Beranda / Urban / Dokter Ajaib Dari Dunia Paralel / Jarum Perak dan Jalan Pulang

Share

Jarum Perak dan Jalan Pulang

Penulis: Jimmy Chuu
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-29 16:14:34

Sementara Peter menjadi pusat perhatian di ruang karaoke, Amanda melemparkan senyum puas pada Richard dari sudut gelap. Jari-jarinya lincah bergerak di layar ponsel, menyiapkan video yang baru direkamnya untuk diunggah ke internet.

"Lihat wajahnya yang menyedihkan itu," bisik Amanda, matanya berkilat penuh kemenangan. "Setelah ini tersebar, tidak akan ada lagi yang menganggapnya serius. Keluargaku akhirnya akan mengerti mengapa aku menolak pertunangan konyol ini."

Richard merapatkan tubuhnya terlalu dekat, parfum mahalnya yang berlebihan membuat udara terasa pekat. Tangannya melingkar di pinggang Amanda dengan keintiman yang melampaui batas persahabatan.

"Kau tahu, sayang, seharusnya kau berterima kasih padaku," ujar Richard dengan suara rendah. "Tanpa ideku mengikutinya ke tempat murahan ini, kita tidak akan mendapat bukti sempurna seperti ini."

Amanda tertawa kecil, suaranya terdengar hambar.

"Oh, tentu saja. Kau memang jenius, Richard. Setelah video ini tersebar, aku akan bebas dari ikatan bodoh ini, dan kita bisa..."

Kata-katanya terhenti ketika matanya bertemu tatapan Peter dari seberang ruangan.

Ada sesuatu yang berbeda dari tatapan itu. Bukan malu atau marah seperti yang diharapkannya, melainkan dingin dan penuh perhitungan yang membuat bulu kuduknya meremang.

Peter berdiri tenang di tengah kerumunan yang masih mengejek.

Namun alih-alih terlihat terpojok, ia justru tampak terlalu tenang untuk situasi yang dihadapinya. Tangannya bergerak perlahan, hampir tidak terlihat, ke dalam saku jaketnya.

Amanda mengabaikan perasaan tidak nyaman yang muncul. "Ayo, kita unggah sekarang juga," desaknya pada Richard, kembali fokus pada ponselnya. "Aku ingin semua orang melihat betapa menyedihkannya dia."

Richard mengangguk, senyum liciknya melebar. "Lakukan saja, sayang. Biarkan dunia tahu siapa Peter Davis sebenarnya. Peter si pemabuk mesum yang bahkan tidak pantas menjadi tunangan..."

Kata-katanya terputus mendadak.

Richard merasakan sensasi aneh di lehernya, seperti sengatan listrik kecil yang menjalar ke seluruh tubuh. Matanya melebar bingung, tangannya refleks menyentuh leher, namun tidak menemukan apa pun.

"Richard? Ada apa?" tanya Amanda, terlalu fokus pada ponselnya.

Richard tidak menjawab.

Mulutnya terbuka tanpa mengeluarkan suara. Wajahnya perlahan berubah pucat, keringat dingin membasahi dahinya. Tubuhnya mulai gemetar halus.

"Richard, aku bertanya..." Amanda menoleh dan kata-katanya terhenti.

Pada saat bersamaan, ia merasakan sensasi serupa di belakang telinga, seolah ada sesuatu yang menusuk, namun tidak ada apa-apa.

Sensasi itu berlangsung sepersekian detik, namun efeknya langsung terasa.

Dunia di sekitarnya mulai berputar.

Udara terasa semakin berat, seolah paru-parunya lupa cara bernapas. Jantungnya berdebar tidak beraturan. Ponsel di tangannya terlepas, jatuh ke lantai dengan suara yang anehnya terdengar sangat jauh.

"A-apa yang terjadi..." Amanda tergagap, matanya mencari Richard yang kini tampak sama pucatnya.

Tanpa suara, tanpa drama, keduanya jatuh berlutut.

Tidak ada yang memperhatikan pada awalnya. Semua orang masih terlalu sibuk dengan Peter dan gadis pemandu karaoke yang berteriak.

Akhirnya, seseorang menyadari kondisi mereka. "Astaga! Ada yang pingsan di sini!" teriak seorang pengunjung, menunjuk Richard yang kini tergeletak tidak bergerak.

Dalam sekejap, perhatian seluruh ruangan beralih.

Kerumunan yang tadinya mengelilingi Peter kini bergerak ke arah Amanda dan Richard. Para gadis pemandu karaoke berkerumun di sekitar Richard, wajah mereka menunjukkan kekhawatiran berlebihan.

"Richard, sayang, kau bisa mendengarku?" salah satu gadis berbisik, tangannya menepuk pipi Richard dengan lembut.

"Dia sangat tampan, pasti kaya. Kita harus menolongnya," bisiknya pada temannya, cukup keras untuk didengar Amanda.

Sementara itu, Amanda tergeletak hanya beberapa langkah dari Richard, namun hampir tidak ada yang memperhatikannya.

Ia menatap dengan mata melotot penuh amarah saat semua perhatian tertuju pada Richard. Dadanya naik turun cepat, tubuhnya tiba-tiba terasa lemah, ditambah kemarahan yang memuncak melihat dirinya diabaikan.

Amanda mencoba berteriak, namun yang keluar hanyalah suara tercekik. Rasa panas mulai menjalar di tenggorokannya, seolah ada sesuatu yang ingin keluar, sesuatu yang terasa seperti darah.

Dalam keputusasaannya, matanya mencari sosok yang mungkin bisa membantu.

Di sanalah Peter berdiri, tidak jauh darinya, mengamati seluruh kejadian dengan ekspresi bingung yang tampak tulus.

"P-Peter..." Amanda memanggil dengan suara lemah, tangannya terulur ke arahnya. "T-tolong..."

Peter menoleh, tatapannya bertemu dengan Amanda. Untuk beberapa saat, ia hanya menatap, seolah terkejut melihat kondisinya. Kemudian, dengan langkah ragu, ia mendekati Amanda.

Amanda merasakan secercah harapan. Meski ia baru saja mencoba mempermalukan Peter, mungkin sifat baiknya akan membuatnya menolong.

Peter berjongkok di sampingnya, wajahnya menunjukkan kebingungan sempurna. "Amanda? Apa yang terjadi? Kau baik-baik saja?"

Amanda mencoba menjawab, namun yang keluar hanyalah suara tercekik. Matanya melebar ketika Peter melihat ponsel yang tergeletak di dekat tangannya.

"Oh, ponselmu," Peter berkata sambil mengambil ponsel tersebut.

Ia menatap layarnya sejenak, kemudian dengan gerakan yang tampak tidak disengaja, jarinya menyentuh beberapa tombol. "Ups, sepertinya aku tidak sengaja menyentuh sesuatu. Maaf, aku tidak terlalu paham teknologi."

Amanda menatapnya dengan campuran ketakutan dan kemarahan saat menyadari bahwa video yang baru direkamnya mungkin telah terhapus.

"Kau tampak tidak sehat, Amanda," Peter melanjutkan dengan nada polos. "Aneh sekali kau dan Richard tiba-tiba jatuh seperti ini. Mungkin makanan di tempat ini tidak baik? Atau mungkin... karma?"

Amanda menatapnya geram. Ada sesuatu yang berbeda dari Peter yang ia kenal.

Peter yang dulu pemalu, selalu mengalah, dan mudah dimanipulasi. Pria di hadapannya ini, meski tampak polos, memiliki sesuatu yang berbeda di matanya.

"Aku harap kau segera pulih," Peter berkata sambil berdiri, memasukkan ponsel Amanda ke sakunya dengan santai. "Sepertinya aku harus pergi sekarang. Banyak yang harus dibereskan."

"P-Peter!" Amanda mencoba berteriak, namun suaranya masih terlalu lemah.

Kemarahan memuncak dalam dadanya, bercampur dengan rasa takut dan ketidakberdayaan yang belum pernah ia rasakan. Rasa panas di tenggorokannya semakin menjadi.

Namun Peter tidak menoleh.

Ia berjalan melewati kerumunan yang masih sibuk dengan Richard, melewati gadis pemandu karaoke yang kini menatapnya bingung, dan keluar dari ruangan tanpa seorang pun mencoba menghentikannya.

Amanda merasakan kesadarannya mulai menghilang.

Hal terakhir yang ia lihat sebelum kegelapan menelannya adalah punggung Peter yang menjauh, dan pemahaman mengerikan bahwa pria yang selama ini ia anggap lemah dan tidak berdaya, mungkin adalah orang yang paling berbahaya yang pernah ia temui.

+++

Peter melangkah keluar dari karaoke dengan perasaan aneh bercampur dalam dadanya. Sebagian dirinya merasa puas telah memberikan pelajaran pada Amanda dan Richard, namun sebagian lain merasa asing dengan tindakan yang baru saja ia lakukan.

Apakah ini benar-benar dirinya? Atau pengaruh dari lima tahun yang ia habiskan di Benua Zicari?

Jalanan kota di malam hari terasa familiar sekaligus asing. Lampu neon, deru kendaraan, orang-orang yang berlalu lalang dengan terburu-buru. Semua ini adalah bagian dari dunia yang telah ia tinggalkan selama lima tahun.

Namun kini, semuanya terlihat berbeda melalui matanya yang telah melihat keajaiban dan kengerian Benua Zicari.

Kakinya bergerak dengan sendirinya, mengikuti ingatan tubuh yang kini ia tempati.

"Tubuh ini mengingat apa yang pikiran ini lupakan," gumam Peter, membiarkan kakinya membawanya melintasi gang sempit yang berbau pesing dan tumpukan sampah.

Perlahan, gedung tinggi dan lampu terang pusat kota mulai berkurang, digantikan dengan bangunan tua yang catnya mengelupas dan lampu jalan yang berkedip lemah.

Pinggiran kota. Tempat di mana harga sewa cukup murah untuk seseorang yang telah gagal dalam hidup.

Sebuah bangunan apartemen tua berdiri menjulang di ujung jalan.

Cat abu-abunya sudah memudar, beberapa jendela ditambal dengan kardus atau plastik, dan tangga luar yang menuju ke lantai atas tampak rapuh dan berbahaya.

Inilah rumahnya, setidaknya, rumah tubuh yang kini ia tempati lagi.

Peter menatap bangunan itu dengan campuran ketidakpercayaan dan penerimaan pahit.

Di Benua Zicari, ia tinggal di paviliun megah dengan pilar marmer dan taman indah. Bahkan sebelum perjalanannya ke dimensi lain, ia tinggal di asrama universitas yang bersih dan terawat. Kini, ia harus menerima kenyataan bahwa hidupnya telah jatuh serendah ini.

Bersambung

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dokter Ajaib Dari Dunia Paralel   Bisnis dan Ancaman.

    Peter mengernyitkan dahi, masih belum terbiasa dengan sebutan 'dokter' yang tiba-tiba disematkan padanya."Selamat pagi, Norma, Gino. Ada yang bisa saya bantu?""Pil Anda luar biasa!" Norma berseru antusias. "Saya baru saja dari klinik untuk tes paru-paru. Dokter sampai bingung melihat hasil MRI saya. Bercak di paru-paru yang kemarin masih jelas terlihat, hari ini sudah hampir hilang sepenuhnya!""MRI?" Peter mengangkat alis, terkesan dengan teknologi medis di dunia ini yang tampaknya cukup maju."Ya, pemindaian resonansi magnetik," Gino menjelaskan, seolah Peter tidak tahu. "Teknologi canggih untuk melihat organ dalam tanpa operasi."Peter mengangguk, berusaha terlihat terkesan meski di Benua Zicari, para tabib tingkat tinggi bisa melihat kondisi organ dalam hanya dengan memeriksa nadi dan aura pasien."Dan bagaimana dengan kondisi Anda, Gino?" tanya Peter, meski ia sudah bisa menebak jawabannya dari raut wajah pria itu yang jauh lebih cerah dibanding semalam."Jauh lebih baik!" Gino

  • Dokter Ajaib Dari Dunia Paralel   Latihan dan Pemulihan.

    Pagi itu, jalanan di kompleks pemukiman pinggiran Kota Wada sudah ramai meski matahari baru saja mengintip di ufuk timur.Pedagang kaki lima mulai menata dagangan, pekerja pabrik bergegas menuju halte bus, dan anak-anak sekolah dengan seragam kusut berjalan malas menuju sekolah mereka.Di tengah hiruk pikuk ini, Peter Davis baru saja keluar dari apartemen kumuhnya, mengenakan celana training lusuh dan kaos oblong yang sudah memudar warnanya.Udara pagi yang sejuk memenuhi paru-parunya saat ia melakukan peregangan ringan.Setelah menemukan cara mendapatkan energi Qi dan berhasil meracik lebih banyak pil semalam, Peter memutuskan untuk mulai melatih fisiknya yang telah diabaikan selama lima tahun.Tubuh yang ia tempati sekarang jauh berbeda dengan tubuhnya di Benua Zicari, tubuh yang lemah, tidak terlatih, dan penuh racun akibat alkohol dan gaya hidup tidak sehat."Saatnya memulihkan kondisi fisik ini," gumam Peter sambil melakukan gerakan pemanasan dasar dari Sekte Bintang Utara.Baru

  • Dokter Ajaib Dari Dunia Paralel   BAB 10: Strategi dan Kesabaran.

    "Memangnya apa hebatnya pil kecil ini?" tantang Gino. "Bisa menyembuhkan apa?"Peter menatap Gino tepat di matanya. "Pil ini bisa menyembuhkan hampir semua penyakit, termasuk yang Anda derita saat ini."Wajah Gino seketika memucat. "Apa maksudmu?""Saya tahu Anda sedang sakit," Peter berkata hati-hati, tidak ingin mengungkapkan kemampuan diagnosisnya yang sebenarnya. "Cara Anda berjalan dan ekspresi wajah Anda menunjukkan rasa tidak nyaman yang khas."Gino menelan ludah dengan gugup. "Kau... tahu apa yang kuderita?""Infeksi saluran kemih yang parah," Peter menjawab diplomatis. "Mungkin akibat gaya hidup yang kurang sehat."Keringat dingin mulai membasahi dahi Gino. Sudah berminggu-minggu ia menderita sakit saat buang air kecil dan keluarnya cairan aneh dari kemaluannya. Dokter yang ia datangi mendiagnosa gonore dan memberinya antibiotik, tapi ia tidak disiplin meminumnya."Bagaimana kau bisa tahu?" bisik Gino, setengah takut setengah kagum."Tentu saja pengetahuanku yang mumpuni!," j

  • Dokter Ajaib Dari Dunia Paralel   Harga dan Penawaran.

    Norma menghambur masuk ke dalam Melody Paradise dengan wajah merah padam. Langkahnya menghentak-hentak keras, mengabaikan sapaan beberapa pelanggan tetap yang duduk di area bar. Tangannya masih gemetar, campuran antara marah dan terhina."Kurang ajar! Benar-benar kurang ajar!" gerutunya sambil menyambar segelas vodka yang disodorkan bartender. "Penjual obat jalanan berani-beraninya menyentuh dadaku!"Cindy, pemandu lagu dengan rambut merah menyala dan gaun ketat berbelahan tinggi, langsung mendekat dengan mata berbinar penuh keingintahuan. "Siapa yang berani menyentuhmu, sayang? Ceritakan detailnya!""Penjual obat di depan bar," Norma menenggak minumannya dalam sekali teguk. "Awalnya dia menawarkan pil aneh seharga satu juta. Aku tawar jadi lima puluh ribu, dan dia setuju. Tapi setelah aku minum pilnya, tiba-tiba tangannya..." Norma menunjuk dadanya dengan ekspresi jijik."Astaga!" Cindy berseru dramatis, sengaja mengeraskan suaranya agar semua orang mendengar. "Jadi sekarang penjual

  • Dokter Ajaib Dari Dunia Paralel   Sumber Qi yang Tersembunyi.

    Tanpa pikir panjang, Peter mengambil salah satu pil Forging Qi dan mengejar wanita itu."Permisi, Nona," panggil Peter.Wanita itu berhenti dan berbalik, alisnya terangkat dengan ekspresi tidak suka. "Ada apa?""Maaf mengganggu, tapi aku lihat Anda tidak sehat," kata Peter langsung pada intinya. "Aku punya obat yang bisa membantu."Norma tertawa sinis. "Kau mau jual obatmu padaku? Berapa harganya? Satu juta seperti yang tertulis di papanmu itu?""Ini bukan obat biasa," Peter mencoba menjelaskan. "Pil Forging Qi ini bisa memperkuat energi tubuh dan menyembuhkan berbagai penyakit, termasuk yang Nona derita sekarang.""Oh ya? Dan dari mana kau tahu aku sakit?" Norma melipat tangannya denga pose pertahanan. "Kau dokter? Atau cuma penipu jalanan?""Aku bisa lihat dari cara Nona bernapas dan warna kulit Nona," jawab Peter hati-hati, tidak ingin mengungkapkan kemampuan diagnosisnya yang sebenarnya. "Batuk-batuk yang Nona sembunyikan itu bukan sekadar flu biasa."Norma tampak terkejut sejenak

  • Dokter Ajaib Dari Dunia Paralel   Gadis Karaoke.

    Malam semakin larut. Peter masih terpaku menatap sepuluh pil Forging Qi yang tak terjual satupun.Rasa kecewa dan frustrasi bercampur dalam dadanya. Bagaimana mungkin ramuan yang begitu berharga di Benua Zicari dianggap sampah di dunia ini? Bahkan pil dasar untuk memperkuat tubuh seperti ini pun tidak ada yang mau.Saat itulah perhatiannya teralih pada cahaya warna-warni yang berkedip-kedip di kejauhan.Sebuah bangunan dua lantai dengan papan nama neon besar bertuliskan "MELODY PARADISE" menyala terang, kontras dengan kegelapan malam di kawasan pinggiran kota.Suara musik dangdut menghentak keras, bahkan terdengar hingga ke tempatnya berdiri."Setidaknya di sana lebih ramai," gumam Peter, mulai membereskan dagangannya yang tak laku. "Siapa tahu ada orang lewat yang mau beli."Peter memindahkan meja kecilnya lebih dekat ke bar, mencari tempat yang strategis di pinggir jalan. Dari sini ia bisa melihat siapa saja yang keluar masuk, sekaligus menawarkan pilnya pada orang yang terlihat sak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status