“Rina? Rin?” Aku yang sedang sarapan, menoleh ke sumber suara. “Tante? Ada apa tan?” tanyaku.“Uh, enak nih. Bentar ku icip dulu,” “Iya tan, cobain ini juga.” Ku ambilkan sebuah salad ayam mayo untuknya. “Heem enak sekali… oh ya, ada kabar dari Andrea.” “Kabar apa tan?” tanya ku antusias. “Aku sudah kabari kalau kamu sudah memenuhi syarat nya lalu dia berkata agar kamu bisa berangkat menemui nya segera. Nah, tante sudah konfirmasi mengenai tiket pesawat, fasilitas hingga tempat tinggal kita di sana. Tante mau bertanya padamu. Apakah kamu benar-benar mau ke sana?” Dengan suara yang antusias, aku pun mengiyakan. “Syukurlah, bagaimana kalau di tanggal 1? Pas di sana musim panas saja. kata Andrea, kamu juga harus masuk lagi akademi modelling agar kamu semakin lihai ketika nanti fashion show.” “Iya tan, Rina tau itu. emm, Rina rasa boleh juga. Tapi, Rina bingung tan. Rina hanya kepikiran saja anak-anak Rina.” “Hmm, kan hal itu sudah di obrolin dulu Rin. Abhi dan Kresna tiap bulan
“Permisi ka.” Awalnya ku diam saja karena ku kira panggilan itu bukanlah untukku. “Mbak, itu di panggil.” Tepuk ibu-ibu yang sepertinya sedang menunggu anaknya juga sepertiku. Ku menoleh dengan membalikkan badan ku mengahadap kearah seorang yang memanggilku itu. “Anda panggil saya mas?” “Iya kak. Mohon maaf sebelumnya kalau menggangu. Perkenalkan saya Tio dari majalah harian wanita. Saya mengenali anda bu. Mohon maaf, apa anda adalah Rose?” tanya pria itu padaku. Ku terkejut dengan pertanyaan nya. Bagaimana dia tau bahwa aku adalah Rose? Nama itu adalah nama panggung ku. “Maaf kak, apa boleh kita bicara sebentar di sana?” Lanjutnya berucap. “Mau apa kamu?” “Saya hanya ingin bertanya sesuatu ka. Jangan takut, ini kartu identitas saya menandakan bahwa saya memang benar fotografer di sana” Ku lihat kartu nama itu, “Tio Swiriyo, Fotografer majalah Etime Wanita” Melihat itu, ku memakluminya. Dulu aku memang pernah menjadi model cover majalan itu. Tapi itu kan dulu, dia hebat sekal
bab 1Ku terbangun dari tidurku karena mendengar suara gebrakan pintu dan suara suamiku yang terdengar marah. Aku buka mataku dan ku lihat jam dinding menunjukan angka 2 dini hari.“Rina! Cepat buka! Dasar lambat!”Aku pun segera bangun dari tempat tidur ku lalu ku bergegas membuka pintu itu. Seketika bau semerbak alcohol tercium menusuk ke hidungku.“Mas? kamu kenapa? kamu darimana sih mas? bau alcohol gini? Kamu minum mas? Haram mas, ingat haram”“Halah, kamu lagi kamu lagi! Rina, aku muak dengan kamu. Minggir!" ucapnya dengan nada tinggi.“Aw! Sakit …” ucapku dengan mengusap punggung ku.Mas hanif mendorongku sampai punggungku terhentak terkena pegangan pintu. Ku coba tahan rasa sakit ini, rasanya aku sudah terbiasa melihat mas hanif yang selalu pulang malam. Aku hela nafasku lalu ku tutup pintu kamarku dan menguncinya.Ku lihat mas hanif, Pakaian nya berantakan. Dia berjalan sempoyongan dan mengigau saat berjalan. Setelah itu, dia langsung tergeletak tidur di tempat tidur. Aku ta
Ku lihat diriku di cermin. Apa yang salah dengan ku? Kenapa mas Hanif sekarang seperti jijik dan acuh padaku. Hatiku sangat sakit melihat kamu yang sekarang mas. Kamu seperti orang yang sangat berbeda dari yang dulu. Air mataku tak berhenti mengalir, rasa sesak dadaku karena di perlakukan tiba-tiba oleh suami seperti ini membuat pikiran dan mental ku kacau.Dengan tangan gemetaran, aku membersihkan luka di keningku. “Luka ini kalau aku perban pasti di kira sakit oleh anak-anakku. Ah, aku tutup saja dengan plester besar ini” ucapku sendri. Aku mengambil plester besar di kotak P3K ini lalu ku tempelkan pada luka di keningku dan ku tutup dengan rambutku.Kemudian aku keluar dari kamar mandi dan melihat mas Hanif tertidur lagi, ingin ku membangunkan dia lagi namun aku takut dia marah lagi padaku. Ku lihat jam di dinding yang sudah menunjukan angka 6.15 pagi. Aku pun keluar dari kamarku untuk mengantar anak-anakku ke sekolah.“Sayang sudah sarapannya?.” Tanyaku dengan nada riang untuk m
Ku menghela nafasku, lalu ku lanjutkan membuat kue tanpa bantuan dari mbok ani karena dia sedang membersihkan halaman belakang, Aku mixer semua bahan-bahan untuk membuat kue, lalu setelah hampir 3 jam ku ada di dapur, kue pun jadi lalu ku potong-potong dan ku tata di piring. Setelah itu, ku tutup dengan penutup makanan. Dan yang terakhir ku tata kue lain yang mama beli di piring juga dengan rapi.Aku melihat jam di ponselku sudah pukul 12 siang, ini waktunya anakku kresna pulang. Aku pun mengambil cardigan ku di kamar. Kemudian, aku keluar dari kamarku dan mendapati mama sedang menata makanan dia atas meja yang aku tata tadi.“Ma, aku jemput kresna ya ma,” ijinku pada mama.“Eh ehh kamu beresin ini aja, biar aku yang jemput,” jawab mama padaku.“Eh tapi ma,”“Udah, sama aja kan? Yang bersih dan rapi loh,”pesan mama padaku.Mama pun mengambil tas nya lalu dia keluar rumah dan mobilnya melaju menuju ke sekolah anakku. aku pun menuruti mama membereskan tempat arisannya disini. Ku tata ku
“Sayang, anak mama yang pinter, sudah selesai gantinya?” tanya ku.“Mama … jangan ngintip, kresna lagi ganti baju ma,” jawab anakku dengan menutupi tubuhnya dengan kedua tangan nya.“Hahaha oke, oke mama keluar nih, kalau sudah selesai keluar ya makan siang” ucap ku lalu ku menutup pintu kembali.“Iya maa…” jawab anakku.Ku menunggu di depan kamarnya, lalu setelah beberapa menit, anakku pun keluar“Udah ma, ayo makan” ucap anakku dengan menggandeng tanganku.“Iya ayoo ...” jawabku.Kami pun turun dari lantai atas menuju ke meja makan. Dari atas aku melihat mas hanif keluar dari kamar dan bergabung dengan mama dan wanita itu. aku pun mengantar anakku dulu untuk makan sendiri.“Sayang, kamu makan sendiri bisa kan?” ucapku.“Bisa mama …” jawab anakku.“Oke, ini ayam goreng kesukaan kresna, terus ini mama ambil nasi nya. Kresna makan sendiri ya sebentar, mama mau kesana dulu ya, ini minum nya ya sayang,” ucapku.“Oke mama,” jawab anakku dengan mengacungkan kedua jempolnya.Aku pun meningg
Dengan gemetar, aku pun berdiri dan berusaha menarik gerbang rumahku yang besar dan tinggi ini. Ku lebarkan pintu gerbang itu lalu mas hanif pun melajukan mobilnya keluar dari rumah dengan cepat. Ku tarik kembali gerbang itu namun ku masih gemetar tak karuan, aku pun terjatuh dan air mataku yang lain tak tertahankan lagi. Segitunya mas hanif menyakiti hatiku, apa selama ini kenangan kita tak ada harganya di matamu mas? Kesetiaan ku padamu, mengurus kamu, melayani kamu, dan mengerjakan semua pekerjaan rumah tak ada apa-apanya untukmu mas?“huhuhuhuhuu” tangis ku dengan memegang dadaku yang terasa sesak.Aku menangis terduduk di bawah gerbang tak lama kemudian, tiba-tiba mama keluar dan memarahi ku.“RINAAAAA! Kamu apa-apaan ini? Nasi berserakan, cepat bereskan! Sebentar lagi teman-teman ku mau pada datang,” teriak mama padaku.Air mata ku masih ingin mengalir, dadaku juga masih sangatlah sesak. Aku tak bisa menjawab teriakan mama itu. Akan tetapi, mama malah menjambak rambutku dengan k
Ku tak tau kenapa menangis, ku sangat terharu melihat anakku yang masih kecil tapi dia sudah harus melihat yang seperti ini. Aku bersyukur memiliki anakku.“Maafin mama ya nak …” ucapku.“Mama kenapa minta maaf? Seharusnya nenek yang minta maaf ke mama, nenek jahat” ucapnya.“Abhi sayang, anak mama, mama bersyukur masih punya abhi” ucapku meneteskan air mata.“Mama … mama jangan nangis ma … mama yang paling hebat, abhi sayang mama” jawab nya.Abhi memelukku, setelah beberapa menit kemudian, tiba—tiba ada mobil yang datang. Dan seseorang itu pun turun dari mobilnya. Aku dan abhi bersama-sama melihat siapa orang itu.“Rina …” ucap seseorang itu.Ku kaget ternyata dia adalah adik kandung mama yang bernama tante sofi. Dia mendekati aku dan anakku. Aku hapus air mataku dan aku juga hapus air mata abhi. Aku hanya tak ingin orang lain tau kami berdua menangis.“Rina, udah lama ya ga ketemu … kamu gimana kabarnya?” tanya dia dengan memegang tanganku.“Ka