"Adam? Mau kemana kamu?" Perasaan Adam seketika ciut, dan setelahnya, perlahan ia berbalik menghadap perempuan yang baru saja bertanya padanya.
Dadanya berdebar, niat mau diam-diam malah seperti maling yang ketangkap basah. Gugup itulah kiranya gambaran yang tepat untuk menggambarkan perasaannya saat ini."Eh, M--ama.""Kamu mau kemana? Bukannya tadi kamu bilang mau istirahat karena capek?" tanya Bu Ratmi, matanya memindai Adam dengan tatapan penasaran."Eum ... I--tu, Ma, A--dam mau keluar sebentar, ada sesuatu yang harus dibeli," ucap Adam, kerongkongannya sedikit tercekat usai mengucapkan kalimat dusta tersebut. Ia terpaksa berbohong, sebab jika Bu Ratmi tahu kemana sebenarnya tujuannya tentu tidak akan diizinkan."Kamu gak lagi bohongin Mama, 'kan? Bukan untuk nemuin perempuan itu?" tebak Bu Ratmi yang seketika membuat wajah Adam menegang."B--ohong? Ya enggaklah, Ma. Lagian untuk apa?" Adam sengaja balik bertanya agar sang Mama percaya, sementara jantungnya memompa terasa begitu cepat dari biasanya.Bu Ratmi ber oh ria, dan memilih percaya, tidak mungkin juga Adam mau menemui Laila, pikirnya. "Eum ... Ya sudah kalau begitu."Adam lega, dan segera berpamitan, setelahnya melangkah ke arah cart port, dan masuk ke mobil. Hampir saja ia ketahuan, tetapi untungnya mamanya percaya dengan apa yang diucapkannya, jika tidak sudah tentu ia tidak akan bisa keluar.Perlahan Adam segera melajukan kendaraannya dengan kecepatan sedang. Ada perasaan yang tak bisa ia jelaskan memenuhi rongga dadanya sangat mengingat perempuan yang nyaris dua tahun ini membersamainya. Mungkin merasa bersalahkah? Cintakah? Ah, entahlah Adam juga tidak tahu.Barangkali perempuan itu akan memaafkannya, dan mengerti akan keputusan yang diambilnya mengingat bagaimana Laila begitu mencintai, dan menyanyanginya. Adam yakin, Laila tidak akan marah lagi jika ia datang menjenguknya.Di rumah sakit, Bi Jum tengah menemani Laila yang masih terlihat lemah di atas ranjang pasien. Sementara Arga pergi untuk mengurus segala administrasinya."Maafin Laila ya, Bi jadi merepotkan Bibi," ucap Laila lemah, dan berusaha untuk bangkit."Gak ada yang perlu dimaafin, Non. Udah Non istirahat aja, jangan banyak aktivitas dulu!" cegah Bi Jum melihat Laila berusaha untuk bangun."Bagiaman dengan Aleia, Bi, apa dia menyusahkan Bibi?"Bi Jum tersenyum, bahkan ia baru tahu bayi mungil yang sejak tadi dalam gendongannya bernama Aleia. "Non Aleianya sedang tidur Non. Habis minum susu yang tadi dibuatkan Den Arga," jawab Bi Jum tersenyum.Tanpa terasa air mata Laila luruh, ia terharu melihat masih ada yang begitu peduli padanya. Sementara suami yang seharusnya tempat ia berlindung malah mencampakkannya. Laila masih tak percaya dengan alasan yang diberikan keluarga suaminya itu, bahkan Adam pun setuju tanpa memperdulikan bagaimana hancurnya perasaan Laila usai berjuang melahirkan baby yang ternyata tak diharapkan kehadirannya."Aku gak tahu kalau tidak ada Bibi, dan Arga.""Jangan bilang begitu, Non. Semuanya sudah diatur sama Allah, sebagai sesama sudah seharusnya kita saling menolong.""Apa aku bisa melewati ini semua, Bi?" Laila bertanya dengan tatapan sedih melihat bayi yang tak berdosa tersebut."Bibi yakin, Non Laila pasti bisa melewati semua ini. Non harus kuat demi Aleia." Bi Jum mencoba menyemangati, meski ia sendiri tak tahu harus bagaimana kedepannya nanti, tetapi bukankah ada Allah yang akan menolong hamba yang berharap pada-Nya? Ya Bi Jum yakin Allah akan menolong mereka, bukankah bersama kesulitan akan ada kemudahan?Laila bergeming, menatap Bayi mungil yang kini tengah tertidur pulas di sampingnya. Semoga Puteri yang telah diberi nama Aleia Rihanna tersebut tumbuh menjadi perempuan yang cantik, dan kuat seperti namanya.Laila tak tahu bagaimana caranya berterima kasih pada Jum yang sudah mau repot-repot menolongnya, dan malah menyusahkan hidupnya sendiri dengan memutuskan ikut pergi bersamanya.Dalam hati Laila berjanji setelah ini akan berjuang demi buah hati tercinta, tak peduli meski suami, dan mertuanya tidak mau mengakui baginya Aleia adalah harta yang paling berharga yang ia punya saat ini.Setelahnya terdengar pintu terbuka, mengalihakan pandangan Bi Jum Dan Laila, ternyata Arga yang datang."Bagiamana keadaan, Mbak?" tanya Arga. Ia tersenyum melihat Laila sudah sadar."Alhamdulillah, sudah mendingan. Maaf jadi merepotkanmu," ucap Laila tak enak. "Gak tahu kalau gak ada kalian gimana nasibku sama Aleia," lanjut Laila, ada sesak saat dirinya mengingat sesuatu yang sudah terjadi."Aku gak merasa direpotkan," jawab Arga tersenyum."Harusnya pake ruangan biasa saja, tak apa kalau harus satu ruangan dengan pasien lain, Mbak gak punya uang," ucap Laila risau."Tidak usah dipikirkan, Mbak, yang penting Mbak sehat, dan anak Mbak tidak terganggu oleh yang lainnya.""Mbak gak tau harus bilang apa, Mbak janji kalau Mbak sehat, dan Mbak punya kerjaan Mbak akan cicil biaya rumah sakitnya." Laila berkata dengan perasaan yang tak bisa ia jelaskan, entah harus senang atau sedih, disaat dirinya dicampakkan oleh suami dan mertuanya justru Arga sepupu suaminya malah datang membelanya."Tidak usah dipikirkan! Aku ikhlas nolongin Mbak," jawab Arga tersenyum. Sebenarnya dalam hati ia ingin sekali bertanya apa yang sebenarnya terjadi, tetapi ini bukan waktu yang tepat."Ya udah aku pulang dulu, kalau ada sesuatu Mbak bisa telpon aku!" "Sekali lagi, makasih Ga!"Arga tersenyum. "Assalamualaikum.""Wa'alaykumsalam."Argapun segera melangkah ke arah parkiran, dimana mobilnya berada, ia baru saja masuk ke mobil bersamaan itu Adam datang. Mereka tak sempat bertemu.Beberapa kali Adam menghela napas, ada perasaan ragu, apa benar Laila tidak akan marah jika melihatnya, atau malah sebaliknya. Ia bimbang, dan akhirnya memutuskan untuk turun.Setelah bertanya pada bagian resepsionis, dan mengetahui dimana Laila di rawat, Adam pun segera mencari ruangan tersebut.Saat ini ia sudah berdiri di depan ruangan Laila dengan perasaan ragu, setelah beberapa saat berdiri akhirnya ia memberanikan diri untuk bertemu Laila, entah untuk apa ia datang menemui Laila, ia pun tak tahu yang jelas ia ingin bertemu."Mas Adam?" Mata Laila membola begitu melihat lelaki yang beberapa jam yang lalu berhasil memporak-porandakan hidupnya, tiba-tiba ada disini, mau apa lagi lelaki itu?"La?" sapa Adam begitu masuk, ia mencoba tersenyum mencairkan kekakuan pada dirinya."Mau apa Mas datang kemari, apa belum puas Mas menyakiti aku, dan ...." Kalimat Laila terjeda, ada perasaan sungkan saat akan menyebut kalau Aleia adalah anaknya, sebab bukankah Adam, dan orang tuanya tidak mau mengakuinya?"Mas cuma mau memastikan kalau kamu baik-baik saja," ucap Adam. Laila tak bisa menebak apa yang sebenarnya ada dikepala Adam. Bahkan kata maaf saja tak terucap dari bibirnya.."Sekarang kamu sudah lihat kalau aku baik-baik saja, dan Mas bisa pulang!" Laila membuang muka, suasana sejenak hening.Setelahnya ponsel Adam berdering, Adam pun langsung merogoh ponselnya dari saku celana miliknya, begitu melihat nama yang tertera di ponsel wajah Adam seketika menegang.Ia pamit keluar untuk mengangkat telponnya, tetapi Laila tak peduli, dan berharap lelaki itu segera pulang.Perlahan Adam memutar knop pintu, begitu pintu terbuka sempurna ia terperanjat melihat seseorang yang tengah berdiri di depannya.Bersambung ...Perlahan Adam memutar knop pintu, begitu pintu terbuka sempurna ia terperanjat melihat seseorang yang tengah berdiri di depannya."A--rga?" Adam terkejut setengah mati melihat sepupunya itu tau-tau berdiri di depan pintu.Sama halnya dengan Adam, Argapun tak kalah terkejut melihat Adam keluar dari ruangan Liala. Bagaimana tidak, lelaki yang sejak Laila pingsan memilih tak peduli itu tiba-tiba ada disini."Adam? Ngapain kamu disini?" tanya Arga heran, sepasang alisnya bertaut."Eum ... A--ku nemuin Laila." Gugup Adam menjawab, sebenarnya ia ingin berkilah, tetapi sudah terlanjur ketahuan percuma juga berbohong.Arga yang belum tahu pokok permasalahannya hanya mengangguk, meski dalam hati menyimpan rasa penasaran."Kamu sendiri ngapain masih disini?" tanya Adam, ia nampak tak suka melihat sepupunya itu memperdulikan Laila, bagian hatinya merasa tak rela, entah apa namanya, cemburukah?"Ada sesuatu yang tertinggal," jawab Arga sekenanya. Ia lupa meninggalkan nomor ponselnya untuk Laila,
"Lho Adam?" Adam yang tak menyangka langsung dibuat spot jantung, begitu melihat Kakak perempuannya itu tiba-tiba ada disini."M--bak Arnie?" Mata Adam membola. "Kok, bisa ada disini?" Cepat Adam bertanya meski tak bisa dibohongi kalau saat ini dirinya tengah gugup setengah mati."Iya Mbak habis jengukin teman Mbak. Kamu sendiri ngapain disini?" Arnie bertanya balik."Eum ... A--ku?" Adam gemetar, ia bingung harus menjawab apa, pasalnya ia tahu kakaknya ini, setipe dengan mamanya mereka. Berbeda dengan kakaknya Marwah yang saat ini tinggal di luar kota, dan belum mengetahui apa yang terjadi dengan rumah tangga Adam."Jangan bilang kamu datang jengukin perempuan itu?" Mata Arnie menelisik, mencari jawaban dari sang adik.Adam tertunduk, ia kebingungan untuk mencari alasan.Menyadari itu Arnie menghela napas. "Astaga, bagaimana kalau Mama tahu kamu ada disini?" "Tolong, Mbak jangan kasih tahu Mama!" Adam memelas, berharap Kakaknya mau membantunya, dengan tidak mengatakan pada Mama mere
"Cobain deh Mas, salad buahnya! Enak banget," ucap Farah. Tangannya berusaha hendak menyuapi Adam, yang saat ini duduk di depannya."Eum ... Maaf aku lagi gak pengen, kamu aja yang makan!" tolak Adam. Ia sedang tak berselera makan, raganya saja yang saat ini tengah duduk disini tetapi pikirannya melayang, bahkan makannaya hanya diaduk-aduk saja. Padahal dulunya ini tempat favoritnya bersama Farah.Melihat Adam seperti tak berselera dan dari tadi banyak diam, membuat gadis cantik dengan bulu mata lentik itu penasaran. "Kamu kenapa sih, Mas kayak gak semangat gitu?" tanya Farah. "Mas ada masalah?" Farah menelisik wajah Adam dengan tatapan penuh, sembari melipatkan tangan di meja.Adam menggelang, perasaan yang sedang benar-benar tak enak. "Aku gak apa-apa," jawab Adam sekananya, ia benar-benar tak bersemangat setelah datang ke rumah sakit pagi tadi, dan mendapati kalau ternyata Laila sudah pulang. Entah pulang kemana?"Beneran, Mas gak apa?" Farah memastikan, karena tak biasanya Adam
"Ini buat Baby Aleia, semoga suka!" ucap Arga sembari mengakat dan mendekatkan stoller bayi berwarna putih-pink kedekat Laila.Laila masih bergeming, pipinya basah. Tak ada kata-kata yang mampu ia ucapkan untuk semua yang telah Arga berikan untuknya."Harusnya kamu tidak perlu melakukan ini, Ga! Aku sungguh tidak enak. Kamu sudah mau menampung kami disini saja aku sudah berterima kasih!"Meski Laila tahu membutuhkan itu, disisi lain ia juga merasa tak nyaman menerima pemberian Arga seperti ini, apalagi mengingat statusnya saat ini."Santai aja, Mbak. Aku menghadiahi ini untuk baby Aleia. Aku harap Mbak mau menerimanya!" Arga tersenyum.Laila, terdiam ia tak tahu harus berkata apa, percuma ia menolak Arga akan tetap memaksanya. Jika, nanti keadaanya sudah pulih mungkin ia akan memilih tinggal mengontrak, sementara Bi Jum biarkan saja bekerja di sini."Oh iya, tadi aku juga beli ini!" Arga menunjukkan kotak susu dengan gambar ibu meny*sui. "Aku gak tahu kamu suka rasa apa makanya aku be
"Apa kamu sudah tidak waras?" tanya Bu Ratmi berang begitu mendengar penjelasan Adam. Bu Ratmi yang tadinya duduk langsung bangkit sambil berkecak pinggang."Bagiamana lagi, Ma? Dari yang aku baca haram menjatuhkan talak pada perempuan sedang ni*as," jelas Adam. Ia sengaja tidak mengatakan kebenaran dari mana ia tahu soal itu, jika tidak, urusannya akan semakin runyam."Jadi kamu ingin membawa perempuan si*lan itu lagi kesini?" tanya Bu Ratmi kesal.Adam sengaja mengatakan ini pada Mamanya, berhaharap Mama, atau pun orang suruhan keluarganya tidak mengusik Laila, walaupun ia juga tidak tahu keputusannya ini sudah tepat atau belum."Kenapa diam? Atau kamu sengaja mengarang cerita buat bohongi Mama?"Adam bergeming, ia tahu keputusannya untuk mengajak Laila kembali tidak akan dengan mudah diterima sang Mama apapun alasannya, hatinya seolah mati untuk menerima kebenaran."Adam tidak bohong, Ma. Kalau Mama tidak percaya Mama bisa tanyakan pada yang lebih ahli dibidangnya!" saran Adam, ia
"Mana Laila?""Adam?" ucap Arga terkejut melihat Adam yang tiba-tiba ada disini."Mana Laila? Aku mau bertemu dengannya!"Belum sempat Arga menjawab Adam langsung menerobos masuk."La! Laila!" seru Adam."Mau apa kamu ketemu Laila? Apa kamu mau menyakitinya lagi?" tanya Arga sembari mengejar sepupunya itu yang masuk begitu saja.Mendengar pertanyaan Arga, Adam pura-pura tak mendengar dan terus memanggil Laila."Apa seperti ini cara kamu bertamu ke rumah orang?" seru Arga yang terlihat kesal dengan Adam yang seperti tak beretika tersebut."Aku hanya ingin bertemu dengan istriku!"Arga menghela napas mendengar sebaris kalimat yang keluar dari mulut Adam, ada rasa tak percaya."Kamu masih menyebutnya istri?" tanya Arga memancing, ia sengaja ingin mendengar langsung apa yang menjadi alasan Adam hingga berkata demikian."Aku tak perlu menjawab pertanyaanmu, sekarang mana Laila?" Sebelah sudut bibir Arga tertarik ke atas, membentuk lengkung senyum, senyum merasa lucu dengan sikap Adam.Sem
"Tak apa. Bibi makan saja dulu, biar Laila yang bukakan pintunya!" ucap Laila tersenyum. Lalu, beranjak, dan melangkah ke pintu.Perlahan Laila membukakan pintunya, begitu pintu terbuka, tubuh Laila langsung terasa kaku begitu melihat tamu yang datang.Bibir merah menyala itu langsung terlihat begitu kontras dengan ekpresi wajah tak suka dari sang empunya, dialah Bu Ratmi."Ma---ma!" seru Laila dengan terbata, sementara yang disebut hanya berdehem, dan langsung menyuruh supir yang tadinya mengantarnya untuk menunggu di mobil, setelahnya Bu Ratmi langsung masuk.Dada Laila seketika berdegub kencang, ia tak tahu apa gerangan yang membawa sang mertua kemari, apa ini ada hubungannya dengan Adam yang membawanya tinggal di sini?Dengan gerakan pelan, Laila kembali menutup pintu, sementara mamanya sudah duduk lebih dulu."Mama mau minum apa?" tanya Laila.Meski Bu Ratmi sering marah, dan menghinanya, sampai sekarang Laila tetap menghormatinya sebagai mertua."Tidak perlu! Duduk!" titah sang
"Astagfirullahaladzim, Non Laila!" Suara Bi Jum menggema memenuhi ruangan berukuran sedang ini, begitu melihat Laila tergelatak di atas lantai, dan tak sadarkan diri.Dengan langkah lebar-lebar Bi Jum segera menghampiri Laila, dan berusaha untuk membangunkannya, tetapi nihil. Susah payah Bi Jum memindahkan tubuh Laila ke atas kasur Bersamaan itu baby Aleia menangis, membuat Bi Jum semangkin panik."Ya Allah bagaimana ini?" Ucap Bi Jum sembari mengakat tubuh Aleia dalam gendongan. Kemudian, di raihnya ponsel Laila yang terletak di atas nakas, dan berniat menghubungi Adam untuk memberi tahu kondisi Laila. Panggilan terhubung tetapi tidak diangkat."Ya Allah, angkat Den!" Batin Bi Jum resah saat panggilan itu srakhir dengan rijek, tak ingin enyetah akhirnya Bi Jum mencoba untuk mengirim pesan.[Assalamualaykum, Den maaf ini Bibi, Non Laila pingsan] pesan terkirim tak lama setelahnya terlihat centang biru, itu artinya pesan sudah di baca.Tak menunggu waktu lama, pesan balasan masuk, memb