Lalu terjadi sesuatu yang membuat semua orang terpaku.Peter melangkah, tapi bukan langkah biasa. Tubuhnya melayang ke depan dengan jarak yang sangat jauh, seperti gravitasi tidak berlaku padanya.Seni Meringankan Tubuh yang sudah ia kuasai dengan sempurna membuat setiap langkah menjadi lompatan yang sangat jauh. Mantel dokter putih berkibar seperti sayap, memotong udara dengan bunyi desiran halus.Dalam satu lompatan, ia sudah berdiri tepat di depan portal. Jarak dua puluh meter ditempuh dalam waktu kurang dari dua detik."Hei! Berhenti sekarang!" teriak polisi lagi, tapi suaranya sudah terlambat.Peter menatap portal dengan ekspresi yang sangat fokus. Cahaya ungu kehitaman memantul di wajahnya, menciptakan bayangan yang sangat dramatis.Ia merasakan tekanan energi yang sangat berat menekan dadanya. Udara di sekitar portal sangat dingin, seperti berdiri di depan pintu lemari es raksasa."Level B," gumamnya dengan suara yang sangat pelan."Tim di dalam pasti menghadapi kesulitan besar
Di sekeliling portal, energi terasa sangat kental. Bahkan orang biasa yang berdiri cukup dekat bisa merasakan tekanan di dada, seperti ada sesuatu yang sangat berat menekan dari segala arah.Kerumunan warga berdiri di luar garis polisi, menatap dengan campuran takut dan penasaran. Beberapa merekam dengan ponsel, yang lain berbisik dengan nada yang sangat khawatir."Ini portal ketiga yang muncul minggu ini.""Saya dengar ada Hunter yang belum keluar. Mungkin masih terjebak di dalam.""Ya Tuhan, semoga mereka selamat."Di garis depan, dua polisi berseragam lengkap berdiri dengan postur yang sangat tegang. Salah satunya berpangkat lebih tinggi, terlihat dari lencana di bahunya yang menunjukkan dua bintang.Mereka berdua memegang pentungan dan alat komunikasi, siap mencegah siapa pun yang mencoba melewati garis pembatas.Tiba-tiba, angin bertiup dengan kencang dari arah jalan. Daun-daun kering berterbangan, membuat beberapa orang menutup mata karena debu.Ketika angin mereda, sosok Peter
Peter menatap layar ponsel yang menampilkan "Panggilan Terputus" dengan ekspresi yang sangat serius. Ia memasukkan kembali ponsel ke saku, lalu berbalik menghadap Profesor Voss."Maaf, Profesor. Ada keadaan darurat yang harus saya tangani," katanya dengan nada yang sangat sopan namun tidak bisa ditawar."Saya harus pergi sekarang."Profesor Voss menatapnya dengan ekspresi yang sangat khawatir."Keadaan darurat? Apakah ada yang bisa saya bantu?"Peter menggeleng pelan, tersenyum tipis untuk menenangkan."Ini urusan pekerjaan saya yang lain. Saya akan baik-baik saja. Terima kasih atas semua bantuannya hari ini, Profesor."Sebelum Profesor Voss bisa menjawab, Peter melangkah menuju tepi jalan dengan langkah yang sangat cepat. Mantel dokter putih yang masih tergantung di bahunya berkibar pelan karena angin sore.Lalu terjadi sesuatu yang membuat Profesor Voss membeku di tempatnya.Peter berhenti sejenak, tubuhnya condong sedikit ke depan. Napasnya keluar sangat pelan, seolah mengatur sesu
Profesor Voss yang mendengar seluruh percakapan itu melangkah mendekat, mata berkaca-kaca."Tuan Davis," katanya dengan suara yang sangat bergetar."Keputusan Anda hari ini membuat saya semakin yakin bahwa Anda bukan hanya dokter yang hebat, tapi juga manusia yang sangat baik. Dunia medis membutuhkan lebih banyak orang seperti Anda."Peter menunduk sopan, tidak mengatakan apa-apa lagi. Ia berjalan menuju lift dengan langkah yang pelan, meninggalkan semua orang yang menatapnya dengan kekaguman dan rasa hormat yang sangat besar.Ketika pintu lift tertutup, Sebastian menatap punggung Peter yang menghilang dengan ekspresi yang sangat kompleks."Dia seperti legenda yang berjalan di antara kita," bisiknya dengan suara yang sangat pelan."Dokter yang tidak mencari ketenaran atau kekayaan, tapi hanya ingin menyelamatkan nyawa."Di nurse station, ponsel terus berdering dengan notifikasi. Video operasi terus menyebar dengan kecepatan yang luar biasa, ditonton oleh ratusan ribu orang dalam beber
Margareth menggeleng pelan sambil menatap layar."Video ini seharusnya tidak boleh bocor," katanya dengan nada yang sedikit khawatir."Tapi sekarang sudah terlambat. Seluruh kota, bahkan seluruh negara, akan tahu tentang operasi ini."Clara tersenyum tipis."Mungkin itu bukan hal yang buruk. Orang-orang perlu tahu bahwa masih ada dokter yang benar-benar peduli, yang mengutamakan nyawa pasien di atas segalanya."Di ruang tunggu keluarga, Sebastian akhirnya keluar setelah menghabiskan waktu beberapa menit bersama ayahnya di ICU. Wajahnya masih basah oleh air mata, tapi ada senyuman lega yang tidak bisa disembunyikan.Ia berjalan menyusuri koridor, mencari sosok yang ingin ia temui. Dan ia menemukannya di ujung koridor, berdiri di dekat jendela besar yang menghadap taman rumah sakit.Peter Davis masih mengenakan scrub hijau muda, tapi sudah melepas masker dan topi bedah. Wajahnya terlihat lelah namun sangat tenang, menatap keluar jendela dengan ekspresi yang sulit dibaca.Sebastian mende
Di ujung koridor, ruang keluarga khusus VIP terletak dengan pintu kayu berwarna cokelat tua. Di dalam ruangan itu, Sebastian Richter duduk di kursi panjang dengan postur yang sangat tegang.Tangannya terkepal di atas paha, mata menatap kosong ke arah pintu yang tertutup rapat. Sudah hampir tiga jam ia menunggu di sana, setiap menit terasa seperti tahun.Di sampingnya, istri dan dua anaknya duduk dengan wajah yang sama tegangnya. Tidak ada yang berbicara, semua tenggelam dalam doa dan harapan masing-masing.Tiba-tiba, pintu terbuka dengan bunyi klik yang lembut. Profesor Alaric Voss masuk dengan langkah yang pelan, wajahnya menunjukkan kelelahan yang sangat besar namun juga kelegaan yang luar biasa.Sebastian langsung berdiri, tubuhnya bergerak lebih cepat dari pikirannya."Profesor?" suaranya keluar sangat serak, hampir seperti bisikan."Bagaimana ayah saya?"Profesor Voss tersenyum tipis, senyum yang sangat tulus dan penuh kehangatan."Operasi berhasil, Tuan Richter," katanya dengan