Home / Romansa / Dokter Cantik Pemilik Hati CEO / Bab 4. Papa Minta Cucu

Share

Bab 4. Papa Minta Cucu

Author: Agniya14
last update Last Updated: 2024-11-18 22:49:13

Setelah semua warga pulang ke rumah masing-masing, baik Arina dan Yudhi masuk ke kamar masing-masing. Malam itu mereka sama-sama tidak bisa tidur. Sibuk dengan pikirannya masing-masing. 

Yudhi masih tidak menyangka setelah dibuang ke tempat itu, dia berakhir menikah dengan seorang dokter cantik yang secara fisik menarik dan pasti membuat pria yang melihatnya akan tertarik. Namun, sejak dia berada di sana, Yudhi menyadari sesuatu, nyawanya sedang berada dalam bahaya. Dia menjadi khawatir akan berdampak pada Arina. Takut perempuan itu menjadi incaran juga. Setelah menjadi istrinya dia telah menarik perempuan itu berada dalam bahaya juga. Malam itu terus memikirkan cara untuk menjaga Arina dari incaran orang yang akan membahayakan. 

Sementara Arina memikirkan hal lain. Setelah menikah apa  yang harus dia lakukan pada Yudhi selain merawat lukanya. Apakah dia harus menjadi istri yang sebenarnya untuk pria itu. Apakah dia harus melayani suaminya dengan baik? Kalau hanya mengurus dengan baik, dia sudah pasti bisa, tetapi untuk urusan kewajiban sebagai istri di ranjang dia tidak yakin bisa melakukan itu tanpa perasaan cinta. Tunggu? Apakah dia harus melakukan hal itu? Arina dibuat pusing karenanya.

Saat mendengar azan subuh, Arina turun dari ranjang untuk menunaikan salat subuh. Dia tahu jika malam ini tidak tidur dia pasti tidak bisa konsentrasi saat praktek pagi ini. 

Selesai salat dia menuju dapur untuk masak sarapan untuknya dan suami. Saat itu Yudhi belum boleh melakukan banyak aktivitas. Sehingga Arina mengurus kebutuhan makannya dan membantu menyembuhkan luka di perut Yudhi. 

Arina mengetuk pintu kamar pria itu, dia pun masuk membawa nampan yang berisi sarapan. Pagi itu Arina memasak mi rebus dengan telur, makanan yang  kurang sehat, tetapi pagi itu dia hanya punya itu untuk dimakan. 

Dia berjalan mendekati ranjang lalu duduk di tepinya. Dengan perasaan canggung pria itu mengangkat kaus yang dipakai Yudhi untuk memeriksa lukanya. Seperti biasa dia harus merawat luka pria itu di pagi dan sore hari. Entah kenapa pagi ini perasaannya tidak seperti biasa. Jika biasanya dia akan bersikap biasa pada Yudhi seperti pada pasiennya yang lain, tetapi pagi ini ada debaran aneh yang dia rasakan saat mengangkat kaus pria itu dan membersihkan lukanya. 

Begitu pun dengan Yudhi, entah kenapa pagi ini dia menjadi menatap Arina terus dengan lekat. Semua yang dilakukan Arina tidak lepas dari pandangannya sedikit pun. Apa seperti itu rasanya diurus oleh seorang istri? pikirnya. 

"Sarapannya dimakan ya Mas. Nanti bekas makannya aku ambil setelah mandi." 

Arina memanggil Yudhi Mas karena setelah berkenalan dia tahu pria itu usianya lebih tua empat tahun dari Arina. Tidak mungkin dia memanggil pria itu dengan nama saja. 

"Iya, terima kasih, Rin. Oh ya, terima kasih juga karena kamu sudah banyak berkorban buat membantu saya sampai rela menikah dengan saya. Saya cuma bisa bilang, saya akan menjaga kamu dengan baik. Selain itu saya tidak bisa menjanjikan apa-apa dalam keadaan seperti ini. Maaf."

"Iya Mas, aku paham kok. Kita menikah karena terpaksa, tapi saya harap pernikahan bisa kita jalani dengan baik. Saya mau siap-siap ke praktek dulu, ya. Mas banyakin istirahat aja. Nanti siang aku pulang buat ngurus makan siang Mas." 

Arina keluar dari kamar Yudhi lalu menuju kamarnya. 

Bukan Yudhi tidak mau memberikan nafkah pada Arina, tetapi ponsel, dompetnya hilang sehingga dia tidak bisa memberikan uang atau mengirimkan uang pada Arina untuk biaya makan mereka berdua. 

Arina lupa memberitahukan Yudhi jika papanya akan datang. Siang itu menjelang makan siang, papanya Arina datang ke rumah itu. Yudhi agak terkejut ketika bersalaman dengan papa mertuanya. Mereka pun saling berkenalan. 

"Yudhistira." 

"Arya." 

"Masuk, Pak." 

Tidak lupa Yudhi mencium tangan papa mertuanya lalu mereka duduk di sofa ruang tengah rumah itu. Saat Yudhi akan mengambilkan air minum, Arya melarang. Arina sudah memberitahu jika Yudhi terluka di bagian perutnya. Arya tidak ingin membuat menantunya itu banyak bergerak. 

Arya kagum melihat wajah Tampan yang dimiliki menantunya itu, tetapi dia masih belum berhasil mengingat siapa Yudhi karena merasa seperti pernah mengenalnya.

"Arina sudah cerita sedikit tentang kamu. Maaf, tadi malam saya tidak bisa datang ke sini. Jadi, baru tadi pagi berangkat ke sini." 

Justru Yudhi yang merasa tidak enak. "Enggak apa-apa kok, Pak. Mestinya saya yang minta maaf, sudah banyak merepotkan Arina. Dia sudah mau menampung saya di sini, tapi malah harus menikah dengan saya. Saya minta maaf dengan Bapak karena tidak datang secara baik-baik untuk melamar Arina sebelum kami menikah."

"Saya paham situasinya darurat. Jadi, kita jalani saja. Saya titip tolong jaga Arina dengan baik. Jangan sakiti perasaannya karena itu sama saja dengan menyakiti perasaan saya. Saya mau jujur sedikit nih, sebenarnya Arina datang ke sini karena dia dibuat patah hati oleh pacarnya yang selingkuh dengan sahabatnya sendri. Saya tahu dia merasakan sakit hati yang amat dalam. Jadi, tolong jangan sampai itu terjadi lagi. Saya tidak segan akan meminta kalian berpisah." Wajah Arya terlihat sedih. 

"Saya janji akan menjaga Arina dengan baik. Untuk urusan perempuan lain, saya pastikan saya tidak akan berselingkuh." 

'Karena saya tidak ada waktu untuk selingkuh karena sibuknya pekerjaan. Bahkan pacaran pun belum pernah,' batin Yudhi yang tidak bisa dia ungkapkan di depan Arya. Dia masih menyembunyikan identitas aslinya.

"Saya pegang janji kamu ya." 

Arina masuk rumah membawa makanan yang dia beli di warung dekat rumah sakit. Hari itu dia tidak ingin memasak karena masih mengantuk dan rencananya setelah makan Arina akan tidur. 

"Papa!" teriak Arina saat masuk rumah setelah meletakan barang bawaannya di meja. Sebelum masuk rumah dia sudah melihat mobil papanya di depan. Arina bergegas mendekati Arya dan memeluknya. Bulir bening mengalir dari kedua matanya. 

Arya menghapus air mata Arina di pipinya. "Kenapa nangis? Kamu enggak salah apa-apa kok, Sayang." Arya membelai rambut anak kesayangannya. Merasa kasihan dengan anaknya. 

"Aku kira papa enggak jadi ke sini, tadi lupa bilang Mas Yudhi. Papa mau minum apa?" 

"Sudah duduk aja di sini dulu. Kamu kan masih capek. Kita ngobrol lagi bertiga di sini."

Arina menganggukkan kepala. Dia juga masih kangen pada papanya setelah beberapa minggu tidak ketemu dan ingin menghabiskan waktu bersama Arya. 

"Oh ya, kalian kan sudah menikah walaupun dipaksa, tapi pernikahan kalian bukan sebuah permainan, harus ada tujuannya, enggak cuma sekedar menikah saja. Jadi, apa kalian ada pikiran buat ngasih papa cucu?" 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dokter Cantik Pemilik Hati CEO    Bab 40. Ending

    Setelah diperiksa oleh dokter di rumah sakit dan dinyatakan hamil, Yudhi mengajak Arina konsultasi ke dokter kandungan yang ada jadwal praktek pagi. Setelah diperiksa dengan USG, Arina dinyatakan hamil empat minggu. Dia sendiri tidak menyangka bisa hamil anak kedua secepat itu karena siklus bulanannya belum datang lagi sejak terakhir dia hamil anak pertama. “Dokter kan tahu jika setiap bulan sel telurnya yang matang tetap dilepaskan seperti biasa, hanya saja memang dinding rahimnya tidak menebal karena pengaruh hormon. Selamat ya, Dok atas kehamilan anak keduanya, semoga saja semuanya lancar.” Dokter kandungan yang sudah kenal dengan Arina itu mendoakannya.“Aamiin, terima kasih ya, Dok. Kami pamit pulang dulu.”Yudhi mengajak Arina kembali ke mobilnya. Perempuan itu menarik napas panjang untuk menangkan diri menerima keputusan jika dia telah hamil anak kedua dan harus menerima semuanya dengan lapang dada.“Mas, kayaknya aku harus ngajuin cuti lagi ini ke papa. Padahal aku belum masu

  • Dokter Cantik Pemilik Hati CEO    Bab 39. Hamil Lagi

    Yudhi tetap terus membantu Arina mengurus anak mereka. Perempuan itu minta cuti satu tahun pada sang papa untuk mengasuh anak pertamanya dan tidak mau melewatkan setiap perkembangan yang dialami putri pertamanya. Begitu juga dengan Yudhi, dia pun tidak mau melewatkan kesempatan yang sama. Meskipun mereka sudah kembali ke apartemen, Arina tetap mengurus bayinya sendiri dengan bantuan ART di rumah untuk mengerjakan pekerjaan rumah dan menemani Arina saat suaminya bekerja. Pada suatu malam, Yudhi ingin membicarakan sesuatu pada Arina, dia pun membahasnya dengan perempuan itu. "Sayang, Mas ada rencana nih. Mas mau minta persetujuan kamu, tapi dengerin dulu, ya." Arina menganggukkan kepala siap mendengar semua apa pun yang akan suaminya katakan padanya. "Jadi, Mas ada rencana mau bikin pesantren." Arina terkesiap mendengar rencana sang suami. Mengapa dia tiba-tiba ingin membangun pesantren, padahal mereka belum pernah membalas ini sebelumnya. "Pesantren, Mas? Di mana?" "DI pinggiran

  • Dokter Cantik Pemilik Hati CEO    Bab 38. Bangun Malam

    Hari-hari Arina menunggu waktu melahirkan tetap sama seperti biasanya. Rutin jalan pagi bersama sang suami dan tidur malam harus diawali dengan pijatan di kaki dan dielus bagian punggung sampai dia tertidur. Beberapa hari terakhir, Arina mulai merasakan gelombang cinta di bagian perut, hanya saja belum teratur dan sering. Dia masih menikmati setiap rasa kram dan nyeri itu sebagai sinyal jika sebentar lagi anaknya akan segera lahir. Makin dekat waktu melahirkan makin sering pula gelombang cinta itu dirasakan oleh Arina hingga pada suatu sore dia mendapat flek dan segera minta diantar menuju rumah sakit. Tidak hanya Yudhi yang mengantar Arina, kedua orang tuanya pun ikut mengantar sampai ke rumah sakit. Perempuan itu dibawa ke rumah sakit milik sang papa. Begitu tiba di rumah sakit, Arina dibawa menuju ruang bersalin yang kosong. Di sana dia ditemani oleh suami dan mamanya. Sedangkan sang papa menunggu di luar sambil berzikir. Saat Arina merasakan gelombang cinta yang hebat, sang ma

  • Dokter Cantik Pemilik Hati CEO    Bab 37. Perlengkapan Bayi

    Yudhi meminta kamar hanya berdua saja dengan Arina pada travel umroh. Dia harus memastikan keadaan Arina baik-baik saja selama 24 jam di sana. Ke mana pun Yudhi pergi pasti ada Arina bersamanya. Ke masjid atau sedang mengikuti perjalanan bersama tour pun mereka selalu bersama. Di depan ka'bah, Arina dan Yudhi selalu memanjatkan doa untuk kelancaran proses kehamilan istrinya dan kemudahan saat proses melahirkan. Meskipun Arina seorang dokter dia tidak bisa melahirkan sendirian tanpa bantuan pihak medis, lagipula dia kan bukan dokter kandungan, Arina adalah seorang dokter bedah umum yang sudah pasti akan menghadapi pasien dengan penyakit yang berbeda. Selesai melaksanakan umroh keduanya kembali ke hotel karena sudah malam. Sebelum masuk ke kamar, mereka makan malam lebih dulu. Selama melaksanakan umroh berat badan Arina naik. Dia sendiri pun merasakan itu, mulai kesulitan bangun dan harus dibantu oleh sang suami. "Mas, kayaknya jas seragam dari travel itu udah enggak cukup lagi deh,

  • Dokter Cantik Pemilik Hati CEO    Bab 36. Resepsi

    Arina memperhatikan perutnya yang mulai terlihat membuncit di depan kaca, pada usia kehamilan lima bulan, memang perut perempuan hamil sudah mulai terlihat membuncit. Dia merasa tidak percaya diri dengan perutnya di saat dia belum mengumumkan acara resepsi pernikahannya. "Mas, perut aku udah keliatan gendut ya?" tanya Arina dengan wajah cemberut. Rasanya hari itu dia tidak ingin datang ke rumah sakit karena perutnya. "Bukan keliatan gendut, tapi membesar karena hamil. Kalau gendut kan seluruh badan melebar." Arina menghembuskan napas lelah. Terkadang dia masih tidak ingin menjadi bahan gunjingan yang lain atau mendapat fitnah dari yang lain. "Aku enggak usah berangkat ke rumah sakit ya, Mas?" Arina berharap Yudhi akan setuju dengan keputusannya. Namun, nyatanya tidak. Pria itu meletakkan beberapa undangan di tangan Arina. "Suruh mereka semua datang supaya tahu kenyataan yang sebenarnya." Pria itu paham istrinya khawatir dituduh hamil sebelum menikah. "Mas antar sampai ke ruangan

  • Dokter Cantik Pemilik Hati CEO    Bab 35. Makam Nanda

    Kondisi Arina semakin membaik keesokan harinya. Pagi itu Yudhi mengajak istrinya berkeliling rumah sakit, perempuan itu duduk di kursi roda yang didorong oleh sang suami. "Ternyata dokter juga bisa sakit dan masuk rumah sakit, ya?" Arina tertawa lebih tepatnya mentertawakan diri sendiri. "Ya, kalau kamu sakit kan tetap butuh dokter, Sayang. Masa kamu bisa nyembuhin diri sendiri. Lagian kamu bukan sakit secara fisik, tapi secara psikologis." "Mas, misalnya kemarin aku sakitnya lama. Terus belum membaik sampai hari ini, malah semakin parah, Mas bakalan ngapain?" Arina merasa penasaran dengan apa yang akan dilakukan sang suami. Dia khawatir Yudhi akan meninggalkannya. Padahal pria itu selalu setia di samping nya. "Sayang, kita enggak boleh berandai-andai loh." Wajah Arina berubah cemberut, bukan itu jawaban yang dia inginkan dari suaminya. Yang dia mau adalah apa yang akan Yudhi lakukan padanya. "Yah, enggak seru ah. Aku kan penasaran." Namun, Yudhi akhirnya menjawab pertanyaan Ar

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status