Share

Bab 4. KENCAN BUTA?

Penulis: Secret.Vee
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-01 15:29:09

Tiga puluh menit kemudian ketiganya telah sampai di sebuah restoran.

Dari awal pemesanan makanan hingga makanan pertama datang dan disajikan, kakek dan nenek Ian tidak pernah muncul jadi hanya mereka bertiga di meja makan. Amber dan Nancy terus berbincang di sela-sela makan sedangkan Ian hanya diam sambil menikmati makanannya.

Namun, saat pelayan menyajikan piring buah terakhir, dia mengatakan sesuatu yang membuat semua orang terkejut. "Singkirkan!"

Pelayan itu tercengang. Amber dan Nancy langsung menghentikan perbincangan mereka dan mengalihkan pandangannya.

Ian menunjuk ke piring dengan sedikit tidak sabar. "Apa yang kamu pikirkan? Bagaimana bisa memberikan sajian buah yang sungguh jelek?"

Sang pelayan, Amber dan Nancy, ketiganya secara bersamaan langsung melihat ke piring. Sejujurnya, piring buah dihias sangat indah dengan hati-hati dan presisi.

Piring itu terdiri dari setengah buah melon yang diukir dalam bentuk bunga yang kemudian diisi dengan berbagai buah-buahan yang beragam. Bagi kebanyakan orang itu adalah karya seni alami.

Namun, Amber dengan cepat menyadari bahwa di piring itu ada tomat ceri yang letaknya miring, kemungkinan itu alasan ketidaksukaan Ian.

Amber memperkirakan pria ini menderita OCD yang sangat serius.

Sedangkan Nancy yang sepertinya tahu kondisi Ian tampak tidak mempermasalahkan yang terjadi. Dia menganggap perilakunya biasa saja kemudian melambai pada pelayan sambil tersenyum. "Ambil itu, ya."

Setelah berkata kepada pelayan, seolah-olah tidak ada yang terjadi, dia menoleh ke Amber. "Teruskan bicara tentang pasien yang tadi kamu ceritakan."

Amber pun lanjut bercerita, "Keluarganya mengundang medium roh untuk membersihkan semua hantu dari rumah mereka, mengklaim bahwa dia pasti kerasukan.

Selama ritual, gadis itu sangat ketakutan dan dalam kepanikannya secara tidak sengaja membunuh neneknya. Ketika saya melihatnya selama seharian, kondisinya sudah mencapai kondisi yang sangat parah. Dia sangat percaya bahwa seseorang telah memenggal kepalanya dan dia adalah mayat tanpa kepala."

Ian langsung mengalihkan pandangannya ke Amber setelah Amber menyelesaikan kalimat terakhir ceritanya dan itu mungkin pertama kalinya Ian menatap Amber secara langsung setelah mengomentari lesung pipitnya.

Amber tadi sedang berbicara tentang salah satu pasien yang saat ini dalam perawatannya. Satu pasien dengan kasus serius sindrom Cotard atau yang dalam bahasa sehari-hari dikenal sebagai sindrom mayat berjalan.

Nancy menjawab, "Ini benar-benar kasus klasik sindrom Cotard. Penyakit yang sangat langka, lalu bagaimana rencana kamu untuk mengatasinya?"

Namun, sebelum Amber menjawab terdengar ponsel Nancy berdering. Setelah panggilan telepon tersebut diterima, Amber mendengar Nancy mengucapkan beberapa patah kata di telepon.

Setelah selesai berbicara di telepon, Nancy berkata, "Sesuatu yang mendesak muncul di kantor, aku harus pergi." Kemudian dia meraih tasnya, berdiri dan bersiap pergi.

Melihat Nancy berdiri dan hendak pergi, Amber pun ikut berdiri. "Biarkan aku yang mengantarmu kembali."

Sebagai seorang dokter, selalu ada situasi yang darurat dan tidak terduga, terutama di bagian psikiatri—ketika penyakit pasien berkobar, kebanyakan orang tidak akan mampu menanganinya.

Amber tidak mempermasalahkan oleh kepergian Nancy yang tiba-tiba dan mengganggu acara makan bersama mereka. Amber hanya memikirkan bagaimana caranya dia bisa membantu.

Namun, Nancy menghentikannya. "Tidak perlu mengantarku. Asistenku akan datang menjemputku dan sudah ada cukup banyak orang di tempat kejadian. Kamu harus tinggal di sini dan menikmati makanan enak bersama Ian."

Setelah itu Nancy melihat ke arah Ian. "Kamu akan membantuku menjaga Amber, 'kan?"

Ian dengan acuh tak acuh seperti biasa menjawab, "Tentu saja."

Nancy tersenyum dan menepuk tangan Amber. Tak lama, asisten Nancy telah tiba dan Amber mengantarnya ke pintu. Pada saat dia kembali, Ian sudah meletakkan peralatan makannya.

"Apakah kamu kenyang?" tanya Amber.

Ian mengangguk.

Kemudian Amber mengambil jaketnya yang tersampir di kursi terdekat. "Kalau begitu, ayo pergi juga."

Dia terus memikirkan apa yang Nancy sebutkan. Biasanya, pasien yang bisa membuat khawatir gurunya adalah pasien yang cukup luar biasa dan dia sangat ingin mengamati gurunya beraksi.

Namun, Ian tidak bergerak. Tatapannya yang jauh, seolah tertutup lapisan es tipis, mendarat di wajahnya. "Sepertinya kamu benar-benar tidak sadar." Dia mencibir. "Apakah kamu pikir gurumu benar-benar dalam keadaan darurat? Atau mengapa kakek nenek saya mengatakan bahwa mereka akan datang, tetapi tidak pernah muncul?”

"Apa maksudmu?" tanya Amber tidak mengerti.

"Tindakan mereka semua direncanakan."

"Direncanakan?"

Ian menatapnya dan tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya, “Bagaimana kamu bisa menjadi psikiater? Ini adalah kencan buta yang disamarkan. Bagaimana mungkin kamu benar-benar tidak paham?”

Seketika Amber kehilangan kata-kata. Tidak lama kemudian dia terbatuk keras untuk memecahkan kecanggungan. "Em, aku tidak tahu."

Dia berpikir bahwa alasan di balik gurunya memperkenalkan Ian kepadanya adalah untuk sesuatu yang penting, seperti membantunya mengumpulkan dana untuk penelitian yang sedang dia kerjakan.

Wajah Ian masih tetap tanpa ekspresi dan Amber merasa sedikit malu. "Maaf, aku benar-benar tidak menyadari rencana Profesor Nancy."

Nancy telah melajang sepanjang hidupnya jadi Amber tidak pernah menyangka kalau dia akan mencoba menjadi mak comblang untuknya.

Ian mendengkus ringan.

"Tidak apa-apa." Buku-buku jarinya mengetuk meja saat dia melanjutkan, "Kamu masih belum menyebutkan bagaimana kamu berencana untuk menangani pasienmu itu."

Sepertinya Ian benar-benar tertarik dengan topik pembicaraan Amber tadi.

Amber berpikir sebentar, lalu duduk lagi dan mulai menguraikan rencana kasarnya. "Pasien yang menderita sindrom Cotard umumnya menemukan interaksi sosial yang sulit, tetapi seringkali dapat menjadi ahli dalam bidang minat pribadi mereka.

Aku ingin dia mulai melakukan aktivitas yang menarik secara pribadi. Dengan begitu, dia bisa membenamkan dirinya dalam fantasinya dan aku perlahan bisa membantunya menerima kenyataan menggunakan fantasinya sebagai media."

"Aku membayangkan kalau kamu akan mulai tindakan dengan menahannya atau menguncinya."

"Aku tidak akan melakukannya kecuali itu benar-benar diperlukan. Aku tidak mendukung cara yang membuat pasien dibatasi secara umum."

"Seberapa yakin kamu akan menyembuhkannya?"

"Dokter hanya bisa sepenuhnya percaya pada pasien yang bertekad kuat untuk menjadi lebih baik."

Ian terdiam beberapa saat, sebelum akhirnya bertanya lagi kepada Amber, "Lalu ... maukah kamu tidur dengan salah satu pasienmu?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dokter Jenius Milik CEO Arogan   Bab 140. FINAL (II)

    "Istrimu benar-benar jatuh cinta kepadamu."Ian berbalik dan melihat bahwa meskipun pria itu berpakaian sangat bagus, dia dikelilingi oleh suasana yang suram. Ada beberapa botol kaca yang bertumpuk di tangannya.Ian dengan dingin bertanya, "Kenapa kamu berkata seperti itu?""Karena dia sangat mengkhawatirkanmu," kata pria asing itu sembari tersenyum kecut, lalu dia menunjuk ke arah Amber. "Dia sudah memanggang makanan selama beberapa menit terakhir, tapi dia pasti sudah melihat ke arahmu setidaknya lima puluh kali sekarang."Setelah pria asing itu mengatakan hal itu, dia berdiri dengan gemetar. "Tidak ada rahasia di mata seorang kekasih, tapi sayang sekali aku terlambat memahaminya. Sejujurnya, kemana pun aku pergi, aku melihat pasangan bahagia ada dimana-mana."Kemudian pria asing itu berjalan pergi dan terus bergumam kepada dirinya sendiri. ***Ian memandang ke arah Amber dan pada saat yang sama, Amber pun mengangkat kepalanya dan menatapnya juga, matanya yang cerah dipenuhi dengan

  • Dokter Jenius Milik CEO Arogan   Bab 139. FINAL (I)

    Setelah semua orang mendengar Amber dan Ian berencana pergi ke Danau Willoughby untuk berbulan madu. Billy mulai membujuk Silvia. "Sayang, bisakah kita pergi juga?"Namun, sayangnya Silvia menamparnya dengan keras melalui tanggapannya. "Mereka pergi ke sana untuk berbulan madu! Apa gunanya kita pergi?!""Latihan bulan madu sebelum bulan madu yang sebenarnya?""Ke puncak gunung?" kata Silvia dengan terkejut. Kemudian dengan serius memperingatkan Billy, "Dengar baik-baik ya karena aku hanya akan memberitahumu sekali ini saja. Aku hanya ingin bersantai dan dimanjakan. Jika kamu berani membawaku ke tempat seperti itu untuk bulan madu kita, maka aku akan menghajarmu tanpa alasan!"Sebenarnya Billy ingin terus berdebat dengan Silvia, tetapi ketika dia memeriksa seberapa jauh Danau Willoughby, dia merasa kalau tinggal di rumah bukanlah ide yang buruk."Ada beberapa hal menyenangkan yang bisa dilakukan di sekitar sini juga. Kita bisa tinggal di sini selama sebulan penuh!"Seketika Trysta memi

  • Dokter Jenius Milik CEO Arogan   Bab 138 . RENCANA BULAN MADU

    Ian tidak merasa mengantuk lagi, jadi dia menarik Amber bangun dan turun dari tempat tidur. "Kalau begitu kita harus berangkat lebih awal. Mumpung di luar tidak terlalu panas."Sebenarnya dia ingin pergi karena terlalu banyak orang di rumah, yang akan membuat perhatian Amber lebih terpecah dari biasanya. Dia benci tidak bisa memonopolinya.Di sisi lain, menghabiskan waktu berduaan dengannya dan hanya memikirkannya saja sudah membuatnya merasa lebih bahagia.Sementara itu, Amber juga tidak terlalu ingin tidur kembali, jadi dia pun bangun dan mulai mengobrak-abrik lemari untuk mencari sesuatu untuk dipakai.Ian pergi mandi dulu. Namun, di tengah mandinya, dia tidak dapat menahan kegembiraannya lagi. Dia menjulurkan kepalanya keluar kamar mandi dan dengan bertanya penuh harap kepada Amber."Kamu ingin pergi ke mana dulu? Niagara? Pulau seribu? Atau mungkin Danau Willoughby? Kita harus mengunjungi beberapa lokasi di dalam negeri terlebih dahulu dan kemudian pergi ke luar negeri."Menurut

  • Dokter Jenius Milik CEO Arogan   Bab 137. MALAM PERNIKAHAN

    Billy yang saat ini dalam keadaan setengah mabuk, dia menerima telepon dari Ian dengan menyalakan speaker ponselnya, jadi ketika dia mendengar permintaan blak-blakan Ian, dia balas berteriak dengan parau. "Apa!? Kamu akan meninggalkan kami seperti ini sementara kalian berdua pergi tidur? Di mana Dr. Camille?! Biarkan dia berbicara denganku!"Kemudian, semua orang mendengar pengantin pria menjawab dengan nada lembut yang luar biasa, "Dia lelah dan dia sudah tertidur."Kemudian, setelah dia mengatakannya, dia menutup telepon.Seluruh orang dalam ruangan memandang Billy yang sedang memegang ponselnya sambil bertanya-tanya dengan hampa, "Apakah itu hanya mimpi? Kapan seorang Ian Axton pernah bersikap selembut itu? Dan dia baru saja merasa bangga, bukan? Ya, 'kan?!"Billy memandang ke arah orangtua Amber dan Ruby. Wajah mereka sangat berwarna-warni dan dia akhirnya mengerti. "Itu bukan mimpi. Ya Tuhan! Ian menghabiskan seluruh vitalitas Amber sampai tidak

  • Dokter Jenius Milik CEO Arogan   Bab 136. TAMAK DAN PENUH NAFSU

    Ian menyeret Amber langsung menaiki tangga dan masuk ke kamar tidur mereka. Saat dia membuka pintu, Amber melihat ada buket mawar merah besar di tempat tidur dan seikat lilin romantis yang disusun berbentuk hati di lantai."Oh, jadi dia sudah belajar cara menciptakan suasana romantis sekarang," pikir Amber.Namun, ketika Amber baru saja hendak memujinya, dia melihat Ian mencubit hidungnya dan kemudian dengan muram berkata, "Ah, baunya sama manisnya dengan yang kukira."Dia telah mengikuti saran Billy meskipun dia tahu saran itu tidak dapat diandalkan. Dia juga segera melupakan orang-orang yang mengatakan kalau bunga segar dan lilin aromaterapi diperlukan untuk pengantin baru saat kenyataan memberitahu kalau ruangannya sangat menjemukan sehingga dia tidak bisa fokus bercinta!Mengingat kemungkinan angin akan memadamkan lilin, kamar tidur telah ditutup rapat. Ruangan yang terisolasi membuat perpa

  • Dokter Jenius Milik CEO Arogan   Bab 135. MALAM PERNIKAHAN

    Setelah mendengar jawaban putrinya, ibu Amber berkata sambil memelototinya. "Ini tidak seperti kamu mencurinya! Tidak bisakah kamu membantunya mengelolanya dengan baik? Dan kamu bahkan mengatakan kalau kamu menginginkan seorang anak.Jika dia terus mengeluarkan uang seperti ini, apakah kamu berencana untuk membesarkan anak itu sendiri?"Dia bahkan menyeret Silvia dan Trysta ke dalam percakapan dengan menanyakan pendapat mereka. "Tidakkah menurutmu Ian gila karena membeli tempat sebesar ini?"Seketika Amber berkata dalam hati. "Ini benar-benar ibuku! Siapa lagi yang akan mengambil setiap kesempatan untuk memarahi orang lain? Dia mungkin masih memperlakukan anak-anaknya seperti anak berusia delapan tahun ketika mereka berusia delapan puluh tahun."Ketiga sahabat itu saling melirik sebelum Trysta tertawa dan menjawab, "Ian benar-benar menghabiskan lebih banyak uang daripada yang seh

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status