Beranda / Romansa / Ditinggal Suami Dinikahi Bos / 8. Rahasia Rumah Tangga Kami

Share

8. Rahasia Rumah Tangga Kami

Penulis: Hamira Irrier
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-10 08:22:52

Terlalu larut dalam kenangan itu membuatku sampai lupa diri. Buru-buru kuangkat bungkus martabak dan masuk ke rumah. Aku akan segera merebah. Malam ini kucukupkan sampai di sini. Menangis bukanlah sebuah solusi. Hal semacam ini hanya akan melegakan perasaan saja dan semua tetap sama. Besok uang untuk cicilan tetap harus kusiapkan. Pintu jati berukuran besar itu kututup rapat.

Langkahku sedikit gontai saat sampai di ruang tengah. Televisi tabung itu masih teronggok di lantai. Aku lupa merapikannya.

Perlahan kudekatkan diri pada bangkai televisi yang sudah pecah monitornya. Bodoh. Teramat bodoh sampai menghancurkan barang. Biasanya ini kerjaan Mas Baja. Sayang, kali ini karena tanganku sendiri.

Kuangkat televisi itu dan mengembalikan ke tempat semula. Saat menatapnya hatiku kian berlubang. Nasib buruk tak henti menjumpai setelah menikah dengan Mas Baja. Apa yang tampak di permukaan kadang tak sama dengan dasar. Semuanya sangat berbeda. Kuhela napas berat. Mendongak untuk menghalau sesak. Demi Tuhan aku tak ingin air mata ini jatuh lagi. Sudah kubilang menangis tidak bisa menawarkan solusi. Namun, televisi tabung ini seakan mengolokku.

"Lihatlah! Kau kalah juga jadi istri setia. Kau tak kuat juga menyembunyikan semua."

Sama seperti ucapan seseorang yang mungkin sedang tertawa dengan Akila dan Mas Baja. Hatiku kian berdenyut pedih. Televisi itu seolah menertawaiku. Menjadi saksi bisu atas kesetiaan gadis kampung yang tak tahu diri. Kakiku tak mampu lagi menopang berat tubuh. Lutut pun bersimpuh. Teramat deras aliran air di pelupuk mata. Sesak yang menyeruak pun kian membuatku susah bernapas. Kupukul dada sebelah kiri. Berharap ia tak merasakan sakit lagi.

***

Getar ponsel diiringi nada dering kencang membangunkanku. Sinar mentari telah memasuki kisi-kisi. Aku tertidur di lantai semalaman. Dengan cepat kuraih ponsel di dalam tas yang teronggok tak jauh dari posisiku lalu mengangkat telepon itu.

"Amira! Jam berapa ini! Kamu lupa kalau akhir bulan Bos suka keliling?!" Pak Ginanjar berteriak kencang.

"Maaf, Pak, Maaf. Saya bangun kesiangan."

"Payah! Kalau sampai Bos nanyain kamu dan kamu belum sampai. Tanggung sendiri akibatnya!" Kembali kujauhkan ponsel.

"Baik, Pak."

Aku menutup telepon itu. Tanpa berpikir panjang langsung beranjak dari ruang televisi. Mencuci muka serta menggosok gigi. Secepat mungkin mengganti pakaian tanpa mandi terlebih dahulu. Tas yang isinya masih sama kusambar. Segera keluar dari rumah dan menguncinya. Kantor menjadi tujuanku. Dengan motor merah aku berpacu dengan waktu.

Jalanan sudah cukup ramai. Sekitar pukul sembilan aku berhasil memarkirkan motor di parkiran kantor. Menilik kaca spion sebentar untuk memastikan tidak ada kotoran di mata. Menyisir rambut dengan tangan dan merapikan kerah baju. Jika harus dipecat aku sudah siap. Nasibku ada di tangan Bos.

Beberapa rekan kerja tampak kusut wajahnya. Ada yang memijit pelipis dan berkomat kamit tidak jelas. Suasana kantor mendadak horor. Bos kami jarang memberi teguran, tapi sekalinya inspeksi mendadak, tak jarang beberapa karyawan harus angkat kaki. Aku pun menggeleng. Membayangkan jika hari ini hal itu terjadi padaku.

Pak Ginanjar keluar dari ruangannya dengan wajah merah padam. Sepertinya beliau habis menjadi sasaran Bos. Aku berjalan menunduk, mendekati Pak Ginanjar.

"Bagaimana, Pak?" tanyaku saat Pak Ginanjar tepat di depanku. Pria berbadan gempal itu hanya memalingkan wajah ke arah pintu ruangannya. Tampak Bos sudah menantiku.

"Paling gak jangan potong gaji, ya, Pak. Kalau pun dipecat tetap kasih yang bulan ini." Aku berubah menjadi penghamba uang. Semua karena cicilan utang Mas Baja

"Gak tahu diri. Dah, sana temui sendiri."

"Baik, Pak." Kuayunkan langkah menuju ruangan itu. Mengetuk pintu sebagai tanda hormat pada atasan. Sebuah senyum tetap kuhiaskan di wajah.

"Masuk!" Bos berdiri sembari menatap jendela kaca. Ruangan Pak Ginanjar salah satu yang teryaman di kantor. Meski takut aku tetap melangkah.

"Kamu tahu berapa lama jatuh tempo utang kamu?" Suara baritonnya sangat berwibawa.

"Lima tahun, Pak."

"Berapa lama kamu sudah mengangsurnya?" Bos masih menghadap ke jendela.

"Lima bulan, Pak," jawabku lirih.

"Itu artinya masih kurang berapa bulan?"

"Lima puluh lima bulan, Pak." Bos pun membalikkan badan.

"Itu artinya di masa itu kamu tidak boleh terlambat walau sekali. Dan hari ini saat saya melakukan kunjungan dengan sangat nyaman seorang admin penjualan justru terlambat. Saya paling tidak suka." Aku tak berani menatapnya. Ini semua memang salahku. Dan aku pantas mendapatkan konsekuensi.

"Maaf, Pak. Saya janji tidak akan mengulangi lagi."

"Maaf? Apa maaf bisa mengembalikan dua jam keterlambatanmu?" Suara Bos mulai meninggi.

"Sekali lagi mohon maaf, Pak. Paling tidak jangan potong gaji saya, Pak. Kalaupun saya dipecat hari ini, saya minta tetap kasih full gaji saya yang bulan ini, Pak." Aku benar-benar menjadi penghamba uang.

Bos tampak tercengang. Ia seperti tak percaya dengan apa yang baru saja kuucapkan.

"Apa? Minta full gaji?!" Aku semakin menunduk. Tak berani melihat ekpresi Bos. "Wah, kamu memang sesuatu, Amira," ucapnya seraya mengayunkan langkah ke arahku. Refleks aku pun mundur.

"Daripada berpikir untuk keluar dari perusahaan ini, lebih baik kamu kembali bekerja dan lunasi utangmu dengan segala daya yang kamu punya. Aku benci orang yang meminta maaf dan tidak bertanggung jawab! Ingat itu!" Aku mendongak. Melihat wajah Bos sekilas. Beliau tampak serius.

"Ingat, Amira. Lima puluh lima bulan!" Bos menatapku tajam. Lalu melewatiku begitu saja.

Setelah Bos benar-benar pergi aku baru bisa bernapas dengan normal. Setidaknya bulan depan aku masih bisa bertahan di kota ini. Pulang kampung adalah hal yang tidak akan kulakukan sebelum sukses. Pantang bagiku kembali ke desa jika hanya menambah beban orang tua. Pintu ruangan Pak Ginanjar kututup. Aku pun berjalan ke meja kerja dengan layar monitor. Demi lima puluh lima bulan berikutnya.

"Gak dipecat kamu?" tanya salah satu rekan kerja yang mejanya tak jauh dariku.

"Alhamdulillah masih diberi kesempatan."

"Pakai susuk apa kamu? Sampai Bos tidak memecatmu?"

Hal semacam ini yang selalu membuatku tidak suka terlalu dekat dengan rekan kerja. Mereka yang seolah tidak peduli ternyata bersiap menerkam di saat momen tertentu. Terutama momen saat posisiku tidak aman.

"Bisa jadi Bos kasihan denganku." Tanpa melihat wajahnya aku menjawab.

"Yak! Jangan sok keren kamu. Aku paling paham karakter Bos. Beliau paling anti sama karyawan lembek. Harusnya kamu udah dipecat lama. Ya, Gak, Ga?" tanyanya pada rekan kerja yang lain.

"Emmm, bisa juga. Tapi mungkin karena Amira baik dan cantik. Makanya Bos kasih kesempatan. Lagian laporan penjualan juga selalu beres selama Amira yang pegang." Arga rekan satu ruangan kami membelaku.

"Kalau dia baik, gak mungkin suaminya kabur milih cewek lain! Udah pasti dia tuh perempuan murahan yang gak bener!" Senior perempuan di kantor kami meneriakiku.

Aku menatapnya sekilas. Dari mana dia tahu soal Mas Baja?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 72

    Riuh tepuk tangan itu menjadi awal proses akuisisi BaRlie oleh Aditama Group. Tanpa negosiasi yang alot dan terjadi seperti cuma-cuma. Teo yang nampak kebingungan hanya bisa mengikuti arahan Pak Rama saat diminta maju ke depan mendampingi Bu Hana.“Ini pemilik sebenarnya Aditama Group. Pewaris tunggal Almarhum Pak Aditama. Meski dulu, Aditama Group dibangun bersama papa saya, nyatanya dialah yang menikmati hasilnya sampai hari ini. Awalnya saya malas dan ragu melepaskan semua ini bahkan saya ada niat jahat ingin merebutnya dari anak kecil ini. Tapi, ada satu orang yang membuat saya takjub sampai-sampai menghilangkan rasa benci saya pada keluarga Aditama. Dia adalah Amira, istri dari Pak Teo ini yang sekaligus adik saya saat kami bekerja di sebuah lembaga bimbingan belajar. Kegigihannya membuat saya tak sampai hati melukai orang-orang terdekatnya. Pak Teo, anda harus berterima kasih pada istri anda,” ujar Bu Hana pada Teo di atas panggung di depan semua orang. “Baik, Bu.”“Sekarang sud

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 71

    Ini pertama kalinya aku ke Bali bersama Teo. Meski Teo memiliki resto di sana dan kerap bolak balik Jakarta Bali aku tidak pernah ikut. Sebenarnya aku sedikit berat meninggalkan Akila dan Ibu tapi karena ibu mengizinkan dan tetap akan di Jakarta sampai aku pulang, akhirnya aku pun berangkat."Deg degan?" tanya Teo saat pesawat yang kami tumpangi mulai mengudara."Sedikit," jawabku sambil melirik ke arah jendela di mana aku bisa melihat ke bawah dan memang cukup menakutkan."Santai saja. Nanti juga nyaman kok," balas Teo sambil mengeratkan genggamannya. "Adek aman, kan?""Aman."Dan benar sekali perjalanan Jakarta Bali ini tidak terasa. Aku juga tidak tidur seperti saat melakukan perjalanan darat. Mungkin karena ini pertama kali jadi tidak nyaman untuk tidur di pesawat.Sesampainya di bandara kami disambut oleh manajer dari resto milik Teo. Memang selain datang untuk menghadiri undangan Bu Hanania, Teo berencana melakukan cekhing ke resto juga."Selamat siang, Pak dan Ibu. Selamat data

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 70

    Aku tidak mengerti mengapa Teo memintaku ikut ke Bali. Penjelasannya pun terasa tak masuk akal. Tapi, Teo bersikeras menyampaikan aku harus ikut."Tapi aku sedang hamil. Apa tidak masalah naik pesawat?""Kita konsul dulu sama Dokter Adara. Atau kamu WA tanya.""Tapi kenapa mendadak sekali? Kenapa harus lusa?""Ini penting, Ra. Sangat penting. Nanti aku jelaskan saat kita udah berangkat."Teo mulai menyiapkan koperku. Dia membuka lemari dan berusaha memilih baju-baju yang akan aku kenakan. Rasanya aneh sekali."Nah, itu sudah datang orangnya," kata Teo setelah mendengar seruan dari Mbak Dewi. "Biar tunggu di bawah, Mbak!" jawab Teo."Kamu manggil siapa emangnya?""Ayo kita turun dulu," ajak Teo seraya menarik tanganku. Aku pun pasrah karena aku sendiri tidak mengerti detail yang akan disampaikan Teo. Aku hanya berusaha percaya. Itu yang bisa kulakukan. Sesampainya di ruang tamu aku jelas terkejut melihat siapa yang duduk di sofa."Dokter," ucapku."Saya jadwalkan cek di rumah sekalian

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 69

    POV Teo"Kita harus berangkat sekarang jika tidak ingin terlambat, Pak.""Berangkat ke mana? Maksudnya apa, Pak Rama?" Aku masih belum terlalu paham dengan situasi yang baru saja dijelaskan Pak Rama. Bagaimana mungkin Raline menjual perusahaan sementara kondisinya seperti itu?Pak Rama pun menyodorkan beberapa file salinan dari apa saja yang sudah dikerjakan Baja dan Raline akhir-akhir ini. "Ini sebagian kecil, Pak. Sisanya saya ....""Sebentar. Ini benar, Pak?" tanya Arhab tiba-tiba yang mengenali nama pihak kedua dalam perjanjian itu."Benar, Pak Arhab. Ibu Hanania yang akan menjadi kunci dalam akuisisi ini.""Aku bilang apa. Dokter itu aku pernah meihatnya bersama Hana," terang Arhab padaku.Kini aku mengangguk setuju. Pasti ada sesuatu. "Kamu tau dia di mana, Hab?" "Bali, Pak. Bu Hana stay di bali selama ini," jawab Pak Rama seperti sudah memastikan semuanya."Kita berangkat hari ini. Cari tiket terdekat," ujarku yang langsung dijawab dengan anggukan Pak Rama.Tok! Tok! Tok!Ses

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 68

    POV TeoApa yang belum pernah kudapatkan di dunia ini? Segala macam kemewahan dan kenikmatan hidup bisa dibilang sudah pernah kurasakan. Akan tetapi, tidak ada yang semenggembirakan ini. Mendengar detak jantung makhluk kecil yang masih bersembunyi di rahim mamanya membuatku tak bisa berhenti merasakan euforia yang susah sekali untuk kujabarkan.Aku tidak salah mendengar. Kata Dokter Adara janin atau nanti akan disebut sebagai bayi milik kami sehat tanpa kurang suatu apa. Detak jantungnya normal, pertumbuhannya juga sesuai dengan usia kandungan mamanya. Bahkan tadi dia bergerak-gerak lincah seakan menyapa papa mamanya mengabarkan kalau dia baik-baik saja. Lucu sekali. Ini lebih mengharukan dibandingkan memenangkan tender manapun. Dan lihatlah aku, Teodorus Liem Aditama dalam kurun waktu kurang dari satu tahun akan menjadi seorang papa."Ibu dan kandungannya sehat. Semuanya normal dan berkembang sesuai usianya. Ini hasil print outnya ya," ujar Dokter Adara sambil menyerahkan hasil cetak

  • Ditinggal Suami Dinikahi Bos   #Season 2 Part 67

    Tamu tak diundang itu cukup mengejutkanku. Bagaimana bisa tanpa rasa sungkan dia datang seraya menyapa ibu dengan ramah."Apa-apaan? Kenapa bisa nyamper ke sini?" tanya Teo saat kami sudah bertiga di ruang tamu."Udah ketemu belum sama pemilik saham-saham itu?" Aku pun melirik sekilas ke arah mereka saat meletakkan minum yang dibuatkan Mbak Dewi. Walau awalnya enggan, karena ada ibu di rumah mana bisa kami menolak kedatangan mantan kepala desa itu."Aku bilang mau cuti sehari. Pak Rama aja paham. Lo enggak?" timpal Teo. Mereka nampak akrab tidak seperti pertemuan-pertemuan sebelumnya."Makasih, Mir," ujar Mas Arhab malah menanggapi sikapku dibanding pertanyaan Teo."Istri gue, Hab!""Iya paham."Aku menggeleng. Mereka berdua benar-benar aneh. Dari cara komunikasi hingga kedekatan mereka tampak lebih akrab."Nih aku bawa nama penting hari ini," ujar Arhab seraya menyodorkan layar ponselnya ke Teo.Aku yang duduk di sebelah Teo praktis bisa membaca dan melihat profil perempuan yang sed

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status