Share

4. Janda Komplek Sebelah

Amin sudah duduk di ruang tamu Pak RW. Di depannya sudah ada Jihan yang tersedu karena merasa bersalah menghilangkan motor Amin. Gadis perawan itu terus saja memilin ujung bajunya tanpa berani menatap wajah sang ayah yang terlihat sangar. Amin pun tak berani menatap wajah Pak RW, menurutnya Pak RW adalah sosok yang sangat disegani karena kebijaksanaannya, selain itu lelaki paruh setengah baya di depannya ini adalah orangtua dari wanita yang ia sukai, tentulah ia harus tampak baik dan ikhlas.

"Awal bulan nanti, saya akan mengganti motor Bang Amin yang dihilangkan anak saya. Walaupun tidak baru, tetapi saya berharap Bang Amin mau menerimanya," ujar Pak RW sambil meletakkan gelas kopi yang isinya baru saja ia teguk.

"Tidak apa-apa, Pak. Saya ikhlas. Semua juga terjadi secara tidak disengaja oleh Jihan. Musibah, kalau kata orang. Tidak perlu diganti motor saya. Lagian motor saya itu, bukan motor bagus apalagi mahal. Insya Allah, nanti ada rezeki lagi saya akan beli yang baru," jawab Amin mantap. Dalam hati ia berharap, sang calon mertua mau sedikit melirik dirinya agar masuk dalam kandidat calon menantu. 

"Wah, luar biasa legowo sekali Bang Amin ini, salut saya. Jadi, saya tidak perlu mengganti motor Bang Amin?"

"Gak perlu, Pak. Saya sudah mengikhlaskan." Amin melirik malu-malu pada Jihan yang kini sudah menghapus air matanya. Gadis itu nampak menarik nafas lega, sambil ikut melirik Amin.

"Terimakasih, Bang Amin. Semoga amal ibadah Bang Amin diterima di sisi Allah," ucap Jihan sambil tersenyum tipis yang sangat dipaksakan.

"Tapi saya belum meninggal Dek Jihan, he he he ...."

"Eh, iya. Saya lupa." Jihan ikut menyeringai sambil menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Ekspresi penuh rona di wajah Amin saat berbincang dengan Jihan, membuat Pak RW Darwis mengulum senyum, sepertinya ia tahu kenapa Amin mengikhlaskan motornya hilang oleh Jihan.

"Saya pamit, Pak. Harus ke bengkel lagi," ucap Amin sambil berdiri dari duduknya, lalu dengan khidmat ia mencium punggung tangan Pak RW.

"Makasih ya, Bang Amin," ucap Jihan sekali lagi, ia pun berdiri dari duduknya dan berjalan mengantar Amin sampai ke depan pintu. 

"Mari Dek, Pak, saya permisi." Amin berjalan dengan langkah ringan penuh senyum bahagia. Sepertinya ini salah satu cara agar Pak RW mau melihatnya sebagai seorang lelaki pemaaf dan ikhlas, yang pantas bersanding dengan puteri semata wayangnya.

Sepanjang siang hingga sore, Amin begitu semangat melaksanakan tugasnya memperbaiki motor pelanggan yang mogok, ganti ban dalam, ganti busi, atau sekedar tambah angin. Pekerjaan yang ia cintai dan ia lakukan dengan penuh suka cita. Ditambah lagi, pujian dari Pak RW, calon ayah mertuanya, tentulah semangatnya membara beribu kali lipat.

"Ban motor gue disenyumin terus, Min? Lagi ngebayangin senyum dengan jande yang mane?" celetuk Imron, teman Amin yang sedang menambal ban motornya.

"Ha ha ha ... mana level gue sama janda. Anak perawan dong," seru Amin sambil tergelak. Dengan lihai ia mencelupkan ban dalam Imron ke dalam air, untuk mencari udara yang bocor.

"Lah, emang ada anak perawan yang mau sama lu?" Imron yang tadinya duduk di kursi tunggu plastik, kini ikut berjongkok di samping Amin, sambil menghisap rokoknya.

"Cerita dong!" rengek Imron penasaran, lelaki itu terus saja memperhatikan Amin yang tengah serius menambal ban motornya.

"Pokoknya gak lama lagi, lu bakalan terima undangan gue dengan anak perawan," ucap Amin dengan penuh semangat.

"Oh, jadi udah ada inceran. Padahal gue mau ngasih tahu lu, ada janda baru, kaya lagi, di komplek sebelah."

"Siapa?" kali ini Amin menoleh.

"Huu ... denger kata janda kaya aja lu, langsung nengok!"

"Aaww!" teriak Amin mengaduh, saat Imron mendorong tubuhnya cukup kuat.

"Lu, tahukan anak SMA yang suka nambal ban sepeda majikannya di sini?"

Amin mengerutkan keningnya, nampak berpikir keras, siapakah gerangan wanita yang dibicarakan Imron.

"Lupa," sahut Amin sambil menggelengkan kepala. Imron mendengkus kesal, ia bangun dari posisi jongkok, lalu kembali duduk di kursi plastik.

"Kata lu janda, kok ngomongin anak SMA?" tanya Amin yang kini sudah mengisi udara motor Imron.

"Laili, anak SMA yang suka dikepang dua. Dia kerja di rumah Pak Arya. Lu inget gak?" Imron kembali menghisap rokoknya dengan dalam.

"Oh, Laili gue tahu. Kenapa dia? Udah lama gak ke sini."

"Nah, majikannya jadi janda, Min. Bu Ririn namanya."

"Oh." Amin menggut-manggut.

"Duh, mau janda kaya atau janda miskin, bukan selera gue, Im. Buat lo aja dah." Amin mengibaskan rambutnya  saat merasa abu rokok jatuh di atas rambutnya.

"Awas kemakan omongan!" Imron memperingatkan sambil melempar puntung rokok jauh di depan bengkel.

"Lagian, kalau majikannya Dek Laili anaknya banyak dong, udah tua pula, ditambah lumpuh lagi ya. Kasihan. Dah, gak bakalan lolos seleksi pendaftaran juga," ucap Amin dengan pongahnya. Ia menaruh kotak peralatan di kolong rak, lalu kembali menghampiri Imron yang memandang kesal padanya.

"Sombong! Nih, sepuluh rebu ya?" Imron menyerahkan satu lembar uang sepuluh ribu dari saku celana jeansnya yang sudah lusuh.

"Makasih ya, Im," ucap Amin sambil memasukkan uang pemberian Imron ke dalam saku celananya.

"Lu, mau mangkal lagi?" tanya Amin berbasa-basi saat Imron sudah ada di atas motornya, siap menyalakan mesin.

"Iya, siapa tahu ada janda majikan Laili lewat." Imron tergelak, lalu melesatkan motornya masul ke area komplek, tempat ia biasa mangkal.

Amin menganggkat bahunya tinggi, lalu berjalan ke belakang untuk mencuci tangannya. Belum ada pasien lagi yang datang, Amin memutuskan meluruskan kakinya di kurso bale kecil yang berada di dalam kios bengkel. Tangannya merogoh saku celana montir, mengecek apa ada pesan untuknya. 

Jihanku

["Bang Amin, mau makan baso ga?]

Hampir saja bola mata Amin meloncat keluar dari sarangnya, karena rasa gembira yang luar biasa, saat membaca pesan ajakan makan baso dari Jihan. Dengan gemetar, Ami mengetik balasan sambil melebarkan senyuman.

["Habis magrib Abang ke rumah ya. Abang tutup kios dulu,"]

Send

"Yey!" Amin melompat kegirangan di dalam bengkelnya, diangkatnya telapak tangan kanannya untuk merasai di debaran dadanya. Dengan senyuman merekah, ia bergegas merapikan alat-alat perbengkelan. Tabung kompresor angin juga sudah ia dorong masuk, berikut selang. Di ambilnya sapu lidi, lalu menyapu sedikit sampah yang bertebaran di depan kios bengkelnya. Memang sudah kesehariannya seperti itu, menutup kios bengkel dalam keadaan rapi dan bersih.

Tanpa sengaja ia menoleh ke kanan, saat membungkuk menyapu sampah daun, nampak dari kejauhan seorang wanita dengan kepayahan mendorong motor, menuju bengkelnya. Karena melihat bengkelnya akan tutup, wanita berkerudung itu mempercepat langkah terseoknya.

"Bang, udah tutup ya?" tanyanya sambil mengibaskan tangannya di depan wajah. Keringat bermunculan dari kening dan kerudung yang ia pakai nampak lembab.

"Udah, Bu." Amin menaruh kembali sapu lidi di pinggir kios.

"Gak bisa nolongin saya, Bang? Kaki saya sakit, kalau harus dorong lebih jauh cari bengkel, kayaknya ...." wanita yang bernama Ririn mencoba menahan sesak di dadanya, karena kelelahan dan kecewa. Satu-satunya bengkel yang ia harapkan dapat membantunya, malah mau tutup. Rumahnya memang tidak jauh lagi, hanya saja kalau berjalan lagi sambil mendorong matic yang bannya bocor, dengan kaki pincang, tentulah ia tak sanggup. 

"Maaf, Bu. Saya mau buru-buru." Amin menurunkan rolling door kiosnya, sekilas ia melihat wanita pincang yang kini matanya berkaca-kaca. Sebenarnya ia ingin membantu, tetapi ia buru-buru karena ada janji makan baso dengan Jihan.

"Ya sudah, gak papa. Bengkel lain yang terdekat dari sini di mana, Bang?" tanya wanita itu dengan lemah, berkali-kali ia mengusap peluh yang bercucuran di keningnya, dengan ujung jilbab abu-abunya.

"Masih satu kilo lagi, Bu. Permisi?" wanita itu hanya mampu memandang sendu punggung montir yang sama sekali tidak mau membantunya. 

"Inikah salah satu ujiannya ingin menjadi orang baik? Ya Allah, semangat mendorong satu kilo lagi," gumamnya membesarkan hati, lalu perlahan mendorong kembali motor maticnya dengan kaki pincang.

****

Ramaikan komentarnya ya dan jangan lupa tekan lambang bintang di kanan bawah. 

Terimakasih.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
TISYAMAN
Ngik! ngik! sae lu Min
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status