Share

Bab 2

"Ini dimana?" ucap seorang laki-laki yang baru saja tersadar dari koma-nya setelah satu Minggu berada di ruang ICU.

Ia memegangi kepalanya yang terasa berdenyut sakit, matanya melihat sekeliling ruangan yang di dominasi berwarna putih. Aroma desinfektan begitu menyengat di hidungnya.

"Rumah sakit?"

"Kenapa aku bisa berada di rumah sakit?" tanyanya bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi. Ia tidak dapat mengingat apapun, apa penyebab dia berada di rumah sakit.

"Oh Tuhan, akhirnya kamu sadar juga." ucap seseorang yang baru saja membuka pintu ruangan. Dengan cepat ia berjalan mendekati ranjang pasien untuk memeriksa kondisi laki-laki itu dengan diikuti suster di belakangnya.

Laki-laki itu hanya diam dan memperhatikan wanita yang berpakaian baju jas putih khas dokter yang di temani suster di belakangnya itu tanpa berkedip.

"Siapa kamu?" tanya pria yang terluka itu kepada Cheryl yang sedang memeriksa bekas luka operasi pasiennya yang terlihat mulai mengering

"Namaku Cheryl, aku dokter yang bertanggung jawab untuk kesembuhan kamu." ucap Cheryl memperkenalkan diri.

Mendengar ucapan dokter di depannya, laki-laki itu tak mengeluarkan sepatah kata pun. Hanya diam sambil memperhatikan apa yang di lakukan Cheryl.

"Apa ini masih terasa sakit?" tanyanya sambil sedikit menekan bagian dada bekas luka operasi dengan kapas yang sudah di olesi alkohol.

Tidak ada jawaban, laki-laki itu hanya menggelengkan kepalanya. Kemudian Cheryl beralih memeriksa luka bagian tangan, setelah itu dia memeriksa luka di kepala yang masih terbungkus perban.

"Apa terasa pusing? Atau mungkin nyeri di sekitar sini." tanya Cheryl sambil membuka perban di kepala lelaki itu. Dia ingin memastikan apakah lukanya sudah mengering atau belum.

Laki-laki itu mengangguk pelan. Karena memang ia merasakan nyeri dan juga pusing disaat bersamaan.

"Baik. Aku akan mengganti perbannya, biar lukanya tidak terinfeksi.” ucap Cheryl.

Dengan cekatan suster yang berdiri di belakang Cheryl mengambilkan peralatan yang di butuhkan untuk membalut kembali luka yang ada di kepala laki-laki itu.

“Oh ya nama kamu siapa?” ulang Cheryl karena dia belum mendapatkan jawaban.

Laki-laki itu terdiam dengan muka datar, dia mengalihkan pandangan matanya ke arah lain. Sepertinya dia menghindari tatapan mata Cheryl.

“Apakah ada keluarga kamu yang bisa di hubungi?” tanya Cheryl sambil membalut luka di kepala laki-laki itu.

Namun lagi-lagi tidak ada jawaban dari laki-laki itu. Sepertinya laki-laki itu masih bingung dengan kondisinya yang memang baru tersadar dari koma.

"Sus, nanti pindahkan dia ke ruang perawatan. Kondisinya sudah mulai stabil." ucap Cheryl yang kini telah selesai melakukan tugasnya.

Dia tidak memaksakan jawaban atas pertanyaannya pada laki-laki itu. Kalau pun dia tidak mau menjawab, Cheryl tidak keberatan akan hal itu.

“Baik Dok.” jawab suster.

“Istirahatlah, supaya kondisi kamu cepat pulih.” ucap Cheryl sambil tersenyum. Lalu dia berjalan meninggalkan ruangan yang di ikuti suster.

Cheryl menghela napasnya saat sudah berada di luar ruangan. “Sepertinya dia masih shock.” ucap Cheryl.

Ia teringat bagaimana percakapannya dengan pamannya beberapa hari lalu.

“Apa kalian berdua tahu jika ini sepertinya bukan sebuah kecelakaan biasa. Dari luka tembak yang langsung tertuju kearah jantung, sepertinya ada yang berusaha membunuh pria itu.”

“Apa?!” Cheryl dan Felicia kompak. Dan saling pandang tak percaya mendengar ucapan sang dokter.

“Maksud Om, ini sudah di rencanakan?” tanya Cheryl memastikan.

“Sebaiknya kita bicarakan hal ini di ruanganku saja.” ajak sang dokter.

Cheryl dan Felicia mengangguk dan berjalan mengikuti langkah kaki sang dokter menuju ke ruangannya. Walau dalam hati Cheryl, dia bertanya-tanya siapa pria itu sampai ada yang merencakan pembunuhan terhadapnya.

“Sekarang ceritakan pada Om, bagaimana kalian bisa menemukan laki-laki itu?” tanya sang dokter.

“Waktu itu kami berdua baru memulai pendakian di gunung, tapi belum jauh kami mendaki, Felicia melihat laki-laki itu yang hampir jatuh ke jurang. Setelah aku cek ternyata dia masih hidup.” Cheryl memulai bercerita tentang kejadian yang baru saja ia alami.

“Aku juga yang menghubungi ambulans untuk membawanya kemari, Om.” lanjut Cheryl.

Sang dokter menghela napasnya, “Untung saja kamu membawanya ke sini tepat waktu. Kalau tidak dia tidak akan bisa di selamatkan lagi.” ucap sang dokter.

“Apa ada kartu identitas yang kamu temukan saat menemukan dia? Supaya kita bisa menghubungi pihak keluarganya.” tanya sang dokter.

“Tidak ada satu identitas pun yang kami jumpai di tubuh laki-laki itu Om.” jawab Cheryl.

“Sebaiknya kita rahasiakan tentang ini, kalau ada yang nanya apa yang terjadi padanya, jawab saja kalau kemungkinan dia mengalami perampokan saat melakukan pendakian. Om akan mencoba mencari tahu siapa laki-laki itu, karena om sangat yakin kalau dia itu orang penting bagi seseorang yang menginginkan kematiannya.” ucap dokter itu dengan sangat yakin.

Cheryl dan Felicia saling pandang yang kemudian keduanya mengangguk secara bersamaan. Setelah pembicaraan itu baik Cheryl dan Felicia berusaha bersikap seolah ini bukanlah masalah besar. Bahkan keesokan harinya Felicia memutuskan kembali ke Jakarta untuk melanjutkan aktifitasnya. Sedangkan Cheryl mendapatkan tugas untuk mengawasi perkembangan laki-laki itu sampai dia sembuh.

Setelah seminggu kini laki-laki itu sudah sadar dari komanya, berbagai pemeriksaan lanjutan pun di lakukan. Dan dari semua pemeriksaan yang di lakukan dokter yang menangani operasi laki-laki itu mendiagnosa jika laki-laki itu mengalami amnesia. Dia tidak dapat mengingat apapun termasuk juga dia tidak mengingat siapa namanya.

Masalahnya, Cheryl tidak tahu harus menghubungi siapa, karena laki-laki itu juga tidak ingat akan keluarganya. Karena hal itu dokter Burhan yang juga adalah om-nya Cheryl menugaskan dia secara khusus merawat laki-laki itu.

Dokter Burhan adalah adik dari Papanya Cheryl sekaligus pemilik dari klinik yang ada di desa itu. Sedangkan Cheryl sendiri adalah dokter muda yang baru saja lulus kuliah, sebenarnya ia sudah terdaftar sebagai dokter muda disebuah rumah sakit besar yang ada di kota. Namun karena klinik dokter Burhan kekurangan tenaga dokter, maka rumah sakit itu pun mengirim Cheryl untuk membantu di klinik tersebut.

Hari berganti hari, kini sudah dua minggu laki-laki itu tinggal di klinik. Kondisinya pun semakin hari semakin membaik. Hanya saja dia tidak mau berbicara dengan siapa pun termasuk Cheryl yang notabene adalah dokter yang setiap hari memeriksanya.

Pergantian cuaca yang cukup ekstrim membuat klinik di desa itu penuh dengan pasien yang harus di rawat inap. Kebanyakan dari para pasien yang di rawat inap itu terkena sakit demam berdarah, typus, atau pun batuk pilek.

Karena hal itu dokter Burhan meminta laki-laki itu untuk tinggal sementara di rumah Cheryl sampai kondisinya benar-benar sembuh. Apalagi Cheryl adalah orang pertama yang menemukannya, dan Cheryl juga yang bertanggung jawab untuk pemeriksaannya maka akan lebih mudah jika ia tinggal di rumah Cheryl.

Awalnya Cheryl menolak ide pamannya itu, namun karena tidak ada pilihan lain maka dengan terpaksa dia menerimanya.

"Ini kamar kamu, kalau kamu bosan kamu bisa menikmati acara TV." ucap Cheryl sambil menunjukkan kamar tamu untuk di tempati laki-laki itu.

Tidak ada jawaban dari laki-laki itu, dia berjalan masuk ke dalam kamar sambil mengamati suasana kamar. Kamar sederhana namun begitu tertata rapi.

"Aku sudah membelikan beberapa pakaian untukmu, kamu bisa memakainya untuk berganti pakaian." ucap Cheryl.

Mendengar itu laki-laki itupun menoleh kearah Cheryl yang sudah membuka lemari yang berisi penuh dengan pakaian. Ia hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Buatlah dirimu nyaman. Anggap saja rumah sendiri." ucap Cheryl sambil tersenyum ramah.

"Dan ini, pakai ini untuk berkomunikasi. Kamu bisa menghubungiku jika merasa ada yang membuatmu tidak nyaman." lanjut Cheryl sambil memberikan ponsel ke tangan lelaki itu.

"Aku akan menyiapkan makan malam, nanti kalau sudah siap aku akan memanggilmu." lanjutnya lalu kemudian dia keluar dari kamar.

Laki-laki itu menatap Cheryl yang keluar dari kamar, kedua sudut bibirnya melengkung tipis keatas membentuk sebuah senyum tipis penuh arti. Senyuman misterius yang mengundang begitu banyak pertanyaan bagi siapa saja yang melihatnya.

Setelah Cheryl sudah tak terlihat, lelaki itu melihat kearah ponsel yang ada di atas telapak tangannya yang baru saja di berikan oleh Cheryl. Bak Dewi Fortuna sedang berada di sisinya, ponsel itu ternyata tak memiliki sandi. Tangannya mengetikkan sesuatu di layar ponsel tersebut, setelah mengklik tombol send, senyuman tipis kembali terukir di bibirnya.

“Temui aku di sini, untuk waktunya kapan akan kukabari lagi.”

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Evelyne
heeemmm.... masih tetap ok...
goodnovel comment avatar
Afifa
lanjuttt dongg
goodnovel comment avatar
Yuliana hamzah
lanjut ceritanya masih sangat penasaran
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status