PLAK!
Tamparan itu datang begitu keras hingga Peter Davis merasa dunia berputar.
Suara nyaring memenuhi ruangan karaoke yang remang-remang, diikuti dengan sensasi terbakar di pipi kirinya. Kesadarannya yang tadinya kabur mendadak menjadi tajam seperti pisau bedah.
"Dasar bajingan mesum! Berani-beraninya kau meraba-raba dadaku seperti itu!" teriak wanita di hadapannya dengan suara melengking yang menusuk telinga.
Peter mengerjapkan mata beberapa kali, berusaha memfokuskan pandangan.
Perlahan, sosok di hadapannya menjadi jelas.
Dia seorang wanita dengan rambut pirang mencolok yang terlihat kering dan rusak.
Wajahnya tersembunyi di balik lapisan kosmetik tebal yang gagal menutupi ketidaksempurnaannya. Lipstik merah menyala yang sedikit meleber di sudut bibirnya memberikan kesan murahan, sementara matanya menyala-nyala penuh amarah dan kepalsuan.
"Apa yang..." Peter tergagap, mencoba mengumpulkan kesadarannya.
Namun kata-katanya terputus saat realitas menghantamnya lebih keras dari tamparan tadi.
Tangannya. Di dada wanita itu. Karaoke. Musik berdentum. Bau alkohol dan parfum murah. Botol-botol bir kosong di meja.
“Sial. Aku telah kembali.”
Lima tahun di Benua Zicari, dimensi di mana ia dihormati sebagai tabib berbakat dengan kemampuan penyembuhan ajaib. Lima tahun menjadi sosok yang disegani, dipuja, bahkan ditakuti. Dan kini? Ia terbangun dalam situasi paling memalukan yang bisa dibayangkan.
"Aku tidak bermaksud..." Peter mencoba menjelaskan, tapi otaknya masih berusaha menyesuaikan diri dengan realitas yang telah ia tinggalkan.
Gadis pemandu karaoke itu mendengus sinis.
Matanya menyipit penuh kebencian, bibirnya melengkung dalam senyum mengejek yang tidak menyembunyikan kepuasan melihat Peter terpojok.
"Oh, jadi tanganmu tidak sengaja mendarat di dadaku? Kau pikir aku bodoh? Dasar pria menjijikkan!" Suaranya sengaja dikeraskan, jelas bertujuan menarik perhatian orang-orang di sekitar.
Peter menatapnya dengan campuran kebingungan dan jijik. Ia mencoba berdiri dari sofa, namun kepalanya berdenyut-denyut, mungkin efek alkohol yang jelas telah dikonsumsi tubuhnya dalam jumlah banyak.
"Dari tabib agung yang mampu menyembuhkan raja-raja dan bangsawan, kini jatuh menjadi pelaku pelecehan terhadap gadis karaoke berwajah pas-pasan dengan dandanan menor," gumam Peter pelan, menatap tangannya dengan jijik.
Dia menatap gadis itu dengan ekspresi mual...
"Bahkan di Zicari, pelayan terendah pun memiliki standar lebih tinggi dari ini."
"Apa katamu?" Gadis itu semakin murka, matanya melotot tidak percaya. Wajahnya berubah merah padam, tidak hanya karena marah tetapi juga karena tersinggung.
"Kau bilang aku pas-pasan? Setelah melecehkanku, kau masih berani menghina penampilanku?"
“Sial, aku mengatakannya keras-keras.”
Peter mengumpat dalam hati.
Siapa pun yang mendiami tubuhnya selama lima tahun ini jelas telah menghancurkan reputasinya. Seorang pecundang pemabuk yang menghabiskan waktu meraba-raba gadis karaoke murahan. Betapa jauhnya jatuh martabatnya.
"Lihat semua! Lihat pria brengsek ini!" teriak gadis itu, sengaja menarik perhatian seluruh ruangan. Matanya berkilat penuh kemenangan saat melihat reaksi orang-orang di sekitarnya.
"Dia melecehkanku dan sekarang menghina wajahku! Katanya aku pas-pasan!"
Dalam sekejap, Peter menjadi tontonan.
Pintu ruang karaoke privat terbuka lebar, dan pengunjung lain mulai berkerumun.
Beberapa menatap Peter dengan tatapan menghakimi, sementara yang lain mengambil ponsel mereka, siap mengabadikan momen memalukan ini.
Atmosfer ruangan berubah menjadi arena pertunjukan dengan Peter sebagai bintang utama yang dipermalukan.
"Dasar mesum!" seru seorang pria bertubuh kekar dari kerumunan. Wajahnya memerah karena alkohol dan amarah yang dibuat-buat.
"Hajar saja dia!" tambah yang lain, terlihat bersemangat menyaksikan drama yang terjadi di hadapannya.
"Usir dari sini!" teriak pengunjung wanita dengan wajah penuh kemarahan yang tampak dibuat-buat, seolah ingin terlihat bermoral di depan teman-temannya.
Gadis pemandu karaoke itu bukannya meredakan situasi, malah semakin menjadi-jadi.
Air mata buaya mulai mengalir, merusak riasan tebalnya. Ia terisak dengan cara yang terlalu dramatis untuk menjadi tulus.
"Dia mencoba memaksaku melakukan hal-hal tidak senonoh! Padahal aku sudah menolak!" isaknya, semakin memprovokasi kerumunan. Tangannya gemetar saat menutupi wajahnya, namun matanya mengintip di sela-sela jari, mengawasi reaksi orang-orang dengan puas.
"Wah, wah, wah... Akhirnya tertangkap basah juga kau, Peter sayang."
Suara itu. Suara yang familiar namun menusuk seperti jarum beracun. Peter menoleh dan melihat sosok wanita berdiri di pinggir kerumunan, dengan senyum kemenangan yang tidak disembunyikan.
Amanda Bernadus. Tunangannya.
Rambut cokelat bergelombang sempurna, gaun merah ketat yang memamerkan lekuk tubuh, dan makeup berlebihan. Matanya yang dingin menatap Peter dengan campuran jijik dan kemenangan.
"Selalu tahu kau sampah, tapi tidak menyangka kau serendah ini," ujar Amanda dengan nada manis beracun sambil mengangkat ponselnya tinggi-tinggi, jelas-jelas merekam seluruh kejadian.
"Akhirnya aku punya bukti nyata untuk menunjukkan pada keluargaku betapa menyedihkannya pria yang mereka pilihkan untukku."
Amanda melangkah maju dengan anggun yang dibuat-buat, setiap langkahnya penuh dengan kesombongan dan rasa superioritas.
"Bertahun-tahun aku mencoba meyakinkan keluargaku bahwa kau tidak pantas untukku," lanjut Amanda, suaranya cukup keras agar semua orang bisa mendengar. Nyata benar bahwa dia sangat menikmati momen penghinaan yang dialami Peter.
"Tapi mereka selalu bilang kau punya 'potensi', bahwa kau 'pemuda baik-baik'. Lihat dirimu sekarang. Mabuk-mabukan di karaoke murahan, melecehkan gadis-gadis tidak berpendidikan."
Di samping Amanda berdiri seorang pria muda dengan penampilan yang terlalu sempurna untuk menjadi alami.
Setiap detail penampilannya berteriak kekayaan dan status, dari rambut yang tertata rapi hingga sepatu mengkilap yang jelas-jelas terlalu mahal untuk tempat seperti ini.
Senyumnya mengandung kesombongan sekaligus ejekan, ekspresi yang hanya bisa dimiliki oleh seseorang yang tidak pernah mengalami kesulitan dalam hidup.
"Jadi ini mantan tunanganmu, sayang?" tanya pria itu dengan suara yang sengaja dikeraskan. Setiap kata yang keluar dari mulutnya diucapkan dengan aksen yang jelas dibuat-buat.
"Ya, Richard, inilah pria yang hampir menjadi suamiku jika aku tidak cukup berani menentang keluargaku," jawab Amanda, sengaja mengeraskan suaranya.
Tangan amanda bergelayut manja di lengan Richard.
"Bayangkan jika aku menikah dengannya? Aku mungkin akan menjadi istri seorang pemabuk dan pelaku pelecehan. Untung aku bertemu denganmu."
Richard melangkah dengan percaya diri tinggi, menatap Peter penuh penghinaan.
"Lihat dirimu, kemeja kusut, bau alkohol, mata merah, tertangkap melecehkan wanita. Kau tak pantas sentuh sepatu Amanda," ejeknya.
Peter menahan malu dan marah.
Lima tahun berjuang di dimensi lain, mempelajari penyembuhan kuno, bukan untuk perlakuan seperti ini.
Amanda tersenyum sinis, "Aku akan sebarkan video ini. Kota harus tahu siapa kau sebenarnya. Mungkin ini pelajaran untuk orang tuamu."
Kerumunan tertawa dan berbisik. Peter berdiri tegak, tatapannya berubah dingin, penuh kekuatan yang tak mereka kenal.
Mereka tak tahu apa yang terjadi padanya selama ini. Tak ada yang sadar kalai pria di depan mereka bukan Peter Davis yang dulu.
Disisi lain, Peter menatap kearah Amanda dan pacarnya berkata pelan, "Nikmati kemenangan kalian. Peter Davis yang kalian kenal sudah mati.
"Dan orang yang berdiri di hadapan kalian sekarang... adalah seseorang yang akan membuat kalian semua menyesal."
Bersambung
"Pria sederhana itu membawa badai pulang," bisik seseorang di barisan belakang dengan nada yang tercampur kagum dan khawatir.Andrew merasa lega namun juga cemas dengan perhatian yang kini tertuju pada mereka. Marni menjaga jarak dengan kerumunan, instingnya mengatakan bahwa situasi bisa berubah berbahaya kapan saja.Qiyue menutup pelelangan dengan salam yang formal namun hangat. "Terima kasih atas partisipasi tamu-tamu terhormat. Semoga barang-barang yang berpindah tangan malam ini membawa keberuntungan bagi pemilik barunya."Musik alat petik kembali mengalun pelan dari speaker tersembunyi, memberikan latar yang menenangkan untuk penutupan acara. Para tamu mulai bergerak dalam kelompok-kelompok kecil, sebagian menuju pintu keluar, sebagian lain berbisik-bisik di sudut ruangan.Staf menyerahkan nota pembayaran kepada Peter dalam amplop bermeterai emas. Suara pena yang menggores kertas, bunyi cap lilin yang ditekan, dan gesekan sarung tangan putih pada dokumen resmi menciptakan simfoni
Ketika tutup kotak dibuka sepenuhnya, semua mata tertuju pada objek yang berada di dalamnya. Sebuah batu keabu-abuan seukuran telapak tangan orang dewasa, dengan serat perak samar yang berkilauan seperti urat petir yang membeku dalam waktu.Batu itu seperti pecahan awan yang jatuh, menyimpan sisa energi kosmik di dalam uratnya yang rumit. Getar halus terasa di ujung jari siapa saja yang cukup dekat, membuat kulit merasa geli dengan sensasi yang sulit dijelaskan."Artefak Batulangit," Shangguan Qiyue memperkenalkan dengan suara yang penuh rasa hormat. "Jatuh di gurun tandus provinsi barat enam bulan yang lalu. Telah diperiksa oleh ahli mineral terbaik, namun komposisinya tidak cocok dengan tabel unsur manapun yang dikenal ilmu pengetahuan modern."Kurator naik ke panggung dengan langkah yang hati-hati, membawa catatan penelitian dalam map tebal."Ada laporan dari beberapa orang yang pernah menyentuh batu ini. Mereka mengalami mimpi panjang yang sangat jelas, dan bangun dengan napas yan
Valentina tersenyum hambar sambil mencatat sesuatu di buku kecil yang selalu dibawanya. Maximilian mendengus dengan wajah yang tidak bisa menyembunyikan kekecewaan.Para wakil dunia bawah menahan komentar, mereka lebih tertarik dengan lot-lot berikutnya.Panggung diredupkan sejenak untuk persiapan lot kedua. Staf bergerak dengan gerakan yang terkoordinasi, mengangkat lukisan dengan hati-hati dan membawa kotak kayu antik yang ditutup kain sutra."Lot kedua," Qiyue mengumumkan ketika cahaya kembali menyorot panggung, "adalah herbal langka dari dasar lautan yang telah kering selama ratusan tahun."Kotak dibuka memperlihatkan sebuah akar hijau kehitaman yang mengering sempurna. Disimpan dalam botol kaca antik dengan segel lilin yang masih utuh, akar itu memancarkan aura dingin yang bisa dirasakan hingga barisan depan kursi penonton.Serat akar terlihat seperti urat-urat halus yang membeku dalam waktu. Bau asin samar tercium ketika botol dibuka, mengingatkan pada kedalaman laut yang tidak
Shangguan Qiyue tersenyum sopan sambil memandang seluruh ruangan. Suaranya jernih dan merdu ketika mulai berbicara, seolah setiap kata sudah diperhitungkan untuk menciptakan efek maksimal pada para pendengar."Tamu-tamu terhormat," suaranya mengalun dengan nada yang menenangkan namun penuh wibawa. "Selamat datang di Balai Lelang Jingxin. Malam ini kita akan menyaksikan perpindahan kepemilikan beberapa barang langka yang telah menunggu pemilik yang tepat."Qiyue mengangkat tangan kanan dengan gerakan yang anggun. "Aturan pelelangan sangat sederhana!”“Penawaran tertinggi yang sah akan memenangkan lot. Deposit yang telah Anda setor akan dipotong dari harga final. Staf kami yang mengenakan sarung tangan putih akan memverifikasi setiap transaksi."Beberapa staf berseragam hitam berdiri di sisi panggung, sarung tangan putih mereka berkilau di bawah lampu sorot. Mereka membawa clipboard dan kalkulator, siap mencatat setiap penawaran yang masuk."Lot pertama malam ini," Qiyue melanjutkan sam
Malam Kota Teratai menyelimuti distrik elit dengan kabut tipis yang membuat lampu-lampu jalan berpendar seperti lentera dalam mimpi.Pelataran batu di depan Balai Lelang Jingxin tersembunyi di balik deretan pohon maple tua, aksesnya hanya melalui koridor sempit yang diapit dua patung singa giok setinggi manusia.Lentera-lentera giok menggantung seperti buah hijau pucat di sepanjang koridor batu bertulisan kaligrafi kuno. Bau gaharu yang tebal menutup ruang, membuat suara langkah terdengar lebih ringan dari kapas yang jatuh ke lantai marmer.Peter berjalan di antara Andrew dan Marni Huang dengan langkah yang tenang namun waspada. Pakaiannya sederhana, kemeja biru navy dan celana hitam yang kontras mencolok dengan setelan mahal para tamu lain yang mulai berdatangan.Petugas keamanan berseragam hitam abu berdiri di setiap sudut dengan wajah netral seperti patung. Alat pendeteksi logam canggih dipasang di pintu masuk, sementara dua anjing pelacak German Shepherd duduk tenang di samping me
Peter merenungkan informasi ini sambil memutar-mutar gelas teh di tangannya. Sepertinya struktur kekuatan di Kota Teratai jauh lebih kompleks daripada yang terlihat di permukaan. Ada pertarungan tersembunyi antara berbagai kubu dengan kepentingan masing-masing."Kalau akar sudah busuk," Peter berkata dengan nada yang datar namun menusuk, "pohon hanya menunggu waktu untuk tumbang."Kalimat sederhana itu membuat semua orang terdiam sejenak. Ada sesuatu dalam cara Peter mengatakannya yang membuat mereka merasa bahwa pria ini bukan sembarang tabib tradisional.Dimitri Volkov memakai kacamatanya kembali dan bersandar ke kursi. "Sebenarnya ada kabar baru yang ingin kami bagikan, Dokter Peter. Akan ada pelelangan rahasia minggu depan.""Pelelangan?" Peter menaikkan alis dengan ekspresi penasaran."Dipimpin oleh lembaga elite yang konon memiliki koneksi dengan dunia supernatural," Helena Kozlov menjelaskan dengan suara yang semakin pelan. "Barang utama yang akan dilelang disebut sebagai 'batu