Home / Romansa / Diuber Janda / 3. Gadis Diskon, Janda Normal

Share

3. Gadis Diskon, Janda Normal

last update Last Updated: 2021-05-20 10:52:16

Setelah membereskan motor ketiga wanita single parent itu, akhirnya Amin dapat menikmati sarapan bubur ayamnya dengan tenang. Mbak Katini juga sudah keliling kembali menjajakan jamu gendongnya. Masih belum ada pasien lagi, sehingga Amin sedikit santai.

"Bang Amiin," panggil Jihan yang tahu-tahu sudah di depan bengkelnya.

"Eh, Jihan, ada apa, Neng?"

"Boleh pinjam motornya gak? Jihan mau ke tukang fotokopy, banyak tugas sekolah. Motor lagi di pake babe ke kelurahan. Boleh ya, bang?" wajah Jihan berubah melas. 

Amin yang menaruh hati pada Jihan, tentu saja tak masalah motornya dipinjam. Ya, memang bukan motor baru apalagi mahal,  hanya motor seken dan masih sangat layak pakai, yang selalu ia gunakan ke sana-kemari.

"Boleh, Neng. Pakai saja, ini kuncinya." Amin mengulurkan kunci motor pada Jihan sambil tersenyum senang.

"Makasih Bang Amin." Jihan pun melajukan motor Amin dengan kencang. Amin kembali duduk menyantap bubur ayam yang sedikit lagi habis. Dilihatnya jam di dinding kios, masih pukul setengah sembilan pagi, tapi ia sudah memperoleh uang enam puluh lima ribu dari para wanita single tadi.

"Alhamdulillah," ucapnya sambil mengulum senyum.

"Mas, tolong motor saya gak bisa di stater," ucap seorang wanita muda yang membawa empat orang anak.

"Eh, iya Bu. Sebentar." Amin menaruh mangkuk bubur ayam, lalu menghabiskan secara kilat, air putih di dalam gelas. Lekas ia membantu ibu muda tadi untuk menstatee motornya, berulang kali ia coba namun tetap tidak bisa.

"Heek ... Hek ...." si bayi dalam gendongan sudah mulai merengek kepanasan.

"Mbak, duduk di sana saja, kasian di sini panas," kata Amin kemudian. Ia merasa kasihan dengan empat anak yang dengan wajah berpeluh kuhausan.

"Bunda, haus," rengek si kecil yang memakai rannsel sekolah.

"Iya, minum saja air minum yang Bagus bawa." Anak kecil itu pun mengeluarkan botol minum dari dalam tasnya.

"Sabar ya, Kak," ucapnya pada seorang anak lelaki yang mungkin berusia sepuluh tahun.

"Bunda sih, motor bukannya diservice," omelnya.

"Mbak, maaf. Ini motornya gak bisa distater bukan karena ada yang rusak, tapi kehabisan bensin," terang Amin sambil menyeringai.

"Ya Allah, saya kira kenapa. Aduh, maaf ya, Bang," ucapnya merasa sungkan.

"Mbak tunggu di sini ya, biar saya jalan ke depan cari bensin. Gak jauh, kok."

"Ya Allah, terimakasih banyak Bang," ucapnya penuh haru. Amin hanya menunggingkan senyum, dengan setengah berlari, ia menghampiri kios bensin eceran yang letaknya tak jauh dari kios bengkelnya.

"Dua, Din," pintanya pada Udin, ABG penjual bensin eceran.

"Tumben, bukannya tadi shubuh udah beli dua botol?"

"Buat pasien noh, kasian emak-emak bawa anak banyak, kalau gue suruh jalan ke sini ya gak mungkin," terang Amin pada Udin, sambil menyerahkan dua lembar uang sepuluh ribuan. Amin pun berjalan kembali ke kios bengkelnya, dua anak sudah menangis sedih, sedangkan yang dua lagi nampak kesal dan lelah.

Amin membuka tutup tangki bensin, lalu menuangkan bensin yang ia bawa ke dalam tangki bensin motor ibu muda itu.

Brrrmm

Brrrmmm

"Alhamdulillah, makasih Bang," ucap wanita itu sambil tersenyum.

"Sama-sama, Bu. Dua puluh ribu."

"Oh iya, ini. Terimakasih," ucapnya lagi sebelum benar-benar meninggalkan lapak bengkel Amin. "Maaf ya, Bu. Diskon hanya untuk pelanggan yang masih gadis, kalau janda harga normal." Amin bermonolog.

Ia sempat berpikir, saat ini dirinya bisa dikatakan sukses dalam usaha, wajahnya juga tidak jelek, masih muda pula. Wajar jika ia menanti wanita single untuk menjadi pasangan hidupnya kelak. Bukan seorang janda yang hidupnya rumit, ditambah ada anak pula. Maka dari itu, Amin selalu memberikan diskon harga bagi para wanita single yang berkunjung ke bengkelnya . Karena siapa tahu, salah satu diantara mereka ada yang kecantol padanya.

****

Waktu bergulir hingga matahari naik tepat di atas kepala, namun Jihan juga belum kembali bersama motornya. Amin mulai resah, berkali-kali ia menoleh ke arah jalan raya besar, berharap Jihan segera kembali, namun sayang, wanita muda yang ia tunggu-tunggu tak kunjung kembali.

Amin baru saja menyelesaikan menambal ban motor Bu Elis, wanita paruh baya yang baru saja ditinggal suaminya tiga bulan yang lalu. Bu Elis adalah tetangga samping rumah Jihan.

"Ngapa lu, Min? Tangak-tengok bae. Nungguin siapa?" tanyanya dengan logat Jakarta.

"Mbak Jihan pinjam motor saya dari jam sembilan belum balik juga, Bu."

"Lha, ini aja udah lewat dzuhur," timpal Bu Elis lagi.

"Makanya, Bu."

"Makanya, Min. Jangan selalu dituruti maunya Jihan, anak itu tahu dia cantik, kembang Gang Mawar yang banyak digilai tetangga, termasuk kamu. Makanya dia jadi suka manfaatin cowok lugu kayak Bang Amin. Harusnya, Bang Amin cari yang lebih dewasa, modelan kayak saya gini, he he he ...  jangan mainan sama bocah. Habis duit diporotin."

"Eh, gitu ya, Bu. He he he ...."

"Benar, pegang omongan saya."

"Lah, itu Jihan. Kok jalan kaki?" tunjuk Bu Elis membuat Amin menoleh. Perasaannya langsung tak enak melihat Jihan menangis sambil berjalan ke kios bengkelnya. Cepat Amin menghampiri Jihan, "loh, motor saya mana, Han?"

"Maaf, Bang, motor Abang dirampas tadi."

"Sama siapa?" wajah Amin memucat.

"Gak tahu, laki-laki dua orang."

"Ya Allah."

****


Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Diuber Janda   74. Ekstrapart 3

    Elok terus saja memandang suaminya yang kini sedang duduk di kursi teras rumah mereka. Lelaki itu akan berangkat bekerja di sebuah mal sebagai petugas parkir. Sepuluh sudah suaminya bekerja di sana dan terlihat lelaki itu sangat menikmatinya. Wajahnya lebih bersih dan bersinar, saat ada istri yang benar-benar mengurusnya. Elok terus saja mengulum senyum. Menikmati debaran di dadanya saat bisa memandang suaminya dengan intens seperti ini. “Udah, jangan lihatin melulu! Nanti saya gak jadi berangkat nih,” celetuk Imron saat dia menyadadri pandangan sang istri tak putus darinya. Elok tergelak dengan wajah memerah. Sisa semalam saja masih membuatnya susah berjalan, masa mau diulang lagi? “Jangan dong, Mas. Mau jalan aja susah nih,” sahut Elok dengan wajah bersemu merah. Imron yang duduk di seberang kursi sang istri;berjalan mendekat, lalu berjongkok di hadapan istrinya. Lelaki itu mengmabil kedua tangan Elok, lalu mengecupnya

  • Diuber Janda   73. Ekstra part2

    "Lok, ada hal yang ingin saya katakan," ujar Imron dengan suara pelan. Elok tengah menyusui Aya. Balita itu sungguh merindukan asi ibunya yang dua hari tidak ia dapat secara langsung. Selama Elok dan Imron bulan madu di hotel, Aya diberikan ASI yang disiapkan Elok di dalam botol khusus penyimpanan ASI."Apa itu, Mas? Bukan minta jatah lagi'kan?" goda Elok sambil tergelak. Imron pun ikut menyeringai sambil mengusap pipi sang istri."Besok, kita bawa Aya ke rumah sakit. Kita tes DNA bersama Pak Rudi.""Mas, tapi ...." Elok mendadak pucat dan memelas. Imron sangat tahu keresahan yang melanda istrinya. Justru langkah ini harus ia ambil, agar Pak Rudi tidak terus-terusan mengganggu dirinya dan juga Elok. Lelaki itu takkan berhenti sampai keinginannya tercapai."Ada saya. Kamu jangan khawatir. Saya yakin, Aya adalah anak dari Indra, bukan lelaki itu. Kita harus melakukanny

  • Diuber Janda   72. Ekstrapart 1

    Imron terbangun dari tidur nyenyaknya. Pelan ia membuka mata dan berusaha menggerakkan tangan, tetapi tidak bisa. Ada Elok yang kini tidur sambil memeluk dirinya. Tubuh keduanya polos, hanya tertutup selimut tebal. Beberapa jam lalu, untuk kelima kalinya mereka mengulangi aktifitas yang sama.Sudah dua malam mereka menginap di hotel yang difasilitasi oleh Desta. Seharusnya, lelaki itulah yang bersama dengan Elok malam ini. Sungguh rejeki, maut, jodoh, takkan pernah ada yang mengetahui. Pelan Imron mengusap kening sang istri. Menyingkirkan beberapa helai rambut yang berserakan menutupi kening wanitanya.Senyumnya kembali mengembang, lalu bibir itu kembali mendaratkan ciuman di keningnya. Sungguh luar biasa efek permen yang diberikan oleh Amin. Temannya itu rela menyusul ke hotel hanya untuk memberikan dua buah permen yang katanya sangat berguna untuk stamina. Untung permen, bukan tisu!Imron tergelak dalam hati saat menging

  • Diuber Janda   71. Malam Pertama

    "Bangunlah, Elok. Aku'kan udah bilang, aku memaafkanmu. Ayo, bangun!" Imron meraih pundak sang istri, lalu membawanya duduk kembali ke atas ranjang. Wanita itu masih terus terisak, membuat Imron kebingungan sendiri."Udah, jangan nangis ya. Nanti kalau kita kebanjiran gimana? Sekarang, kamu mandi, ganti baju. Di dalam lemari ada baju yang sudah disiapkan hotel katanya. Setelah mandi, nanti kita bicara lagi," pinta Imron dengan lembut. Lelaki itu kembali mengancingkan baju piyamanya dengan wajah merona malu. Ia yang tadi saling berhadapan dengan istrinya, kini sudah menggeser tubuhnya ke samping. Sangat malu melakukan aktifitas seperti ini sambil diperhatikan wanita."Kenapa dikancing lagi bajunya?" tanya Elok sambil menyembunyikan wajahnya yang juga merona."Gak papa, nanti juga kamu buka lagi'kan?" jawab Imron sambil terbahak. Tawa yang tak pernah dilihat Elok sebelumnya. Wajah suaminya malam ini sungguh tampan tiga ratus

  • Diuber Janda   70. Pengantin Baru

    "Saya di sini, Bu Ririn. Saya baik-baik saja," ucap suara Imron yang tiba-tiba saja berdiri dari balik kerumunan orang yang tengah duduk di kursi. Elok dan Desta terkejut dengan suara lelaki itu, begitu juga dengan Ririn yang memandang iba wajah teman suaminya yang sudah ia anggap teman sendiri. Ditambah lagi, ia tahu betul perjuangan Imron bersabar terhadap sikap Elok."Mas Imron," gumam Elok dari tempat ia berdiri saat ini. Kakinya gemetar dan tak kuat melangkah untuk menghampiri mantan suaminya itu. Tangannya berpegangan pada meja yang sudah dihias sedemikian cantiknya untuk acara pernikahan sederhananya hari ini. Agar tidak limbung, karena yang ia rasakan saat ini adalah seluruh persendiannya melemah.Air matanya membasahi pipi. Lidahnya kelu tak mampu berucap kata maaf pada Imron. Padahal sudah dari lama ia ingin meminta maaf pada lelaki itu atas semua kesalahannya. Namun, di depan sana, seorang Imron tengah tersenyum

  • Diuber Janda   69. Pernikahan Elok

    Istri Wasiat 31Hari minggu pagi yang sangat sejuk. Pukul setengah enam pagi, Desta memutuskan untuk berolah raga dengan berlari di sekitaran komplek tempat ia tinggal. Elok masih sibuk di dapur, membereskan barang-barang sekaligus memasak sarapan untuk mereka.“Lok, sepatu lari saya yang warna merah kamu simpan di mana?” tanya Desta saat menghampiri Elok di dapur. Wanita itu menoleh, lalu tersenyum tipis. Tanpa menjawab pertanyaan Desta, Elok berjalan ke arah lemari yang masih berada di area dapur. Pintu lemari itu ia buka, lalu mengmabilkan sepasang sepatu yang ditanyakan oleh Desta.“yang ini bukan?” tanya Elok memastikan. Tangannya terulur untuk memberikan sepatu sneaker itu pada Desta.“Wah, baru kamu cuci ya? Duh, ini mah calon istri terbaik,” puji Desta tulus. Elok menegang. Sekelebat bayangan Imron muncul di kepalanya. Tidak! Dia bukan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status