Share

Bab 2 Prank Jadi Nyata

"Apakah dengan Saudari Shifra Zwetta? Istri Saudara Elzien Kagendra?" Sosok berbadan tinggi tegap berdiri di depan pintu, sigap memberi hormat pada wanita yang sudah gemetaran menahan pintu yang terbuka setengah.

"Ya Pak, saya sendiri," jawabnya gugup.

Jantung berpacu cepat, air sudah menggenang di pelupuk matanya.

"Kami diperintahkan untuk memastikan keadaan suami Anda di bawah sana-"

"Apa yang terjadi dengan Mas Elzien, Pak?" sahut Shifra tak sabar.

"Mohon tenang dulu! Mari silakan!" Petugas dari patroli kepolisian malam itu membawa Shifra ke mobil dinasnya.

Jari jemari lentik itu saling meremas tak tenang di pangkuan Shifra. Matanya telah basah dan isakan demi isakan mulai terdengar saat menatap keluar jendela. Suasana perkebunan teh dan kopi sangat gelap, semakin membuat hatinya ketakutan. Tak ada keterangan lagi dari dua orang polisi itu selain hanya akan memastikan sebuah kecelakaan.

Mobil dinas polisi patroli itu mulai melambatkan laju saat memasuki sebuah rumah sederhana di tengah persawahan. Lampu kecil dan temaram yang menerangi bangunan dari anyaman bambu itu. Seorang pria yang rambutnya sudah putih seluruhnya berjalan cepat membuka pagar kayu. Dia membungkukkan badan memberi hormat lalu dua polisi turun kemudian membukakan pintu untuk Shifra.

Kaki tertutup flatshoes itu gemetaran menapak di tanah, bahkan hampir terhuyung. Sebuah lengan kekar dengan cepat menahan pinggang dan meraih tangan Shifra.

Aroma tubuh yang sangat dikenali wanita yang justru semakin terisak itu seolah memberi sebuah kenyataan pahit untuk Shifra.

"Maaf Sayaaang! Berjanjilah ini terakhir kali kamu menangis, hem?" Suara bariton nan menyejukkan itu terdengar hanya seperti bisikan di telinga Shifra.

Dia menoleh memastikan bahwa semua itu bukan ilusinya. Sentuhan, dekapan, aroma, dan bisikan itu nyata adanya. Suaminya baik-baik saja.

"Mas Elzien jahat banget, sih??? Mau bikin Shifra mati ketakutan? Nggak lucu dan sama sekali nggak romantis, tau nggak?" Shifra meracau memukuli dada Elzien yang terkekeh dan tertawa puas sekali.

Dia menangkap dua tangan istrinya lalu memeluk dengan erat. Memberi kecupan dalam dan lama di kening Shifra.

"Happy anniversary, Sayaaang!" ucapnya menunduk dan saling mendekatkan wajah.

Menyatukan segala rasa yang ada dalam hati keduanya. Melebur mengalahkan tangis yang semula mengoyak jiwa. Menjemput rindu yang menyiksa bahkan belum lama berjarak. Menghapus semua prasangka buruk yang sebelumnya bercokol di kepala. Hanya menyisakan satu kata lega di hati Shifra.

"Ini benar-benar nggak lucu ... jangan lakukan ini lagi! Aku akan mati jika harus tanpamu, Mas!" isaknya lagi memukul pelan lengan Elzien yang hendak menggandengnya.

Malam indah di tengah riuh suara alam, jauh dari bising perkotaan, mereka lalui dengan canda tawa. Tepat sebelum fajar menyingsing, Shifra terbangun. Tangannya meraba ke arah sampingnya, bibir ranum itu mengulas segaris senyuman. Sosoknya masih terlelap memunggunginya.

"Mas ... bangun, yuk? Sudah hampir Subuh, nanti terlambat ke surau lho ...," bisiknya lembut di telinga sang suami.

"Hm ... bentar lagi, ya? Kamu mandi duluan aja." suara serak itu membalas dengan mata masih terpejam.

Shifra mendengkus kasar dengan bibir mengerucut. Elzien suka sekali menunda bangun pagi selama ini. Seperti biasa jurus jitunya akan segera dikeluarkan wanita yang usianya lebih muda itu.

"Ayo banguuuun!" bisiknya lagi dengan menarik telinga Elzien hingga kepala sedikit terangkat.

"Ampuuun! Iya Sayaaang, aku bangun! Oke? Lepasin sekarang!" pekiknya mengaduh menahan lengan Shifra agar tak terlalu kuat menjewer.

"Sekarang giliran Mas!" Elzien mengunci tubuh Shifra di atas kasur. Dua tangannya ditahan di atas kepala. Tatapan penuh puja saling bertemu dalam rasa yang sama. Senyuman yang meronakan wajah tersipu menatap pesona Elzien di atasnya.

"Mau lagi, hem? Ketagihan sekarang?"

Shifra menggeleng dengan cemberut, "Mas harus lebih utamakan Allah daripada Shifra! Nggak boleh mencintai makhluk-Nya melebihi pada Allah! Ngerti?"

"Fahimna, yaa ustadzah!" balasnya mengecup bibir Shifra sekilas lalu turun dari tubuh mungil sang istri.

___

"Mas berangkat sekarang? Aku boleh ikut, nggak?" tanya Shifra dengan memanyunkan bibirnya.

"Nggak akan selamanya, Sayaaang. Kan masih bisa video call? Aku janji pasti kembali setelah semua urusan di sana beres, Ok? Kamu hanya cukup doakan Mas, hem?" Elzien mengusap kepala istrinya yang bersikap tak seperti biasa.

Istrinya itu memaksa ikut Elzien untuk pergi meninjau lokasi yang akan menjadi proyek pemerintah di pulau terluar Indonesia. Pria itu tak mengijinkannya karena di daerah belum ada pasokan listrik dan fasilitas yang layak. Lagipula rencananya hanya dua hari saja meninggalkan Shifra. Entah mengapa istri yang biasanya ikhlas ke mana pun suaminya pergi bekerja, kali ini tak mau ditinggalkan.

"Iya, Mas! Jangan lupa langsung hubungi Shifra setelah sampai sana, ya?" ucap Shifra pada akhirnya merelakan kepergian Elzien. Meski harus dengan memeluknya beberapa menit lebih lama.

Dua jam perjalanan udara dengan helikopter dilalui Elzien dan tiga orang rekan bisnisnya dari pemerintah dan dua orang pihak keamanan ikut serta dalam penerbangan. Sebuah tanah lapang di antara pepohonan lebat sengaja dipilih untuk pendaratan sang pilot. Kendaraan udara yang hanya bisa memuat tak lebih dari sepuluh orang itu berhasil mendarat dengan sempurna. Semua penumpang turun dengan menundukkan kepala dan menjaga segala yang mereka bawa agar tak tertiup angin kencang dari baling-baling.

"Kita lanjutkan dengan ATV, Pak!" kata salah satu penanggung jawab proyek itu menunjuk sebuah kendaraan besar beroda empat namun memiliki kemudi seperti motor.

Karena hanya bisa ditunggangi oleh dua orang saja, dan ATV yang tersedia ada empat unit. Maka harus ada satu orang yang mengendarainya sendirian.

"Biar saya yang sendiri, Pak! Ini adalah salah satu kegemaran saya saat ada waktu senggang dulu." kata Elzien sambil terkekeh dan menepuk dadanya menunjukkan keahlian pada rekannya yang jauh lebih tua dibanding dia.

"Iya, baiklah! Jangan keluar jalur yang kami buat di depan ya, Pak!" pesan salah seorang polisi yang membonceng sekretaris Elzien bernama Baron.

Elzien sudah siap di atas ATV dengan helm dan jaket keselamatannya. Satu ATV di belakangnya adalah pilot dan satu rekan bisnis dari pihak pemerintah. Dua di depan adalah polisi dan pihak dari tempat ini. Keempat kendaraan segala medan itu melaju dengan kecepatan sedang. Melalui hutan belantara yang terjal dengan kiri kanan sisinya jurang terjal nan curam.

Pengemudi yang hanya sendirian itu mulai merasa ada yang tidak beres dengan kendaraannya. Elzien berusaha tetap tenang dan mengabaikan apa yang dirasakannya. Pelambat laju atau rem seperti tak berfungsi dengan baik di jalanan menurun. Gerakan tuas pun sangat alot dan tak terkendali. Dia mencoba memberi kode agar beristirahat sebentar. Tapi keenam rekannya tak begitu mengerti isyarat darinya.

"Tolong berhenti sebentar! Ada yang nggak--" Teriakannya terpotong saat salah satu roda depannya terperosok dalam lumpur yang liat.

Tubuh berbalut rompi oranye dengan sepatu boot itu terlempar jauh melayang ke dasar tebing curam. Gerakan berhenti yang tiba-tiba saat laju kendaraan tak terkendali membuatnya tak siap dan terpental keras.

Dua rekan di depan yang sudah berjarak sekitar puluhan meter baru berhenti ketika mendengar suara benturan keras.

"Pak Elzien!!!" teriak Baron menepuk pundak polisi yang memboncengnya.

***

Bersambung ....

Komen (9)
goodnovel comment avatar
Zetha Salvatore
Duh Elzien, apakah ada sabotase di ATV nya?
goodnovel comment avatar
dian muh
naaahhh kan....
goodnovel comment avatar
Da Chan
Tuh kan jangan suka nge prank, nangis nih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status