Share

Bab 4

Author: Rira Faradina
last update Last Updated: 2022-05-26 04:44:29

Wajah sendu Bu Hartati terlihat kala melepas putri sulungnya ketika bus antar propinsi itu perlahan bergerak. Dibalik kaca jendela, Raya balas menatap ibunya, sambil mengulas senyum dan melambaikan tangan, seolah ingin memberi tahu jika ibunya tak perlu mengkhawatirkannya.

Beberapa pesan dan nasihat sudah diucapkan Bu Hartati sebelum Raya berangkat tadi. Meski rasa khawatir dan takut melanda. Namun, wanita yang sudah menjanda sepuluh tahun itu berusaha tegar dan yakin jika putrinya bisa menjaga dirinya.

Bus yang ditumpangi Raya terus bergerak melewati kota demi kota, masuk keluar hutan dan akhirnya menyebrangi lautan, jarak tempuh antara Palembang dan Jakarta membuatnya harus duduk diam selama lebih dari 20 jam di dalam bus.

Pagi akhirnya menjelang ketika bus ini berbelok ke terminal Rawamangun. Rasa lelah melanda sekujur tubuhnya, namun, tak membuat semangatnya luntur. Gadis itu memandang ke depan, berharap impiannya untuk sukses dan memiliki banyak uang akan terkabul.

Sejak semalam ia sudah memberi tahu bibinya jika pagi ini busnya akan tiba, dari pesan W* terakhir yang diterimanya, bibinya bilang akan menjemputnya, dan memintanya untuk menunggu.

Dengan langkah cepat, Raya keluar dari bus, sambil menyandang ransel dipunggungnya, gadis itu berjalan menuju ke deretan warung yang menjual minuman ringan. Demi menghilangkan dahaganya yang mulai terasa seperti gurun pasir.

"Air mineralnya satu, mbak," Pinta Raya.

Seorang gadis yang hampir seusianya, langsung melayaninya, tangan terampilnya mengambil sebuah botol air mineral bermerk terkenal, dan segera menyerahkannya.

Raya mengambil botol air mineral itu, dan balas menyodorkan sebuah lembaran uang lima ribuan padanya. Tak lama, gadis itu membuka dan meminum hampir setengah botol isinya.

"Mbak kembaliannya, aku minta wafer yang itu ya," tunjuk Raya pada sebuah wafer Nabat* coklat tak jauh darinya.

"Nggak ada kembaliannya, Mbak. Uangnya pas kok."

Untuk sekian detik Raya tertegun kala mendengar ucapan gadis pelayan warung itu, tak lama mata Raya mendelik. Otaknya seketika berhitung ketika kesadarannya kembali.

"Maksudnya, ini sebotol harganya Lima ribu?" Ketus Raya sambil memperlihatkan botol air mineral yang dipegangnya.

"Iya, benar mbak. Harganya Lima ribu."

Raya mencebik kesal, begitu mendengar jawabannya. Matanya masih mendelik seakan tak bisa menerima harga sebuah botol air mineral bisa semahal itu.

"Mahal banget! Di tempatku ini harganya cuma Tiga Ribu, di warungnya Wak Husna malah cuma Dua Ribu Lima Ratus." Raya mencicit.

"Di kampungnya elu mungkin segitu Neng. Ini Jakarta, ya beda lah harganya." Jawab gadis penjaga warung itu tak mau kalah.

Raya mendes*h panjang, bibirnya terlihat ingin mengumpat, tak lama ia memandang botol air mineral yang masih tersisa setengah di pegangnya dan meletakkannya begitu saja di atas meja.

"Nih, ambil, setidaknya aku masih sisakan setengah airnya untukmu." Ketusnya kesal.

Raya mengambil tas ranselnya yang tadi ia lepas, dan menentengnya kembali, tak lama, gadis itu membalikkan badan, dan memilih meninggalkan tempat ini sambil berdecak kesal.

Sepanjang perjalanan keluar dari terminal, gadis itu terus menggerutu. Ia menyesal karena telah mengeluarkan uang lebih hanya untuk sebotol air mineral.

"Ah, kenapa harus kutinggalkan disana botolnya. Kan masih ada sisa airnya." gadis itu menyesali perbuatannya.

"Kalau mau naik haji nggak begitu kali caranya, ambil untung kok banyak bener. Tahu gini, mending beli dua botol di warungnya Wak Husna saja, kemarin," umpat Raya masih mengingat kekesalannya tadi.

Raya mengambil sebuah sobekan kertas kecil bertuliskan alamat rumah Bi Lastri dari dalam saku tas ranselnya. Rumah Bi Lastri ada di daerah Kali Malang, Bekasi. Bibirnya terlihat komat Kamit karena mencoba mengingat dan mengeja kembali pesan bibinya.

Bola mata Raya mulai berputar, mencari tempat untuk beristirahat. Suasana terminal yang ramai, membuatnya sedikit kesulitan mencari tempat yang nyaman untuk duduk.

"Panas!" Keluhnya sambil menggerakkan telapak tangannya, mengipasi wajahnya, hingga

kurang lebih satu jam kemudian, Sang bibi akhirnya tiba menjemputnya.

***

Raya tercekat untuk beberapa saat lamanya ketika mengetahui bahwa rumah Bi Lastri begitu kecil dan sempit. Tak seperti apa yang ada di benaknya. Rumah Bibinya ini sangat sederhana dengan kedua anaknya yang mulai beranjak remaja.

Asap rokok mengepul kuat begitu Raya melangkah memasuki rumah ini. Seorang pria yang tengah asyik menonton televisi kemudian menatapnya. Sadar, dengan tatapan suaminya, Bi Lastri langsung mengenalkanku pada penghuni rumahnya.

"Ini Raya, bang! Anaknya Mbak Hartati," Ucap bi Lastri.

Pria ini tersenyum, ia bersikap cukup ramah, lalu meminta Raya tak perlu sungkan dan menganggap rumah ini seperti rumahnya sendiri, membuat gadis itu hanya bisa tersenyum getir, saat melihat kondisi rumah bibinya yang sempit dan ramai.

Kedua anak bibinya juga tak terlalu ramah menyambut kedatangannya, si sulung Dara, bahkan tak lepas dari headset di telinganya sedang adiknya Dita, sibuk bermain game online.

"Dara, ajak Mbak Raya kekamarmu ya!" Pinta Bi Lastri pada putri sulungnya.

Mata remaja itu menatap Raya tak berkedip, membuat Raya mulai tak sabar. Gadis itu masih berusaha menahan lisannya untuk tidak berkata kasar. Mengingat mereka masih keluarganya.

Dengan langkah malas, remaja berusia dua belas tahun yang lalu mengajaknya kekamar. Sebuah kamar berukuran tiga kali tiga meter dengan satu ranjang medium, tempat kedua putri bibinya itu membaringkan tubuh.

"Masuklah, tapi, jangan sembarangan menyentuh barang barangku," ucap remaja bernama Dara itu.

Melihat sikap sepupu dan keadaan rumah bibinya, membuat Raya menggeleng pelan. Hatinya mulai khawatir. Ia merasa tak akan betah jika harus menetap beberapa saat di rumah bibinya ini.

Raya meletakkan ranselnya. Untuk sejenak ia diam hingga akhirnya mengambil ponselnya dan menelepon ibunya, mengabarkan keadaannya saat ini.

[Syukurlah, kau sudah sampai. Ingat, baik baik disana, jaga sikapmu, dan jangan sekali-kali merepotkan bibi mu, ya]

Ucap emak begitu hendak mengakhiri panggilan teleponnya, membuat Raya hanya menghela nafas panjang. Ia memilih duduk di atas tempat tidur. Bibirnya lalu bergumam pelan.

"Lalu, aku mau tidur dimana?" keluh Raya, mengingat rumah ini hanya memiliki dua kamar tidur saja.

"Mungkin lebih baik, aku cari kost kostan saja nanti. Tak apalah keluar uang tapi aku bisa tidur dengan nyaman, " Lanjut Raya sambil menatap ranjang kamar ini.

***

Tujuh hari pertama tinggal di rumah Bibinya dilalui gadis itu dengan perasaan tak rnyaman. Setiap malam Raya terpaksa menggelar karpet di lantai untuk tidur. Karena kasur kamar ini tak bisa dipakai untuk tiga orang.

Pagi pagi sekali bibinya sudah berangkat. Pekerjaannya sebagai buruh pabrik mengharuskannya berangkat lebih awal. Jika tidak, maka bisa terlambat mengingat jalanan yang akan ramai jika matahari sudah terbit.

Kedua orang sepupunya juga bersiap siap berangkat sekolah, karena hari ini adalah hari Senin. Sedang, Bang Harun, suaminya Bi Lastri juga terlihat akan bersiap untuk berangkat kerja.

Semua penghuni rumah ini akhirnya pergi, hanya tinggal ia sendiri saja. Entah mengapa gadis itu juga bersiap siap hendak keluar rumah.

"Maaf Bi, sepertinya aku tak akan lama menumpang dirumahmu," tutur Raya pelan.

Bersambung.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ditinggal Mantan, Dinikahi Pria Kaya   Bab 83 Ending / Terima kasih pembaca

    "Terima kasih kau sudah bekerja keras untukku selama ini, jika perasaanku sudah lebih baik. Aku akan segera kembali, saat itu kau ambil semua kontrak. Aku tak akan menolaknya." Ujar Stella lalu menutup teleponnya."Maaf, tapi yang kubutuhkan saat ini adalah menjauh, karena jika aku tetap melihat Alex dan Raya bersama, akan membuatku sulit untuk bertahan. Aku butuh waktu untuk melepas segala beban ini dan menerima semua kenyataan ini." Aku butuh ketenangan untuk menata hidupku kembali." Bisik Stella hampir tak terdengar.****Tiga minggu kemudian."Kau benar- benar akan pergi?" Tanya Alex pada Arya, kakak tirinya. Ia sengaja datang ke rumah keluarga Pak Bambang. Untuk memastikan ucapan ibunya yang mengatakan bahwa Arya akan berangkat ke Australia, awal bulan depan."Iya, aku sudah memutuskan untuk melanjutkan pendidikanku disana." Jelas Arya membenarkan pernyataan Alex."Kapan kau akan pergi?" "Minggu depan." Jawab Arya."Kau pergi bukan karena menyerah, bukan?""Anggap saja itulah a

  • Ditinggal Mantan, Dinikahi Pria Kaya   Bab 82

    Maaf, Kita Sudah MantanWajah mereka saling berhadapan satu sama lain, rona kemerahan nampak dipipi Raya, rasa malu membuat gadis itu memalingkan wajahnya, melihat sikap Raya yang masih malu, Alex membelai lembut pipi wanitanya."Aku ingin memiliki anak darimu, bisakah kita memulainya malam ini," goda Alex."Kau memang pria mes*m, entah mengapa aku bisa mencintaimu." Balas Raya tersenyum.***Tiga hari sudah Alex berada dirumah mertuanya, dan hari ini mereka akan kembali ke Jakarta, karena pekerjaan Alex yang sudah menunggu. Ada rasa haru ketika Bu Hartati melepas kepergian anak dan menantunya. Namun, setidaknya ia tak perlu khawatir lagi, karena Alex sudah berjanji akan menjaga dan membahagiakan putrinya seumur hidup.Tangan Bu Hartati melambai begitu Alphard hitam itu bergerak dan semakin menjauh, duduk dikursi belakang ada Alex yang berdampingan dengan Raya, sementara Pak Budi duduk dibelakang kursi kemudi. Perjalanan belasan jam akhirnya dilewati tanpa terasa karena rona bahagia

  • Ditinggal Mantan, Dinikahi Pria Kaya   Bab 81

    [Aku mencintai Raya. Tolong jangan mengganggunya lagi.]Kalimat itu terdengar sangat tegas diucapkan Alex. Membuat Arya mengerti jika ia tak akan pernah bisa bersaing dengan Alex. Ia pasrah jika akhirnya harus melepas Raya kembali pada Alex.Arya membuka laci meja kerjanya dan melirik pasport yang ada didalamnya. Tangannya kemudian meraih pasport itu dan menatapnya cukup lama."Mungkin sudah saatnya bagiku untuk mencari seseorang yang benar-benar bisa menerimaku." Lirihnya pelan.***Alphard hitam menepi tepat didepan pagar rumahnya. Deru mobil itu masih terdengar, tak lama nampak ada seorang pria yang keluar dari arah pintu kemudi, lalu berputar arah, mengeluarkan sebuah travel bag dan koper.Raya dan Bu Hartati masih memperhatikannya, sinar lampu tak cukup terang untuk melihat siapa gerangan yang baru saja keluar dari sana. Rasa penasaran membuat Bu Hartati fokus menatap pria itu."Mobil siapa itu?" Bu Hartati mengulang pertanyaannya, tanpa menoleh."Entahlah, aku tak tahu, mak. Tap

  • Ditinggal Mantan, Dinikahi Pria Kaya   Bab 80

    "Kau ada disini, Raya? Mak pikir kau sudah tidur, nak?"Sapaan Bu Hartati membuat Raya sedikit terkejut, refleks ia menoleh kearah ibunya yang berdiri di bibir pintu lalu duduk di sebelahnya, di kursi rotan panjang ini."Belum.""Apa hubunganmu dengan Alex, masih bermasalah?" Tanya Bu Hartati pada putrinya.***"Sedikit," jawab Raya."Kau mau cerita pada emakmu ini, nak?"Raya menghela nafas panjang begitu mendengar ucapan ibunya. Ada rasa terharu dalam hatinya atas pertanyaan ibunya. Membuat perasaan saat ini sedikit lebih baik."Alex dan aku memang menikah karena suatu alasan. Kami bertemu pertama kali di ..." Raya mulai menceritakan awal mula pertemuan mereka hingga akhirnya sepakat untuk menikah. Sesekali gadis itu terdiam, dan mengigit bibirnya, kala ia harus menceritakan bagaimana selama pernikahan, mereka tidak pernah berbagi tempat tidur.Bu Hartati menggelengkan kepalanya tatkala mendengar penjelasan putrinya. Ada rasa iba saat ia menatap ke wajah anak sulungnya itu. Sorot ma

  • Ditinggal Mantan, Dinikahi Pria Kaya   Bab 79

    "Aku hanya kau tidak ingin melewatkan kesempatanmu untuk menjadi lebih bersinar. Karirmu sedang bagus saat ini. Cobalah untuk berpikir ulang dan mempertimbangkannya lagi."Stella menghela nafas panjang, ia tahu akan sulit baginya untuk menolak keinginan managernya. Hanya saja saat ini yang diperlukan olehnya adalah menyembuhkan luka hatinya."Baiklah. Aku akan mempertimbangkannya lagi, tapi jika nanti keputusanku sudah final, kuharap kau bisa menerimanya." Ujar Stella lalu memutuskan sambungan teleponnya.****Mata Bu Hartati mendelik tajam pada Raya, putri sulungnya yang baru saja tiba lima menit yang lalu dari Jakarta. Tatapan wanita berusia empat puluh tahunan itu terasa menghujam seakan mengetahui alasan dibalik kepulangan putrinya. Meski dalam hati sebenarnya ia gembira karena Raya pulang mengunjunginya tetap saja ia tak bisa menepis rasa kecewanya akan sebuah kebohongan.Dua hari yang lalu, Bu Sekar, besannya telah meneleponnya dan membeberkan alasan dibalik pernikahan mereka, i

  • Ditinggal Mantan, Dinikahi Pria Kaya   Bab 78

    "Aku dalam perjalanan ke Palembang." Lapor Alex pada istrinya begitu panggilan teleponnya tersambung. Tak lama, wajah Alex nampak mendengkus kesal, karena lagi lagi Raya memutus sambungan teleponnya."Dasar kepala runcing. Entah mengapa aku bisa jatuh cinta dan menikahi wanita keras kepala seperti dirinya." Rutuk Alex yang langsung di sambut gelak tawa oleh Pak Budi."Jangan tertawa, pak." Sungut Alex kesal."Maaf, tapi aku tak bisa menahan tawa," ucap Pak Budi lalu menghentikan tawanya."Jangan kesal. Wanita memang seperti itu. Kita para laki-laki yang harus mengerti dan berjiwa besar menerima sikap mereka yang kadang kadang absurb dan membuat kesal. Istri saya juga sering marah pada saya tanpa alasan yang jelas." "Istri saya, kalau sudah kelihatan gelagatnya mau marah, saya langsung menyingkir pak. Soalnya bisa panjang urusannya. Apalagi kalau sudah mengomel. Wah, alamat tidur sama guling di luar saya pak," gurau Pak Budi sambil tetap fokus dengan kemudinya."Biasanya apa yang bisa

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status