Selamat membaca❤️
°°"Lebih baik kamu pergi, Mas! Pergi dan jangan pernah kamu hadapkan kembali wajahmu di depanku karena hubungan kita sudah berakhir. Semua hal yang terjadi antara aku dan kamu sudah selesai, kita sudah tidak memiliki hubungan apa-apa lagi! Mengerti?"Dahayu mengucapkan kalimat panjang itu dengan suara yang bergetar karena dirinya benar-benar sudah tak mampu untuk menahan rasa malu, terlebih lagi saat itu ia juga sedang mencoba untuk memberanikan diri dalam mengambil keputusan — demi kebahagiaannya dan Sang suami."Tidak bisa, Dahayu. Aku tidak bisa melakukannya!" protes Bima, lalu ia mengeluarkan ponselnya dan menunjukan satu foto ke arah Dahayu, "Lihat ini, apa kamu lupa dengan pernikahan kita? Yang bahkan kita belum pernah bercerai. Jadi, bagaimana bisa kamu menikah lagi seperti ini?"Semua orang di sana yang mendengar ucapan Bima pun langsung membelalakan mata karena merasa tak menyangka dengan apa yang sudah diucapkan oleh lelaki yang sama sekali tidak mereka ketahui asal dan usulnya itu — terkecuali Dahayu dan Inka. Bahkan, tak sedikit dari mereka juga ada yang mengeluarkan ponselnya untuk merekam, ingin memviralkan apa yang sedang terjadi saat itu.“Kalian semua bisa lihat foto ini, kan? Foto ini adalah foto saya dan Dahayu saat kami sedang melakukan pernikahan siri,” ungkap Bima sembari menunjukan layar ponselnya ke semua arah agar orang-orang bisa melihatnya, "Asal kalian tahu, saya dan Dahayu sudah menikah siri sejak dua bulan yang lalu!""Apa maksud semua ini, Dahayu? Ibu tidak mengerti," tanya Inka dengan suara yang melemah karena saat itu dirinya masih merasa terkejut atas sesuatu hal yang baru saja ia lihat dan dengar, "Tolong jelaskan semuanya pada Ibu, Nak."Inka memegangi dadanya yang semakin terasa sakit, dan Dahayu yang melihat itu pun dengan cepat langsung mendekat ke arah Sang Ibu, “Bu, itu semua tidak benar! Mas Bima sudah memfitnah Dahayu, kami berdua tidak pernah menikah.”"Sudahlah, Dahayu. Kenapa kamu masih saja berusaha untuk mengelak? Bahkan di saat aku sudah memiliki bukti yang sangat kuat," saut Bima, "Bukti saat pernikahan kita sedang berlangsung."Deruan nafas Dahayu benar-benar sudah sangat membara, begitu juga dengan api amarahnya — benar-benar sudah merasa kesal atas sikap yang sudah Bima lakukan di hari bahagianya itu. Hingga akhirnya ia memberanikan diri untuk melayangkan satu tamparan di pipi sebelah kiri Bima, walau tak bisa dipungkiri jika nyatanya degupan pada jantungnya juga semakin bepacu dengan cepat."Sudah aku katakan tadi, cukup! Tolong jangan ganggu dan kacaukan hari bahagiaku dan Mas Arka, jangan ganggu aku dan keluargaku lagi!" bentak Dahayu, "Tolong hilangkan juga semua imanjinasi yang ada di dalam fikiranmu. Kita ini tidak pernah menikah, Mas! Apakah kamu belum puas menyakiti dan menghancurkan hidupku?"Bima yang mendengar itu pun langsung terdiam membisu, pria itu hanya berani menatap kedua netra Dahayu dengan tatapan nanar sembari meraih tangan Sang wanita pujaan, namun dengan cepat Dahayu langsung menepisnya.“Lepaskan aku, Mas! Jangan pernah kamu sentuh aku lagi.”“Aku tak tahu apa dan dimana letak kesalahan yang sudah aku perbuat, tetapi tidak seharusnya kamu berbicara seperti itu, Dahayu. Apa kamu tidak ingat dengan apa yang sudah kita lakukan? Bahkan, apakah kamu tidak ingat dengan janin yang ada di dalam perut kamu saat ini?”Lagi-lagi, semua orang yang mendengar pernyataan Bima kembali membelalakan mata — kembali dibuat tak percaya dan tak menyangka, apa benar jika saat itu Dahayu sedang hamil? Apa benar jika saat itu Dahayu sedang mengandung anak dari seorang lelaki bernama Bima? Lantas, bagaimana hubungannya dengan Arka?"Astagfirullah, apa lagi ini? Tolong jelaskan semuanya pada Ibu, Nak.""Dahayu, sayang. Apa yang sebenarnya sudah terjadi? Ayo, jelaskan padaku. Apakah semua hal yang sudah diucapkan oleh lelaki itu adalah benar? Kamu sudah menikah dengan dia dan bahkan saat ini sedang mengandung anaknya?""Dahayu, cepat jelaskan pada saya dan suami saya! Semua pernyataan lelaki itu benar atau tidak? Karena saya sangat tidak rela jika anak saya menikah dengan seorang wanita yang sudah bersuami, bahkan sudah memiliki anak di dalam perutnya!"Dahayu yang mendengar itu pun langsung melempar arah pandangnya pada Inka, Arka, dan juga kedua orang tua Arka secara bergantian, “Bu, Mas, Pa, Ma, itu semua tidak benar, apa yang sudah diucapkan oleh Mas Bima hanyalah sebuah kebohongan. Aku memang pernah memiliki hubungan dengannya, tetapi hubungan itu sudah berakhir sejak dua bulan yang lalu. Aku tidak pernah menikah dengan Mas Bima, apa lagi sampai mengandung anaknya. Jadi tolong percaya padaku,” jelasnyaDengan seluruh kekuatan yang dimiliki, juga dengan seluruh keberanian, Inka langsung saja mendekatkan dirinya pada Bima dan mendorong tubuh lelaki itu agar pergi — menjauh dari keluarganya, "Pergi kamu! Saya lebih percaya dengan ucapan Dahayu dari pada kamu, saya sangat paham betul dengan kepribadian anak saya! Dia tidak akan mungkin melakukan hal bodoh seperti apa yang sudah kamu katakan."“Tetapi saya memiliki foto sebagai bukti yang jelas dan kuat!” saut Bima yang masih saja belum mau mengalah“Sampai kapan pun, saya tidak akan pernah percaya dengan foto itu! Kini zaman sudah semakin canggih, saya sangat yakin kalau foto itu hanya editan saja,” ucap Inka, lalu setelah itu ia berjalan mendekati kedua orang tua Arka, "Bu, Pak, saya yakin kalau foto itu hanya editan. Dan saya sangat yakin kalau apa yang sudah Dahayu katakan adalah benar, dia tidak pernah menikah dengan lelaki itu."Kedua orang tua Arka dan bahkan Arka sendiri yang mendengar dan melihatnya pun hanya bisa terdiam, ketiganya sama-sama tak mengerti dengan situasi yang sedang terjadi saat itu. Haruskah mereka mempercayai Dahayu dan Inka? Atau justru mereka harus mempercayai Bima yang sudah memiliki bukti yang cukup kuat?“Bu, Pak, jangan diam saja, kalian harus mempercayai saya dan Dahayu. Lelaki itu jahat, dia sudah memfitnah Dahayu karena ucapannya sama sekali tidak ada yang benar,” ucap Inka lagi, “Lagi pula, Dahayu tidak akan mau menikah dengan dia!” lanjutnya sembari menunjuk Bima“Bukan Dahayu yang tidak mau menikah dengan saya, tetapi karena Ibunya sendiri yang tidak pernah mau untuk merestui hubungan kami karena saya hanya seorang pegawai biasa, tidak seperti Arka yang merupakan seorang pengusaha sukses!” jelas Bima, “Saya tahu apa alasan Bu Inka melakukan hal itu, karena yang dia lihat selama ini hanya harta saja. Bukan begitu, Ibu Inka Athalia?” lanjutnyaSemua orang di sana kembali saling bertatap sembari mencerna tiap-tiap kata yang sudah Bima lontarkan dengan sangat tegas dan jelas itu. Apakah mungkin jika Inka benar-benar menjual Dahyu kepada Arka? Apakah mungkin jika Inka hanya memanfaatkan Dahayu demi untuk mencapai kekayaan milik Arka dan keluarganya?“Kalau kalian tidak percaya dengan foto ini, tidak apa-apa. Tetapi, apakah kalian ingat saat saya membawa Dahayu untuk pergi dari rumah?”Flashback OnSuatu pagi di hari Sabtu, ada Dahayu yang sedang berada di halaman depan rumahnya sembari memegang selang air dan mengarahkannya ke tanaman milik Sang Ibu. Seperti di pagi-pagi biasanya, ia selalu saja menyempatkan waktunya untuk melakukan hal itu, sekedar hanya untuk memberikan kesempatan pada tanaman-tanaman itu untuk tetap hidup dan menikmati betapa indahnya dunia yang sudah dirancang dengan baik oleh Sang pemilik.“Nak, manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna, walau nyatanya kesempurnaan itu sendiri hanya ada pada-Nya. Ingat, kita itu harus saling membantu, dengan siapa pun itu, baik dengan manusia, maupun dengan hewan dan atau tumbuhan sekali pun.”Begitulah sekiranya satu dari beberapa nasihat baik yang dapat melekat di dalam ingatan Dahayu, ia selalu ingat dan menerapkan tiap-tiap nasihat itu di dalam kehidupannya sejak kecil, nasihat yang sudah ia dapat dan dipesankan oleh almarhum Bapaknya, Bapak Danapati.--- bersambung.Selamat membaca❤️ °° “Aku dan Jeenara pamit ya, Mas. Terima kasih karena sudah mengantar kami. Oh, iya. Tolong titipkan salamku pada Bu Liana ya, sampaikan juga permintaan maafku padanya—” “Mama sudah tidak ada, Yu. Mama sudah meninggal sejak 5 tahun yang lalu karena jatuh di kamar mandi, dia terpeleset. Dokter berkata kalau Mama mengalami serangan jantung.”Lagi, Dahayu kembali dikejutkan dengan pernyataan Arka, ia benar-benar tak menyangka jikalau ternyata wanita paruh baya yang selalu membencinya itu kini sudah tiada.“Innalillahi, ya Allah. Turut berduka cita ya, Mas. Maaf, a-aku tidak tahu tentang hal itu,” ucap Dahayu“Tidak perlu minta maaf, tidak apa-apa, karena itu memang bukan hal penting yang harus kamu ketahui. Iya, kan?” balas Arka sembari menundukan kepalanya, “Hm... Oh, iya. Ta-tapi ada satu hal penting yang harus kamu ketahui. Tepat sehari sebelum Mama pergi, dia berkata padaku kalau katanya dia rindu kamu, ingin bertemu dan juga minta maaf. Ingin sekali rasanya dia
Selamat membaca❤️ °° 8 Tahun kemudian… “Sayang, kamu dan Jeenara sudah berangkat belum? Sekali lagi aku minta maaf ya karena tidak bisa jemput kalian, ada meeting mendadak sampai jam 12 siang dengan team. Tapi kalian tenang saja ya, aku akan langsung pergi menyusul ke sana setelah meetingnya selesai. Plaza Indonesia, kan?”(Jeenara, dibaca ; Jinara). “Iya, Mas. Tidak apa-apa. Aku dan Jeenara sudah siap, kami hanya tinggal menunggu taksi onlinenya datang, sepertinya sebentar lagi. Oh, iya, Mas. Anakmu ini bawel sekali, katanya sudah tidak sabar untuk bermain di tempat bermain. Sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Papa juga katanya.” “Aduh, manisnya anak Papa. Ya sudah, kalau begitu sampai bertemu nanti ya. Kabari aku terus, Ma.” “Oke, Papa sayang. Sampai bertemu nanti ya! Jeenara and Mama loves you.” “Papa loves you two too, sayang-sayangnya Papa. Hati-hati di jalan ya, see you.” Sambungan telepon keduanya pun berakhir, dan kebetulan pula taksi online yang ditunggu sudah datan
Selamat membaca❤️ °° “Sekarang aku harus apa? Aku merasa seperti tidak memiliki arah dan tujuan. Aku hilang tanpa tahu ingin pergi kemana.” Hampa, itu yang sekiranya sedang dirasakan oleh Arkatama Maheswara. Baginya, semua telah menghilang — semuanya tak lagi sama, tak ada lagi rasa kasih sayang dan cinta tulus yang menyelimuti hatinya. Melindungi dirinya dari kejamnya kenyataan di dunia.Rumahnya itu kini sudah tiada, tempat ternyaman untuknya pulang dan mengadu itu kini sudah pergi meninggalkannya. Hidupnya kini benar-benar terasa sangat sunyi sepi, bahkan ia merasa jikalau dirinya sudah tak lagi berguna untuk siapa pun — termasuk dirinya sendiri.Rasa bersalah yang ada pun sudah berhasil menghantuinya. Namun, ia bisa apa selain pasrah? Semuanya sudah terjadi. Ingin marah? Tentu saja, ingin sekali. Namun dengan siapa?“Kamu marahi saja dirimu sendiri, Arkatama! Apa kamu tak sadar kalau kamu itu bodoh? Bodoh karena sudah melepas wanita yang begitu sempurna seperti Dahayu. Kamu bod
Selamat membaca❤️ °° “Dahayu benar-benar hamil. Dan pertanyaanku hanya satu, bagaimana nasib hidupnya dengan Sang anak nanti? Tidak mudah kalau mereka hanya harus hidup berdua tanpa ada sosok suami dan juga Ayah yang menemaninya. Wah, lelaki itu memang sangat keterlaluan! Gila dan tidak memiliki hati. Bisa-bisanya dia melakukan hal setega ini pada Dahayu.” Rakyan menghela nafasnya sembari memejamkan mata — untuk mengatur emosi yang saat itu sedang ia rasakan, lalu setelahnya ia menoleh ke belakang, mengarahkan tatapnya ke arah Dahayu yang sedang berbaring di kasur periksa.Lemas, begitulah keadaan Dahayu yang bisa Rakyan lihat.Ya, saat itu Dahayu masih dibiarkan berbaring di atas kasur periksa dengan infus yang tersambung ke tangannya — hal yang memang sengaja dilakukan karena keadaannya saat itu masih lemah, Dokter yang menyuruhnya untuk menjaga kondisi tubuhnya ; agar tidak kembali menurun.“Kandungan Bu Dahayu saat ini sudah memasuki usia enam minggu ya, Pak. Dan alhamdulillah
Selamat membaca❤️ °° “Mas Rakyan, jadi orang yang selalu membersihkan makam Ibu dan menaburkan bunga di atasnya itu kamu?” “Iya, Dahayu. Aku yang melakukannya.” Ya, dia orangnya. Rakyan Pradana.Kalian masih ingat dengan lelaki itu, kan? Jika lupa, sini, biar aku bantu ingatkan kembali.“Terima kasih banyak sebelumnya, Mas. Tetapi saya tidak— Loh? Mas Rakyan? Kamu Rakyan Pradana, kan?”“Iya benar, saya Rakyan. Tunggu, kamu Dahayu ya? Dahayu Ishvara alumni Universitas Indonesia jurusan Sastra, kan?”“I-iya, benar itu aku.”“Wah, kenapa bisa kebetulan begini ya? Setelah sekian lama akhirnya kita bisa bertemu lagi. Omong-omong kamu masih ingat denganku, Yu? Suatu kehormatan besar ini namanya.”“Bisa saja kamu, Mas. Lagi pula ya, sepertinya mustahil kalau aku lupa dengan kamu. Rakyan Pradana. Bayangkan, hanya dengan mendengar namanya saja aku bisa ingat betapa seringnya lelaki itu untuk mencari masalah dengan Pak Yugi karena tidak pernah masuk ke dalam kelasnya. Betul, tidak?”Ya, lel
Selamat membaca❤️ °° “Kamu tidak salah dengar, Mas. Nama lelaki itu Kaivan Daffa, dan dia adalah Kakak sepupuku. Dia yang sudah membantu aku selama beberapa hari terakhir ini, bahkan dia juga yang sudah menolongku dari keterpurukan, menolongku agar aku tetap bangkit dan sembuh dari luka yang cukup membekas. Walau nyatanya tidak mudah, sangat sulit dan menyakitkan hati.” “Dahayu, maaf. A-aku tidak tahu, maaf. Sekarang aku ulangi pertanyaanku, ya? A-apa kamu benar-benar ingin berpisah denganku? A-apa kamu benar-benar ingin bercerai? Tolong fikirkan itu lagi, Yu. Jangan gegabah, kita hanya butuh waktu untuk bicara dan menenangkan hati serta fikiran.” Nyatanya, Arka kepalang malu. Rasa malu itu sudah berhasil menyelimuti dirinya, pun merasa tak enak hati karena sudah menuduh Dahayu — tanpa bukti. Hingga akhirnya ia kembali mengulang apa yang sudah ditanyakan, dengan harap bisa mendapati jawaban yang berbeda. “Dahayu, coba lihat aku. Me-memangnya kamu sudah tidak mencintaiku lagi? Kam