:-0
Siang ini setelah Ralin dan Levi pulang dari aktivitas sekolah, dia langsung membawa Levi menuju kolam renang yang ada di rumah. Sekaligus menyewa seorang guru untuk melatih Levi. Dia pikir, anak dengan tingkah berlebih seperti Levi akan jauh lebih baik jika tenaganya digunakan untuk aktivitas yang menunjang minat dan bakatnya. Ralin segera menyiapkan Levi lengkap baju renang yang sudah melekat di tubuhnya. Levi tampak antusias akan belajar berenang. Ketika sang guru tiba, Ralin meminta asisten rumah tangga untuk menyiapkan makanan kudapan dan minuman hangat dalam teko. Ternyata Bu Tatik yang datang membawa baki berisi minuman dan makanan.Ralin segera mengambil alih dengan alasan ... "Bu Tatik, aku ini lebih muda. Masak iya aku nyuruh yang tua.""Tapi saya kan kepala asisten rumah tangga di rumah ini, Den Ayu."Kepala Ralin menggeleng, "Aku tetap harus menghormati orang yang lebih tua."Bukan itu saja alasannya. Melainkan karena Ralin juga sebenarnya anak orang biasa. Tidak seper
Ralin diam beberapa saat sambil menimbang jawaban yang tepat. Haruskah dia pergi saja dari ruang musik ini atau ... memilih untuk tetap tinggal?Mendengarkan permainan tuts tuts piano Lewis yang menarik perhatiannya. Namun, demi harga dirinya, Ralin memilih untuk ... "Aku mau balik ke kamar aja, Den Mas.""Apa kamu masih marah karena Zaylin?" Lewis menebaknya. Tepat pada sasaran. Tapi kepala Ralin menggeleng, "Aku nggak akan izinin siapapun melukai hatiku untuk kesekian kalinya, Den Mas. Termasuk ... kamu."Ucapan Ralin cukup membuat Lewis tahu. Bahwa Ralin tidak akan pernah masalah jika berpisah darinya. Kembali menjanda untuk kedua kalinya. Bahwa Ralin yang ia kenal saat ini sudah cukup tegar dan kuat. Dan hal itu mendadak membuat Lewis membeku dan kembali merasakan gelombang rasa bersalah. Dia mulai bergantung pada Ralin. Apalagi putra semata wayangnya. Lewis kemudian berjalan mendekat dan meraih tangan kanan Ralin. Menatap kedua matanya lekat dan berkata ..."Aku udah selesa
Hari ini Ralin harus kembali ke kota karena Lewis memiliki tanggung jawab besar terhadap pabrik yang dia bawahi. Urusan hukum adiknya telah rampung. Pengacara Lewis telah membantu dengan maksimal. Namun ayahnya Ralin tetap bersikeras agar hukuman enam bulan penjara tetap dilalui adiknya sebagai pelajaran hidup. "Tanpa kamu, mungkin keluarga kami udah nggak karuan karena adiknya Ralin, Lew," ucap ayahnya Ralin. "Sama-sama, Pak.""Bapak baru tahu kalau pengacara itu nggak kerja sendiri. Mereka kayak kelompok yang bekerja sama-sama. Mungkin rumah kami satu-satunya bisa habis untuk bayar pengacara, Lew."Ralin diam mendengarkan percakapan dengan keluarganya itu. Apa yang diucapkan ayahnya itu benar dan rasa berhutang budinya pada Lewis makin besar. Otomatis, bayangan tentang David harus segera dimusnahkan. "Jaga baik-baik suamimu. Lewis benar-benar menantu dan suami yang baik." Pesan ayahnya. Kepala Ralin mengangguk. "Kalau kalian punya masalah, selesaikan segera pakai kepala dingin.
Ralin bukan tidak bisa mencintai Lewis kembali, tapi dia hanya takut Lewis akan melukainya untuk kedua kali.Dan tetangganya yang terang-terangan ingin berkenalan dengan Lewis, cukup membuatnya mendadak ... cemburu.Rasa yang sebenarnya sudah hampir tidak ada itu mendadak kembali. Menyelinap ke dalam hati Ralin. Seperti tamu tak diundang."Lho? Jadi ... Mas ini ... suamimu, Lin?"Mendengar pengakuan Ralin dan keterkejutan tetangga itu, Lewis dengan cepat bisa menangkap apa yang sebenarnya terjadi.Seakan tidak mau melewatkan kesempatan yang mungkin tidak datang dua kali, dia segera berdiri lalu mendekati Ralin dan menggendong Levi."Ini putra kami.” Lewis menambahkan.Kedua mata tetangga itu mengerjap tidak percaya sekaligus malu. Kemudian dia undur diri dengan mengucap banyak kata maaf.Levi segera turun dari gendongan ayahnya kemudian berlari ke dalam rumah.Sedang Lewis menatap Ralin yang salah tingkah kemudian mengambil kantong belanjaannya."Mau masak apa, Lin?" Tanya Lewis untuk
"Jangan tidur di mobil.""Lalu?"Ralin kemudian menurunkan tangan Lewis dari handle pintu secara perlahan. Kemudian menatap wajah Lewis sekilas dan Ralin memberanikan diri maju selangkah.Tangannya tetiba menyentuh pinggang Lewis kemudian menyandarkan tubuhnya di dada Lewis. Meletakkan kepalanya di pundak Lewis. Dan tangannya melingkar di perut Lewis. Dia memejamkan matanya dengan perasaan takut. Sedang Lewis hanya diam sambil menunggu apa yang Ralin ingin lakukan. Dia juga sedang berusaha untuk mencintai Ralin. Namun sikap Ralin yang acuh dan datar kerap membuatnya merasa percuma melakukan ini semua. "Maaf, Den Mas."Lewis mengangguk, "Iya."Mereka terdiam beberapa saat kemudian Ralin membuka suara kembali, "Makasih, udah melakukan yang terbaik untuk adikku. Aku minta maaf udah ngerepotin kamu, Den Mas. Aku juga minta maaf ... kalau sikapku ... nggak sesuai harapanmu."Lewis kembali mengangguk dan mendengarkan dengan baik. "Aku butuh waktu untuk ... kembali mencintaimu, Den Mas. S
Lewis menaikkan kedua alisnya ketika Ralin menyuruhnya untuk berbaring. Apakah itu artinya Ralin akan melakukan tugasnya sebagai seorang istri malam ini?Lewis menuruti ucapan Ralin untuk berbaring. Namun yang diminta Ralin justru Lewis harus tengkurap. "Ini mau apa sih, Lin?"Ia kemudian menata posisi Lewis dengan betul kemudian mulai memijat punggung Lewis. Pijatan itu membuat Lewis rileks perlahan-lahan. Lelah dan capek yang ia rasakan seperti hilang begitu saja dan hampir saja membuatnya memejamkan mata. Namun Lewis menahannya. "Aku kira kamu mau melakukan tugasmu malam ini, Lin."Ralin paham maksud Lewis. Dia tidak terprovokasi dan terus memijat punggung Lewis. "Kamu belajar dari mana kok pintar mijat?""Nggak belajar. Cuma asal aja.""Tapi ini enak, Lin."Ralin terus memijat punggung Lewis lalu mendadak pria itu melepas bajunya kemudian kembali tengkurap. Tangannya menyusuri punggung Lewis yang padat dan keras namun matanya berusaha berpaling. "Lin, aku mau tanya.""Apa, Den