Share

Ditinggalkan Karena Burik
Ditinggalkan Karena Burik
Penulis: Bun say

Hinaan Andra

Penulis: Bun say
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-05 11:44:55

1. Hinaan Andra

Suara motor Mas Andra terdengar menderu di halaman. Setelahnya pria itu terdengar membuka pintu bahkan sebelum aku berjalan mendekat ke arahnya.

"Kamu sudah pulang, Mas?" tanyaku pada pria yang dua tahun ini sudah menikahiku.

Namun, bukannya menjawab, pria itu malah berpaling ke arah lain bahkan untuk mengulurkan tangannya padaku pun, sepertinya jijik. Tanpa kata, Mas Andra melewatiku begitu saja dengan wajahnya yang terlampau dingin. Sama sekali tidak menegaskan kesan sebagai seorang suami yang baik kepada pasangannya.

Ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut, setidaknya aku harus tahu alasan Mas Andra membenciku. Berusaha menegarkan hati, aku mencoba bertanya kembali padanya.

"Kenapa kamu terus memperlakukan aku seperti ini, Mas? Apa salahku padamu?" tanyaku dengan mata yang pasti sudah berkaca-kaca, karena jujur aku tak mengerti. Aku tak nyaman mendapatkan perlakuan seperti ini terus-menerus. Kedua orang tuaku selalu bersikap lemah lembut saat di rumah, tak pernah kami berseteru apalagi dalam kemarahan hingga waktu berbulan-bulan. Tapi sekarang, suamiku sendiri yang bertingkah seperti itu.

Perlakuan Mas Andra padaku sudah berjalan selama lebih dari lima bulan lamanya.

"Kamu mau tahu alasannya?" Mas Andra berbalik dengan mata tajam, saat aku mengangguk dengan cepat. Terlihat kebencian di matanya yang kecoklatan untukku.

"Karena kamu itu burik! Dan nggak ada cantik-cantiknya sama sekali! Aku bosan dan benar-benar jijik sama kamu, Aisyah!" sarkas Mas Andra terdengar marah, lalu membanting pintu kamar dan menguncinya dari dalam bahkan sebelum aku sempat membalas ucapannya. 

Setelahnya kudengar teriakan kesal. Aku mendekati pintu, dan mendengar Farel yang tengah tertidur, seketika terdengar menangis kencang. 

Ya Allah, kenapa Mas Andra jadi nggak bisa mengontrol emosinya? batinku bicara. Apakah hanya karena kulitku yang burik, hingga Mas Andra berlaku kasar tiap hari padaku? Atau mungkin dia memiliki sebuah alasan lain untuk itu? Jujur aku tak mengerti.

Jika alasannya karena kulitku yang burik ini, itu sama sekali bukanlah kesalahanku. Kulitku memang sensitif,  Mas Andra juga tak mampu membelikanku skin care, apalagi ditambah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari, sangatlah jauh dari kata layak. Ya, kami mengontrak rumah di kawasan padat penduduk dengan sumber air yang menguning, dan bau besi berkarat. Tapi seharusnya itu bukanlah kesalahanku, karena jika Mas Andra memiliki gaji yang lebih besar, kami bisa pindah ke tempat lain yang sumber airnya lebih baik. Setidaknya, jika tidak ada sumur bor, maka bisa menggunakan air PDAM yang bening dan tidak merusak kulitku. 

Pintu kembali terbuka, saat tanpa sadar aku menatapnya yang berkacak pinggang. Mas Andra saat ini persis seperti seorang preman yang berniat menghab**i lawannya. Membuatku jelas sangat ketakutan.

"Aisyah, urus anakmu yang berisik itu! Dan Jangan biarkan dia menangis terus menerus! Aku pusing mendengarnya!" titahnya seperti seorang raja. Aku mengangguk dan enggan berdebat. Malu juga pada tetangga kanan kiri yang rumahnya jelas berdempetan.

"Baik, Mas." Benar saja Farel sudah nangis kejer. Segera kudekati dan kuberikan asi agar tangisnya berhenti. Setelahnya, terdengar suara motor yang menderu di halaman dan pengendaranya pergi. Kebiasaan Mas Andra jika sedang marah, maka pria itu akan memilih pergi sebagai pelarian. 

Ya Tuhan, kenapa rumah tanggaku jadi seperti ini. Tanpa terasa air mataku berlinang begitu saja.

******

"Heh, Aisyah. Suamimu marah-marah lagi hari ini?" Bu Nur langsung bertanya ketika aku keluar rumah untuk membuang sampah. 

"Biasa saja, Bu," kilahku karena tidak ingin membuat wanita itu merasa memiliki jalan untuk semakin menghinaku.

Di lingkungan ini, Bu Nur sudah terkenal karena mulutnya yang kadang tidak bisa disaring dan suka sekali mencampuri masalah orang lain. Dan akhir-akhir ini, sasarannya tentu saja adalah aku dan Mas Andra. Mungkin karena sering mendengar suamiku itu berkata keras, hingga memancing kuping tetangga untuk semakin mencari tahu tentang keadaan rumah tanggaku yang sebenarnya.

"Ya sudah sih, kamu tinggalkan aja suamimu yang kasar dan pemarah itu. Lagi pula kalau aku punya suami seperti itu, malas banget. Udah gajinya kecil, suka marah-marah lagi. Aku sih pasti udah tinggalin dari dulu. Lagian kamu itu cantik dan masih muda lho, pasti bisa mendapatkan suami yang lebih baik daripada si Andra yang cuma karyawan biasa itu." 

"Di sini saya posisinya saya adalah istrinya Mas Andra lho. Kenapa ibu yang malah lebih gemes sepertinya?"

"Eh, kamu itu kalau dibilangin memang benar-benar nggak nurut, ya. Bodoh, dasar mentang-mentang datang dari kampung. Digituin sama lakinya aja, kamu tetap aja masih sabar!" Suara  Bu Nur naik beberapa tingkat, langsung berlalu masuk ke dalam rumahnya. Setelahnya, terdengar pintu yang ditutup sedikit kencang, membuatku lagi-lagi harus mendesah berat, melihat perlakuan orang-orang di sekitarku, yang bukannya saling menguatkan saling menolong malah saling menjatuhkan. 

Daripada aku memikirkan wanita itu yang jauh dari kata ramah, dan hanya mencari gara-gara saja,  kuputuskan untuk kembali ke dalam dan pergi ke dapur, menyiapkan makan malam. Kebetulan hari juga beranjak sore dan gelap sebentar lagi menyapa.

Kulihat beras ternyata tinggal dua liter saja. Dan beras ini harus cukup sampai hari sabtu, sebelum Mas Andra memberi uang belanja di hari minggu. Sayur kangkung yang seikat dengan tempe di sampingnya itu, kuputuskan untuk memasaknya segera, sebelum Farel kembali bangun. Bayi berusia dua bulan itu memang tidak rewel, dan itu membuatku sedikit terobati, ditengah sikap Mas Andra yang masih saja buruk.

******

Lega rasanya setelah menunaikan ibadah salat magrib dan berdzikir sebentar, lalu mencurahkan segenap keluh kesah kepada Sang Pemilik Takdir. Kulipat mukena dan sajadah dan mengembalikan ke tempatnya semula. Farel masih anteng di tempat tidur, bahkan bayi itu tengah anteng sambil mengemut ujung jarinya.

Kudekati putra tampanku itu, kemudian membawanya ke ruang tamu. Kontrakan yang hanya tiga petak ini membuatku wara- wiri hanya disekitaran itu-itu saja.

Kuputuskan untuk menonton tv sambil menunggu makan malam. Meski kuakui perutku semakin keroncongan karena tadi siang hanya makan sedikit, semua itu demi menghemat pengeluaran.

Suara Mas Andra terdengar berbincang dengan seseorang di luar rumah. Tampak akrab dengan lawan bicaranya yang kuduga adalah Pak Tarso, suaminya Bu Nur.

Pintu dibuka dari luar. Mas Andra seperti biasanya langsung masuk tanpa mengucap salam terlebih dahulu. Kebiasaan yang turut hilang selama lima bulan ini. Entah apa kesalahanku yang begitu besar, hingga membuat pria itu sama sekali tidak mentolerir dan sama sekali tidak menganggapku berada di sisinya. Padahal dulu sikap pria itu sangat manis, terlebih lagi ketika berkunjung ke kampung untuk meminangku kepada kedua orang tuaku.

"Mas, kamu mau makan sekarang?" tanyaku sambil berdiri dengan Farel di gendongan.

"Aku sudah makan di luar!"  ucapnya tanpa mau repot-repot mengalihkan pandangan padaku. Seperti biasanya, akan masuk ke dalam kamar kemudian menutup pintu dengan kasar. Aku sampai memegangi dadaku saking terkejutnya, dan kembali duduk di ruang tv.  Membaringkan Farel di atas tempat tidur, lalu segera berjalan ke dapur untuk mengambil nasi dan lauk. 

Sepertinya tak guna terus-terusan membaik-baiki pria itu, jika Mas Andra sendiri tidak mencoba untuk merubah akhlak dan perlakuannya kepadaku.

 Rasa lapar yang kutahan sejak tadi, membuatku sampai gemetaran. Apalagi Farel kuat sekali jika menyusu, hingga beberapa puluh menit lamanya, membuatku makan dengan rakus sambil menonton sinetron yang belakangan ini booming dan menjadi idola kaum emak-emak sepertiku.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Hallo author ijin baca ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Ditinggalkan Karena Burik   Akhir Segalanya

    Bab 33 Akhir Segalanya Berjalan dengan mengendap-ngendap, aku masuk ke rumah yang belakangan ini menjadi tempat tinggalku bersama dengan Aisyah. Berharap wanita itu tidak mengetahui kepergianku ke rumah Anisa. Bahkan dengan keadaanku yang seperti ini, rasanya aku enggan untuk berbicara dengan wanita itu untuk sementara waktu, karena pasti Aisyah akan mencecarku dengan berbagai pertanyaan."Dari mana kamu, Mas?" Deg! Suara Aisyah terdengar dari balik pintu. Wanita itu menatapku dengan penuh selidik."Aku–" Sial. Aku tak sempat memikirkan alasan dari mana kepergianku, apalagi dengan keadaanku yang terluka seperti ini akibat ulah si Malik tadi. Aisyah pasti curiga."Jangan katakan jika seseorang membegalmu lagi di jalan, karena alasan itu sudah basi untukku, Mas." Duh, bagaimana ini. Sangat sulit mencari alasan di saat aku tidak bisa berpikir jernih."Eh, tadi aku bertemu dengan teman, tak disangka dia mar

  • Ditinggalkan Karena Burik   Pria Asing

    Bab 32 Pria Asing Seketika ibu melongo. Saat aku dan Aisyah menatap wajahnya dengan serius. Seperti tengah mencari alibi, wanita itu masam-mesem dengan matanya yang melirik ke sana kemari."Eh itu–""Sudahlah, Bu. Tidak usah berbohong lagi. Ayah mertua juga sebenarnya sudah sehat. Jadi sebaiknya ibu bawa pulang saja daripada terus-terusan tinggal di rumah sakit, kan tidak enak," ujar Aisyah lagi. Ada raut nada tidak suka dari penjelasannya barusan. Mungkin wanita itu kecewa karena oleh ibuku yang terus membohonginya. Sedangkan aku juga tidak bisa berbuat apa-apa karena ini murni adalah kesalahan ibu.Tidak dapat berkata-kata lagi, Ibu akhirannya membungkam mulutnya. Setelahnya kuajak dia menemui dokter untuk mengajak ayahku pulang. Sepanjang perjalanan Aisyah tidak bersuara. Ibu juga sepertinya merasa malu kepada wanita itu. Saat melewati restoran Padang kesukaannya wanita itu hanya bisa menelan ludah

  • Ditinggalkan Karena Burik   Pria Tidak Bertanggung Jawab

    Bab 31 Pria Tidak Bertanggungjawab Kuparkirkan mobilku di halaman. Motor Mas Andra masih ada di sana seperti tadi pagi. Berarti pria itu tidak pergi kemanapun seharian ini. Begitu pintu terbuka, pria itu sudah menodongku dengan keberadaannya. Mengagetkan sekali."Assalamualaikum," ucapku. Terlihat pria itu senyam-senyum sendiri seperti menginginkan sesuatu."Aisyah, kamu sudah pulang? Ayo duduk sini." Bukannya menjawab salamku, pria itu malah mengajakku duduk di sofa. Dari raut wajahnya saja sudah kelihatan jika dia memiliki maksud lain."Ada apa Mas?" Kuikuti kemauannya. Dan bersiap mendengar maksudnya. Padahal aku ingin segera bertemu dengan Farel."Aisyah, tadi ibu minta uang  lima belas juta. Kamu tahu kan jika mas sedang sedang cuti sekarang. Sedangkan waktu itu uang mas dipake sama kamu sebanyak empat puluh lima juta. Jadi, bisa kan kamu ngasih dulu ke ibu. Nanti jika mas udah kerja

  • Ditinggalkan Karena Burik   Bingung

    Bab 30Rasa kesal memenuhi pikiranku. Uang di atm-ku pasti sisanya tidak jauh dari 30 juta. Jika aku harus memberikannya kepada ibu untuk pengobatan ayah, tentu nilainya akan kembali berkurang setengahnya. Sedangkan aku entah kapan kembali bekerja, mengingat sekarang aku juga pasti sedang dikejar-kejar oleh anak buahnya Pak Darma. Bahkan saat ini aku tidak tahu kabar Malik lagi, karena pria itu tidak juga menghubungiku. Ingin menghubunginya terlebih dahulu, namun aku sadar kesalahanku semalam yang meninggalkannya pergi.Kini harapanku tinggal Aisyah saja satu-satunya. Dia kan mulai bekerja, pasti gajinya juga cukup besar. Apalagi seorang model dibayar per kontrak baru disetujui."Andra!" Suara ibu terdengar melengking."Ya, Bu." Aku beranjak dan mendekat ke sumber suara. Wanita itu sudah rapi. Di ruang tengah, ibu memakai kerudung panjang dengan tas yang tersampir di lengannya."Ibu mau ke rumah sak

  • Ditinggalkan Karena Burik   Terasa Asing

    Bab 29Terasa AsingHari pertama kembali kepada Aisyah. Semuanya terasa begitu asing bagiku. Semalam tidak ada hubungan intim antara kami berdua, karena sesuai  poin dalam isi perjanjian, aku harus menahan diri untuk tidak menggaulinya selama dua bulan lamanya. Dan sebagai seorang pria yang memiliki libido tinggi, rasanya hal itu seperti hukuman untukku. Tapi, aku akan berusaha untuk tetap sabar meskipun jika aku kebelet,  bisa saja aku pergi diam-diam kepada Anisa sebagai pelampiasan.Pintu kamar mandi terbuka pelan, setelahnya Aisyah keluar dari walk in closet dengan pakaiannya yang sudah rapi. Tampak Anggun mengenakan gamis berwarna pink dengan kerudung berwarna fanta. Melirik sekilas ke arahku, kemudian wanita itu segera membuka pintu kamar dan beranjak ke meja makan membantu Mbak Iin menyiapkan sarapan pagi.Aku ikuti langkahnya dengan perasaan lesu. Sepertinya kembali padanya bukan ide yang baik, mengi

  • Ditinggalkan Karena Burik   Babak Belur

    Bab 28Babak Belur "Andra, cepat kau datang ke gudang sekarang juga!!" Kuabaikan perkataan Aisyah. Sekarang bukan waktunya untuk berdebat dengannya, meskipun poin-poin yang tertulis dalam lembaran kertas tadi mengusik pikiranku. Tega sekali wanita itu memberikan syarat yang sulit untuk kulakukan, jika aku ingin kembali hidup dengannya.Dalam pandangan tajam wanita itu, aku segera berlalu, menyambar kunci motor yang terletak di atas meja ruang tamu, lalu mengendarai kendaraan hitam milikku itu. Kendaraan yang kubeli dari hasil sesuatu yang tidak sesuai dengan penghasilanku sebagai pekerja di kantor dengan posisi rendahan.Hanya sepuluh menit sampai di tempat yang dituju. Di sana Malik tengah menunggu. Rekanku itu tidak sendiri. Ada lima orang pria yang tampak berdiri menunggu kedatanganku dengan tidak sabar."Ada apa ini? Apa yang kau lakukan kepada temanku?!"  ucapku saat melihat wajah Malik yang babak belur. Waj

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status