kedipan mata — menjadi ricuh dan tidak kondusif lagi setelah kedatangan sosok lelaki yang sangat tidak diharapkan oleh Dahayu, terlebih lagi oleh Inka, yang mana lelaki itu sendiri adalah mantan pacar Dahayu yang bernama Bimantara Auriga, sosok lelaki yang sama sekali sudah tidak memiliki hubungan apa pun dengan Dahayu.“Tunggu, bukankah itu adalah lelaki yang tempo hari datang ke rumah Bu Inka dan membuat keributan? Siapa sebenarnya lelaki itu?”“Hey, apa kamu tidak tahu? Lelaki itu adalah mantan pacar Dahayu, mereka tidak bisa menikah karena Bu Inka tidak mengizinkannya dan justru menjodohkan Dahayu dengan Arka.”“Mungkinkah Bu Inka hanya melihat Arka dari hartanya saja? Karena beberapa kali saya melihat Arka datang ke rumahnya dengan menggunakan mobil, sementara lelaki itu hanya menggunakan motor.”Sekiranya seperti itulah percakapan dari beberapa tamu yang sudah hadir ke dalam acara pernikahan Arka dan Dahayu, yang mana mereka sendiri juga merupakan tetangga dekat yang tinggal di sekitaran rumah Dahayu. Ya, mereka membicarakan Dahayu dan Inka dengan begitu asal, bahkan tanpa mengetahui apa yang sebenarnya sudah terjadi.“Dahayu, tega sekali ya kamu! Ada dimana hati kamu? Bagaimana bisa kamu pergi meninggalkanku begitu saja dan justru lebih memilih lelaki itu? Lelaki yang baru saja kamu kenal. Apa kamu tidak takut kalau nyatanya lelaki itu memiliki niat buruk pada kamu dan Mama kamu?" ucap lelaki bernama Bima itu“Hey, tolong jaga ucapan kamu!” bentak seorang lelaki paruh baya yang berada tepat di depannya, “Jangan pernah kamu menghina atau menuduh anak saya! Dia tidak seperti itu, dia lelaki baik!” lanjutnya“Pa, tenang. Papa tidak perlu emosi seperti itu,” ucap Arka dengan lembut sembari mengusap punggung lelaki paruh baya yang nyatanya adalah Sang Papa, “Biarkan ini semua menjadi urusan Arka.”“Bagaimana bisa Papa diam saja saat anak Papa dihina seperti itu?”“Iya, Arka mengerti, Pa. Tetapi Arka mohon kepada Papa untuk tidak—”“Dahayu, ada aku di sini yang nyatanya lebih mencintai dan menyayangi kamu. Bukan dia!”Belum sempat bagi Arka untuk mengakhiri kalimat ucapannya, tiba-tiba saja sudah ada Bima yang lebih dulu memotongnya, bahkan lelaki itu juga mulai berani untuk mendekatkan dirinya pada Dahayu dan meraih kedua tangan gadis itu, berharap jika hatinya akan luluh dan mau untuk kembali.“Dahayu, aku mohon. Tolong jangan tinggalkan—”“Mas Bima, cukup! Tolong jangan ganggu dan kacaukan hari bahagia aku dan Mas Arka, jangan hancurkan hari bahagia kami!”--- bersambung.Selamat membaca❤️ °° “Aku dan Jeenara pamit ya, Mas. Terima kasih karena sudah mengantar kami. Oh, iya. Tolong titipkan salamku pada Bu Liana ya, sampaikan juga permintaan maafku padanya—” “Mama sudah tidak ada, Yu. Mama sudah meninggal sejak 5 tahun yang lalu karena jatuh di kamar mandi, dia terpeleset. Dokter berkata kalau Mama mengalami serangan jantung.”Lagi, Dahayu kembali dikejutkan dengan pernyataan Arka, ia benar-benar tak menyangka jikalau ternyata wanita paruh baya yang selalu membencinya itu kini sudah tiada.“Innalillahi, ya Allah. Turut berduka cita ya, Mas. Maaf, a-aku tidak tahu tentang hal itu,” ucap Dahayu“Tidak perlu minta maaf, tidak apa-apa, karena itu memang bukan hal penting yang harus kamu ketahui. Iya, kan?” balas Arka sembari menundukan kepalanya, “Hm... Oh, iya. Ta-tapi ada satu hal penting yang harus kamu ketahui. Tepat sehari sebelum Mama pergi, dia berkata padaku kalau katanya dia rindu kamu, ingin bertemu dan juga minta maaf. Ingin sekali rasanya dia
Selamat membaca❤️ °° 8 Tahun kemudian… “Sayang, kamu dan Jeenara sudah berangkat belum? Sekali lagi aku minta maaf ya karena tidak bisa jemput kalian, ada meeting mendadak sampai jam 12 siang dengan team. Tapi kalian tenang saja ya, aku akan langsung pergi menyusul ke sana setelah meetingnya selesai. Plaza Indonesia, kan?”(Jeenara, dibaca ; Jinara). “Iya, Mas. Tidak apa-apa. Aku dan Jeenara sudah siap, kami hanya tinggal menunggu taksi onlinenya datang, sepertinya sebentar lagi. Oh, iya, Mas. Anakmu ini bawel sekali, katanya sudah tidak sabar untuk bermain di tempat bermain. Sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Papa juga katanya.” “Aduh, manisnya anak Papa. Ya sudah, kalau begitu sampai bertemu nanti ya. Kabari aku terus, Ma.” “Oke, Papa sayang. Sampai bertemu nanti ya! Jeenara and Mama loves you.” “Papa loves you two too, sayang-sayangnya Papa. Hati-hati di jalan ya, see you.” Sambungan telepon keduanya pun berakhir, dan kebetulan pula taksi online yang ditunggu sudah datan
Selamat membaca❤️ °° “Sekarang aku harus apa? Aku merasa seperti tidak memiliki arah dan tujuan. Aku hilang tanpa tahu ingin pergi kemana.” Hampa, itu yang sekiranya sedang dirasakan oleh Arkatama Maheswara. Baginya, semua telah menghilang — semuanya tak lagi sama, tak ada lagi rasa kasih sayang dan cinta tulus yang menyelimuti hatinya. Melindungi dirinya dari kejamnya kenyataan di dunia.Rumahnya itu kini sudah tiada, tempat ternyaman untuknya pulang dan mengadu itu kini sudah pergi meninggalkannya. Hidupnya kini benar-benar terasa sangat sunyi sepi, bahkan ia merasa jikalau dirinya sudah tak lagi berguna untuk siapa pun — termasuk dirinya sendiri.Rasa bersalah yang ada pun sudah berhasil menghantuinya. Namun, ia bisa apa selain pasrah? Semuanya sudah terjadi. Ingin marah? Tentu saja, ingin sekali. Namun dengan siapa?“Kamu marahi saja dirimu sendiri, Arkatama! Apa kamu tak sadar kalau kamu itu bodoh? Bodoh karena sudah melepas wanita yang begitu sempurna seperti Dahayu. Kamu bod
Selamat membaca❤️ °° “Dahayu benar-benar hamil. Dan pertanyaanku hanya satu, bagaimana nasib hidupnya dengan Sang anak nanti? Tidak mudah kalau mereka hanya harus hidup berdua tanpa ada sosok suami dan juga Ayah yang menemaninya. Wah, lelaki itu memang sangat keterlaluan! Gila dan tidak memiliki hati. Bisa-bisanya dia melakukan hal setega ini pada Dahayu.” Rakyan menghela nafasnya sembari memejamkan mata — untuk mengatur emosi yang saat itu sedang ia rasakan, lalu setelahnya ia menoleh ke belakang, mengarahkan tatapnya ke arah Dahayu yang sedang berbaring di kasur periksa.Lemas, begitulah keadaan Dahayu yang bisa Rakyan lihat.Ya, saat itu Dahayu masih dibiarkan berbaring di atas kasur periksa dengan infus yang tersambung ke tangannya — hal yang memang sengaja dilakukan karena keadaannya saat itu masih lemah, Dokter yang menyuruhnya untuk menjaga kondisi tubuhnya ; agar tidak kembali menurun.“Kandungan Bu Dahayu saat ini sudah memasuki usia enam minggu ya, Pak. Dan alhamdulillah
Selamat membaca❤️ °° “Mas Rakyan, jadi orang yang selalu membersihkan makam Ibu dan menaburkan bunga di atasnya itu kamu?” “Iya, Dahayu. Aku yang melakukannya.” Ya, dia orangnya. Rakyan Pradana.Kalian masih ingat dengan lelaki itu, kan? Jika lupa, sini, biar aku bantu ingatkan kembali.“Terima kasih banyak sebelumnya, Mas. Tetapi saya tidak— Loh? Mas Rakyan? Kamu Rakyan Pradana, kan?”“Iya benar, saya Rakyan. Tunggu, kamu Dahayu ya? Dahayu Ishvara alumni Universitas Indonesia jurusan Sastra, kan?”“I-iya, benar itu aku.”“Wah, kenapa bisa kebetulan begini ya? Setelah sekian lama akhirnya kita bisa bertemu lagi. Omong-omong kamu masih ingat denganku, Yu? Suatu kehormatan besar ini namanya.”“Bisa saja kamu, Mas. Lagi pula ya, sepertinya mustahil kalau aku lupa dengan kamu. Rakyan Pradana. Bayangkan, hanya dengan mendengar namanya saja aku bisa ingat betapa seringnya lelaki itu untuk mencari masalah dengan Pak Yugi karena tidak pernah masuk ke dalam kelasnya. Betul, tidak?”Ya, lel
Selamat membaca❤️ °° “Kamu tidak salah dengar, Mas. Nama lelaki itu Kaivan Daffa, dan dia adalah Kakak sepupuku. Dia yang sudah membantu aku selama beberapa hari terakhir ini, bahkan dia juga yang sudah menolongku dari keterpurukan, menolongku agar aku tetap bangkit dan sembuh dari luka yang cukup membekas. Walau nyatanya tidak mudah, sangat sulit dan menyakitkan hati.” “Dahayu, maaf. A-aku tidak tahu, maaf. Sekarang aku ulangi pertanyaanku, ya? A-apa kamu benar-benar ingin berpisah denganku? A-apa kamu benar-benar ingin bercerai? Tolong fikirkan itu lagi, Yu. Jangan gegabah, kita hanya butuh waktu untuk bicara dan menenangkan hati serta fikiran.” Nyatanya, Arka kepalang malu. Rasa malu itu sudah berhasil menyelimuti dirinya, pun merasa tak enak hati karena sudah menuduh Dahayu — tanpa bukti. Hingga akhirnya ia kembali mengulang apa yang sudah ditanyakan, dengan harap bisa mendapati jawaban yang berbeda. “Dahayu, coba lihat aku. Me-memangnya kamu sudah tidak mencintaiku lagi? Kam