Sudah 2 bulan lamanya, Reyden kerap kali datang seminggu sekali untuk menemuiku dan bermain dengan Debora. Tak ayal, laki-laki itu membantuku membereskan semua daganganku. Meski aku sudah menolaknya karena tidak enak hati. Tapi, Reyden tetaplah Reyden, laki-laki itu tak akan mendengarkanku jika bukan kemauannya sendiri. Sudah berkali-kali pula, aku menyuruhnya untuk tak sering datang kesini karena statusku yang masih dalam tahap masa Iddah. Reyden yang awalnya hampir setiap hari kesini, kini berubah menjadi 1 Minggu sekali datang menjengukku.Tentunya, tak hanya dia seorang. Dirinya akan mengajak rekan kerjanya dua orang. Sella dan Ridho, dengan tujuan agar namaku tidak menjadi bahan gunjingan para tetangga. Jujur saja, mendengar maksud tujuannya membuatku hatiku terenyuh. Reyden benar-benar menjaga perasaanku. Ya, meski akan ada saja mulut-mulut jahat yang mengataiku di belakangku. Dan tentu saja, aku tidak bisa membungkam mereka semua. Ternyata benar, memiliki status janda terkada
Seperti yang dikatakan Reyden siang tadi. Benar saja, sore ini ada mobil yang sudah terparkir di depan rumah kontrakanku datang hanya untuk menjemput ku. Entahlah, rasanya aku begitu malu jika diperlakukan bak ratu seperti ini. Karena, mengingatkanku pada mas Bima. Laki-laki yang menjadi mantan suamiku itu, dulunya juga sama saja memperlakukanku seperti ini. Aku hanya berharap, bahwa hubunganku dengan Reyden nantinya akan kokoh selamanya. Debora sengaja aku ajak, karena aku tidak akan tenang jika menitipkannya pada orang lain meski aku mengenalnya. Naluri seorang ibu, pastilah tak ingin berjauhan dengan buah hatinya. Setelah mengunci pintu rumah, lalu masuk ke dalam mobil. Menikmati perjalanan menuju arah butik Angola. Butik terkenal di pusat kota, dimana semua pelanggannya adalah hampir semua rata-rata orang kaya, artis juga selebgram terkenal. Tak bisa aku bayangkan, berapa uang yang akan Reyden keluarkan hanya untuk sekedar gaun yang hanya dipakai selama satu hari saja. Puluhan ju
"Kenapa mas? Kenapa berhenti? lanjutkan saja kegiatan kalian. Aku kesini hanya ingin mengambil dokumen pribadiku." ucapku tanpa memedulikan suamiku yang tengah sibuk memakai celana pendeknya. Sedangkan, perempuan itu hanya menundukkan wajahnya dengan selimut yang masih menutupi seluruh tubuhnya. Entah takut atau malu karena terpergok orang lain. Aku tidak peduli! "LANCANG SEKALI KAMU, SISKA! BERANI KAMU MENGINJAKKAN KAKI DI RUMAH INI LAGI?!" bentakan mas Bima membuat Bora yang tengah tertidur pulas di dekapanku akhirnya menangis dengan kencang. "Berani juga membawa anak pembawa sial itu kemari. Apa kamu menginginkanku untuk mengakuinya dengan alibi mencari dokumen pribadimu. Iya kan? Haha.. jangan harap! Aku tidak akan sudi meski kamu memaksaku dan memohon berlutut di depan kakiku." "Bagaimana? Senang hidup di luaran sana tanpa aku? berjualan gorengan dengan untung tak seberapa itu? ingat Siska! selama ini kamu hidup enak karena siapa? kalau kamu mau rujuk kembali padaku, akan aku
Mendengar kalimat tak terduga yang keluar dari mulut Siska yang dianggap masih menantunya. Bu Sarah membelalakkan kedua matanya memandang Siska dengan terkejut. Ia pun bergantian memandang cucunya dengan rasa tak percaya. "Jangan ngeprank Mama, Siska. Bima sendiri yang bilang kalau kamu melahirkan bayi laki-laki." Siska tetap menyakinkan Bu Sarah bahwa apa yang dikatakan Bima adalah kebohongan karena tak ingin membuatnya kecewa. "Aku tidak mau membohongi mama. Karena, bangkai kalau terus disimpan, pasti akan ketahuan juga. Lebih baik, aku bilang sama Mama daripada mama tau sendiri dan kecewa nantinya." ucap Siska berterus terang tentang perasaannya. "Lagipula, aku dan mas Bima sudah bercerai Ma. Mas Bima tidak mau mengakui anak itu karena ia ingin anak laki-laki sebagai anak pertamanya. Tapi, aku bisa apa? bukan aku yang menentukan jenis kelamin seorang anak yang akan dilahirkan. Semua itu kehendak Tuhan. Tapi, mas Bima tidak mau mengerti hal itu. Mas Bima bahkan menyuruhku untuk
3 bulan kemudianPernikahan antara Reyden dan Siska telah digelar dengan sangat mewah. Gedung yang sudah dihias dengan pernak-pernik pernikahan membuat siapapun mata yang memandang akan terpesona. Siska yang masih menunggu di dalam ruangan merasakan jantungnya berdebar sangat kencang. Meski sudah pernah melakukan acara sakral ini. Tetap saja, perasaan itu kembali hadir. Tangannya terus bergemetar membuat Helena, calon ibu mertuanya tersenyum simpul. "Tenang saja, sayang. Acaranya hanya berjalan beberapa jam saja kok. Apa mau mama ambilkan minum?" "Enggak usah, Ma. Terimakasih. Barangkali mama capek, biar Siska aja yang gendong Bora." "Gendong anak selucu ini, gimana bisa mama merasa capek? Sudah kamu duduk saja yang tenang. Biar mama yang urus Bora, cucu Oma." Senyuman tak pernah lepas dari bibir Siska. Bagaimana tidak? Di hidupnya yang berantakan. Ia justru dipertemukan kembali dengan sosok laki-laki di masalalunya dan dipersatukan kembali. Tak hanya itu, sosok calon ibu mertuan
"Aku talak kamu hari ini juga, Siska Ningtyas!" Ucapan yang baru saja mas Bima lontarkan itu, seketika membuat hatiku hancur. Belum usai rasa sakit yang aku terima setelah melahirkan. Kini harus dihadapkan dengan perceraian di depan mata hanya masalah jenis kelamin anak pertama kami. "Tapi, mas. Apa salahnya anak perempuan lahir terlebih dulu? Ini juga bukan kehendakku." Ucapku sembari mengusap air mata yang membanjiri kedua pipiku. Tak lupa bayi kecil yang masih begitu merah berada di pangkuanku."Aku tidak mau menerima semua penjelasanmu. Sudah ku bilang bukan? Di keluargaku semuanya anak pertama adalah laki-laki bukan perempuan. Anak perempuan itu tidak berguna!" PlakDengan cepat ku layangkan tamparan keras pada mas Bima agar ia tersadar dengan apa yang ia ucapkan. Tak pantas rasanya seorang ayah mengatakan hal buruk seperti itu pada darah dagingnya sendiri. Meski rasa panas menjalar di seluruh telapak tangan kananku, aku tidak peduli. "Sadar kamu mas! Ini anakmu. Anak dari da
"Kamu Siska kan, Siska Ningtyas?" Ucapnya berkali-kali. Aku yang masih syok tak mampu menjawab pertanyaannya selain anggukan kepala. Dengan cepat laki-laki itu turun dari kendaraannya untuk menghampiri ku. Aku tak menyangka bila dari semua orang di bumi ini, harus dia yang ku temui. Bahkan dalam keadaan yang tak enak di pandang. Pakaianku yang kotor karena terciprat genangan air, bahkan mungkin juga rambutku terlihat acak-acakan."Alhamdulillah, gak nyangka kita bisa bertemu lagi setelah sekian lama. Kamu mau kemana hujan-hujanan begini?" Tanyanya. "Dimana suamimu, Bima?" Tanyanya lagi sembari matanya berkeliaran mencari sosok mantan suamiku. "Aku sendirian Rey, gak tau mau kemana. Gak nyangka juga kita bisa bertemu disini dalam keadaan aku yang sedang begini." Ucapku dengan lesu. Meski begitu tetap ku paksakan untuk tersenyum kepadanya. Reyhan. Laki-laki berwajah tampan dengan lesung pipit menghiasi pipi kanannya. Berkulit putih serta beriris mata coklat. laki-laki blasteran Turk
Terlalu lama menangis membuat mataku sedikit terlihat agak membengkak. Terasa pedih jika ku pakai untuk membuka mata. Entah bagaimana reaksi Reyden nantinya jika melihat kondisiku semenyedihkan begini. Ku lihat jam di atas nakas. Sudah hampir 1 jam aku menangis tiada henti. Pantas saja, jika efeknya akan seperti ini. Entah kemana Reyden, hingga terlalu lama untuk kembali. Sembari menunggu kedatangannya, lekas aku ke kamar mandi untuk membasuh wajahku juga mengganti pakaianku yang kotor. "Astaga! Kaget, Rey." Ucapku tatkala keluar dari kamar mandi sudah kedapatan Reyden sedang berdiri tak jauh dari pintu. Mungkin 2 meter lurus dari arah pintu. "Sorry. Aku gak ada niatan untuk bikin kamu kaget, Ska. Cuma, aku mau ngasih ini aja." Ucap Reyden gugup. Seperti sama halnya denganku saat ini. Diletakkannya 2 bungkus tas berukuran besar di atas meja ruang tamu. Ku lirik dengan tatapan heran mencoba menelaah apa isi di dalamnya. "Itu apa Rey?" Tanyaku menghampiri dirinya. "Beberapa makana