Home / Urban / Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh / 102. Memang dewa penyelamat

Share

102. Memang dewa penyelamat

Author: Cutegurl
last update Last Updated: 2025-08-21 22:29:51
Pasien segera dipindahkan ke meja operasi. Perawat anestesi cepat memasang monitor baru, menyesuaikan ventilator dengan mesin yang lebih stabil. Angka-angka di layar kembali berderet: tekanan 82/50, nadi 130, saturasi 85 persen. Masih sangat rendah.

“Induksi lanjut. Siapkan transfusi, PRC empat kantong sudah datang, pasang dua jalur infus besar. Kita akan butuh banyak cairan,” perintah El, matanya menajam penuh fokus.

Azalea sudah berdiri di sisi lain, ikut mengenakan baju operasi steril. Ia tahu El tidak akan hanya menyerahkan ini pada tim lain. Elvario adalah tipe dokter yang jika melihat pasien di ambang kematian, akan turun tangan sendiri.

Tim bedah digestif yang dipanggil masih di perjalanan. El menghela napas dalam topeng maskernya. “Kita tidak bisa menunggu. Kalau kita tunda, pasien ini mati di meja. Aku yang akan jadi operator utama.”

Semua orang di ruangan sempat saling berpandangan, tetapi tidak ada yang berani membantah. Nama Elvario sudah cukup untuk memastikan bahw
Cutegurl

Tolong bantu dukung cerita Elvario ini dong teman-teman. Baik berupa hadiah, vote, ataupun komentar dan likenya yaaa. Terima kasihhh

| 4
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    104. Tidak tahu perasaan sendiri

    Azalea terdiam. Kedua matanya membulat sebentar, sebelum perlahan kembali redup. Ia menatap El seolah ingin memastikan, seolah telinganya barusan salah menangkap kalimat itu. “Belum menerima?” ulangnya pelan. El mengangguk. Suaranya nyaris tenggelam di antara denting hujan di luar jendela. “Ya. Aku… belum bisa memberikan jawaban.” Ada jeda. Hening yang menekan, seperti dinding tak kasat mata yang menahan segala yang ingin diucapkan. Azalea menarik napas panjang, lalu menunduk lagi. Sendok di tangannya sudah dingin, tapi genggamannya tetap kaku. “Kenapa?” tanyanya akhirnya. Sederhana, namun sarat makna. El mendesah. Pertanyaan itu justru terasa paling sulit dijawab. “Karena… aku tidak tahu. Aku tidak tahu pasti tentang perasaanku sendiri. Dan aku tidak ingin memberi kepastian yang… hanya akan berakhir menyakiti seseorang.” Azalea mengangkat wajah perlahan, menatapnya. Ada semburat getir di sana, juga luka yang ia sembunyikan di balik tatapan tajamnya. “Jadi, kamu menggant

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    103. Pertanyaan sulit

    Elvario berjalan perlahan menyusuri lorong menuju kantin. Tubuhnya terasa berat, otot-ototnya menegang setelah tiga jam bertarung di ruang operasi. Begitu memasuki ruangan, ia sempat menghela napas lega. Kantin cukup sepi. Hanya ada dua atau tiga orang petugas kebersihan yang duduk jauh di sudut, sibuk dengan makanan mereka sendiri. El melangkah ke meja penyajian, mengambil satu piring nasi putih, sayur sop yang mengepul, beberapa potong buah, dan lauk berupa sosis serta sedikit seafood goreng. Saat ia menoleh, matanya bertemu dengan sosok yang tak asing. Azalea baru saja masuk ke kantin, rambutnya yang terikat sederhana sudah sedikit berantakan setelah seharian berjibaku. Masker biru masih menggantung di bawah dagunya. Wajahnya sama pucatnya dengan El, namun sorot matanya tetap tajam, seperti biasa. “Dokter El?” panggilnya lirih, terdengar ragu tapi cukup jelas di ruang kantin yang lengang. El mengangguk kecil. “Kamu juga lapar?” tanyanya datar, meski bibirnya sempat berge

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    102. Memang dewa penyelamat

    Pasien segera dipindahkan ke meja operasi. Perawat anestesi cepat memasang monitor baru, menyesuaikan ventilator dengan mesin yang lebih stabil. Angka-angka di layar kembali berderet: tekanan 82/50, nadi 130, saturasi 85 persen. Masih sangat rendah. “Induksi lanjut. Siapkan transfusi, PRC empat kantong sudah datang, pasang dua jalur infus besar. Kita akan butuh banyak cairan,” perintah El, matanya menajam penuh fokus. Azalea sudah berdiri di sisi lain, ikut mengenakan baju operasi steril. Ia tahu El tidak akan hanya menyerahkan ini pada tim lain. Elvario adalah tipe dokter yang jika melihat pasien di ambang kematian, akan turun tangan sendiri. Tim bedah digestif yang dipanggil masih di perjalanan. El menghela napas dalam topeng maskernya. “Kita tidak bisa menunggu. Kalau kita tunda, pasien ini mati di meja. Aku yang akan jadi operator utama.” Semua orang di ruangan sempat saling berpandangan, tetapi tidak ada yang berani membantah. Nama Elvario sudah cukup untuk memastikan bahw

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    101. Pasien lagi

    Satu jam kemudian... Suara roda brankar berdecit keras menembus lorong IGD. Dua orang paramedis mendorong cepat seorang pasien pria berusia sekitar dua puluh lima tahun, tubuhnya berlumuran darah, napasnya berat dan terputus-putus. Bau besi dari darah bercampur dengan aroma antiseptik khas rumah sakit, membuat udara jadi semakin sesak. “Dok! Pasien trauma! Kecelakaan lalu lintas, tertusuk besi pagar di bagian abdomen! Tekanan darah turun cepat, nadi lemah!” salah satu paramedis melaporkan dengan suara terburu-buru. El yang sedang berada di nurse station langsung bangkit, wajahnya seketika berubah serius. Azalea, yang juga baru saja keluar dari ruang observasi, mendengar teriakan itu dan tanpa ragu segera berlari mendekat. Sedangkan dokter Keysha sudah tidak berada di IGD. “Bawa ke trauma bay! Cepat!” perintah El dengan suara tegas, nyaris membentak. Brankar pasien segera dialihkan ke ruang resusitasi. Lampu sorot terang IGD menyorot tubuh pasien yang berlumuran darah. Tamp

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    100. Kamu dilamar ya?

    El kemudian menarik napas panjang, lalu menghembuskannya pelan. Jam di dinding sudah menunjukkan hampir pukul dua siang. Lapar yang tadi menggerogoti perutnya kini seolah menghilang, digantikan rasa lelah bercampur bingung. “El, fokuslah,” gumamnya lirih pada diri sendiri. “Masih ada pasien di IGD yang menunggu.” Ia pun bangkit dari kursinya, meraih jas putihnya yang tadi ia lepas, lalu melangkah keluar ruangan. Pikirannya masih dihantui bayangan Alya yang menatapnya dengan mata bergetar, dan kata-kata Tuan Darma yang penuh wibawa. Namun, ia tahu dirinya tidak boleh tenggelam terlalu lama dalam urusan pribadi. Pasien-pasien di IGD jauh lebih membutuhkan dirinya saat ini. Koridor rumah sakit terasa sedikit lebih lengang dibanding siang biasanya. Cahaya matahari menyorot masuk dari jendela besar di ujung lorong, memberi nuansa terang yang kontras dengan perasaan El yang muram. Beberapa perawat lewat sambil menunduk hormat, dan ia hanya membalas dengan anggukan singkat. Begitu

  • Dokter Jenius: Tangan Emas Sang Penyembuh    99. Sangat mengejutkan dan berani

    Begitu pintu ruangannya tertutup rapat, suasana mendadak menjadi hening. El mempersilakan tamunya duduk di sofa kecil di sudut ruangan. Tuan Darma duduk dengan tenang, punggungnya tegak, sementara Alya mengambil tempat di sampingnya. El sendiri memilih duduk di kursi kerjanya yang berhadapan langsung dengan mereka. El belum sempat membuka mulut, ketika Tuan Darma mendahuluinya. Dengan nada dalam, ia berkata, “Saya tidak ingin berbasa-basi, Dokter Elvario. Saya tahu Anda sibuk, jadi mari langsung ke tujuan kedatangan saya ke sini.” El yang masih sempat menahan rasa lapar, mengangguk pelan. Sorot matanya fokus pada pria tua di depannya, mencoba membaca arah pembicaraan. Tuan Darma menoleh sekilas ke putrinya, kemudian kembali menatap El. “Terus terang, kedatangan saya ini bukan murni kehendak saya sendiri. Alya yang memintanya.” Mendengar itu, El secara refleks mengarahkan pandangan ke arah Alya. Gadis itu tampak menunduk sebentar, lalu menatap balik padanya dengan wajah yan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status