Home / Romansa / Dokter, Sentuh Aku Lagi / Bab 1. Desahan di Kamar Tamu

Share

Dokter, Sentuh Aku Lagi
Dokter, Sentuh Aku Lagi
Author: Els Arrow

Bab 1. Desahan di Kamar Tamu

Author: Els Arrow
last update Last Updated: 2025-10-09 12:08:57

“Ugh ... nikmat sekali, Mas!”

Deg!

Avrisha yang berjalan hendak menuju dapur itu sontak mengentikan langkah kakinya kala mendengar suara desahan dari balik kamar tamu. Ia mendekat, menempelkan daun telinga pada pintu agar lebih jelas.

“Aaahh ... aku cemburu. Dia pasti puas sekali kalau lagi sama kamu. Tapi aku pasti lebih menggairahkan, kan?” Tawa Kirana tergelak manja disusul desahan panjang. "Eungh... lebih cepat!"

Tangannya membekap mulut, matanya membelalak lebar seiring degup jantungnya yang terus berpacu keras. “Kirana sama siapa? Apa dia bawa pacarnya ke sini?” gumamnya lirih.

Kamar itu dihuni sahabatnya, calon ibu pengganti yang ia dan sang suami sewa rahimnya. Beberapa bulan lalu, sebelum Avrisha menjalani operasi pengangkatan rahim akibat komplikasi endometriosis berat, dokter kandungannya berhasil mengambil dan membekukan sel telurnya.

Proses bayi tabung pun dilakukan, dan Kirana, sahabat sejak SMA yang selama ini hidup sebatang kara dan sering mengeluhkan hidupnya yang serba kekurangan, membuat Avrisha iba dan menawarkannya untuk menjadi surrogate mother dengan upah fantastis.

Kini, Kirana tengah mengandung benihnya dan sang suami. Kandungan berusia lima minggu itu sangat ia nantikan selama enam tahun ini. Di balik itu juga ada mertuanya yang terus menuntut keturunan karena suaminya anak tunggal.

“Aaahh ....”

Keningnya berkerut saat lagi-lagi mendengar suara desahan dari dalam sana. Apa Kirana menyelundupkan pria ke rumahnya? Namun, setahunya selama ini Kirana tidak punya kekasih.

“Tapi bisa saja dia punya pacar dan belum cerita sama aku,” gumamnya.

Pikiran itu membuat napasnya tercekat. Kalau benar, itu bisa berbahaya. Berhubungan badan di masa awal kehamilan bisa mengancam janin. Ia dan suaminya sudah susah payah melakukan proses ini ke luar negeri, kalau Kirana tidak menjaganya semuanya bisa sia-sia.

Dengan perasaan tak menentu, Avrisha akhirnya nekat mengangkat tangan dan mengetuk pintu kamar tamu.

Tok! Tok! Tok!

Suara desahan langsung berhenti. Hening menggantung begitu dalam, seperti seseorang menahan napas di balik pintu.

Avrisha menelan saliva dengan susah. “Kirana?” panggilnya gugup.

Tak ada jawaban, perasaannya semakin tidak karuan. Ia mengetuk lagi. “Kirana, kamu masih bangun?”

Beberapa detik kemudian, terdengar suara langkah kaki mendekat, tergesa. Dan pintu kamar pun terbuka sedikit, menampakkan wajah Kirana yang tampak kacau. Daster yang ia kenakan dikancing asal, sebagian terbuka di bagian dada. Rambut panjangnya berantakan, keringat membasahi dahi dan pelipisnya, meski kamar itu ber-AC.

Avrisha mengulas senyum lembut. “Kamu lagi apa?” tanyanya hati-hati.

Kirana tampak gelagapan sesaat, tapi cepat memasang senyum tipis. “Eh, a-aku lagi olahraga barusan. Biar sehat dan nggak mual-mual terus. Kalau siang, kan, aku bawaannya ngantuk.”

“Olahraga?” Avrisha melirik ke dalam kamar, lalu kembali pada wajah sahabatnya.

“Iya, lihat di YouTube gitu. Senam ringan, kan, boleh selama hamil,” jawabnya sambil bergerak pelan menutup pintu.

Namun, Avrisha dengan cepat mengangkat tangan menahannya. “Tadi aku dengar kamu ngomong, sama siapa?”

Kirana memucat sepersekian detik, tapi buru-buru tertawa kecil. “Oh, itu mungkin suara video senamnya. Pemandunya ada banyak. Suaranya keras banget, ya? Maaf sudah ganggu kamu.”

Avrisha mengernyit, jelas-jelas tadi ada panggilan sayang dan suara desahan. Mana mungkin pemandu senam berkata seperti itu?

Kenapa Kirana berbohong? Untuk apa? Mereka sahabatan dan sejak dulu selalu berbagi cerita, raut muka itu ia tahu sekali Kirana sedang menyembunyikan sesuatu. Banyak sekali pertanyaan di kepalanya, tetapi tampaknya Kirana mati-matian menyembunyikan darinya.

“Tapi aneh banget, lho, malam-malam gini kamu senam.” Avrisha menyipitkan mata, berusaha memancing agar sahabatnya jujur. “Biasanya kamu tidur jam sembilan.”

“Eum ... ini juga tumben belum ngantuk, jadi kupikir kenapa nggak gerak dikit. Biar bayinya juga happy, Sha.”

Avrisha mengangguk pelan, meski pikirannya belum tenang. Ia mendorong pintu perlahan. “Aku masuk, ya ....”

Kirana langsung terlihat panik, mencoba menahan. “Eh, jangan! K-kamarnya berantakan banget, Sha. Aku belum sempat beresin. Lagian ini bau keringat, lho,” jawabnya terbata.

Melihat wajah sahabatnya memucat, Avrisha mundur. Kepalanya mengangguk pelan, “Baiklah. Tapi beneran nggak ada apa-apa, kan?” Ia tetap berusaha memancing, tetapi sepertinya Kirana kukuh menyembunyikan dan bersikeras menggelengkan kepala.

“Nggak ada apa-apa, Sha. Udah, ya ... udah ngantuk banget aku. Boleh istirahat sekarang? Bayinya juga butuh istirahat, kan?”

Kalimat terakhir itu menghantam Avrisha. Kirana adalah satu-satunya harapan untuk menjadi orangtua, ia sadar tidak bisa terlalu mendesak. Kalau Kirana stres, ia juga yang rugi.

Dengan napas berat, Avrisha tersenyum kecil, menelan semua kegelisahan yang menggebu di dada. “Iya. Maaf ganggu kamu malam-malam.”

Kirana mengangguk cepat, memaksakan senyum yang lebih lebar. “Nggak papa, Sha. Kamu istirahatlah, jangan mikir macam-macam.”

Pintu kamar tertutup, Avrisha berbalik ke kamar, meski tidak bisa tidur malam itu. Tubuhnya terbaring diam di atas ranjang, pikirannya berputar cepat, menolak untuk beristirahat. Suara desahan tadi terus terngiang, berpadu dengan ekspresi gugup Kirana.

Ia menatap langit-langit dalam gelap, dadanya sakit seperti diikat tali tak kasatmata.

“Apa benar hanya aku yang terlalu curiga?” bisiknya pelan, hatinya sendiri tak yakin pada pertanyaannya itu.

Hingga suara pintu membuyarkan lamunannya. Arion melangkah pelan masuk ke dalam kamar, dua buah kancing kemejanya terbuka menampakkan bulir keringat di dada.

Aroma parfum yang menyusup ke indera penciumannya membuat tubuh Avrisha menegang. Ia baru sadar, aromanya sama dengan yang sempat ia cium samar dari dalam kamar Kirana.

“Kebangun, Sayang?” tanya pria itu.

Senyum kecut terukir sekadarnya. “Iya, Mas. Kamu dari mana?”

Tak langsung menjawab, Arion naik ke ranjang dan mengelus lembut rambut Avrisha, mengecup lembut di kening. “Dari ruang gym, makanya keringetan gini.”

Wanita itu mengalihkan pandang. “Malam-malam?”

“Pagi tadi, kan, belum sempat. Kalau nggak gym nanti ototnya kendor, kamu nggak suka.”

Seringai kecil muncul di sudut bibir merah itu, helaan napasnya terdengar berat. Enggan berdebat dan menambah sesak pikirannya, ia memilih mengangguk saja. “Ya sudah, tidur saja. Aku capek, Mas.”

Keesokan Paginya.

“Sha! Ayo sini, aku udah siapin sarapan,” serunya ceria, seakan tak pernah terjadi apa-apa.

Avrisha melangkah mendekat ke meja makan. Tatapannya sempat bertabrakan dengan Arion, yang hanya menanggapi dengan anggukan kecil dan senyum tipis.

“Kamu gak usah repot-repot nyiapin beginian, Kirana,” ujar Avrisha datar, menarik kursi tanpa menatap siapa pun.

“Gak apa-apa, kok. Mumpung pagi ini gak mual,” sahut Kirana cepat, masih dengan nada ceria, lalu menyendokkan nasi untuk Avrisha. “Lagian aku harus tetap aktif biar gak lemas, kata dokter juga gitu, kan?”

Avrisha hanya mengangguk. Ia menerima piring itu tanpa komentar lebih. Diam-diam, matanya terus mengamati.

Tangannya bergerak menyendok lauk, tapi ekor matanya menangkap sorotan cepat Kirana pada Arion.

Dan Arion, balas memandang dengan kedipan singkat. Meski tak ada senyum, tapi cukup untuk membakar dada Avrisha.

Ia menunduk, menyuapkan makanan ke mulut, meski tak terasa apa-apa. Dadanya terasa seperti digerogoti, satu per satu. Ia menoleh ke arah Kirana yang kini sibuk mengambil sambal dan tertawa ringan saat Arion mengomentari rasa tumisannya.

Rasa ingin bertanya menggumpal di ujung lidahnya. Namun, ia telan, bersama nasi yang rasanya seperti abu.

Ia tidak bisa meledak sekarang. Bayi itu masih ada di dalam kandungan Kirana, bayi dari darah dan dagingnya sendiri.

Namun, kenapa keakraban itu memantik firasat lain di hatinya?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dokter, Sentuh Aku Lagi   Bab 7. Main Api

    “Aku benar-benar nggak ngerti kenapa dokter itu ngomong begitu,” ucap Kirana, serak.Mereka semua kini berada di dalam mobil untuk perjalanan pulang. Kirana menyandarkan kepalanya di bahu Renata, sementara Avrisha duduk di depan bersama Arion.Renata langsung menggenggam tangan Kirana erat. “Sudah, Sayang, jangan dipikirin omongannya. Tante tahu kamu jujur, orang tadi badan kamu panas banget dan sampai menggigil."Kirana menarik napas panjang, lalu melirik Arion lewat kaca spion tengah. “Mas … kamu percaya aku, kan?”Arion diam. Pandangannya lurus ke depan, tak menjawab. Mendengar itu, Avrisha hanya bisa menarik napas panjang. Yang ditanya hanya suamimu, dirinya tidak. Apa Kirana tidak menganggap kehadirannya?Kirana kembali bicara, suaranya sedikit bergetar. “Tadi itu, beneran flek. Badanku demam, perut melilit, dan aku ngerasa kayak mau pingsan. Nggak mungkin aku pura-pura, Mas. Itu sama aja kayak mendoakan yang buruk buat anak ini

  • Dokter, Sentuh Aku Lagi   Bab 6. Sandiwara

    Jam menunjukkan pukul dua belas siang ketika suara klakson tajam membelah keheningan rumah. Avrisha yang sedang merapikan meja makan sontak menoleh ke jendela, napasnya tertahan saat melihat mobil yang sangat dikenalnya itu.“Itu … mobil Mama, ya?” bisiknya gugup, tangannya yang memegang serbet ikut gemetar.Arion berdiri dari sofa, merapikan kerah kausnya. "Iya, tadi Mama sempat nelpon. Katanya mau lihat Kirana."Avrisha hanya mengangguk pelan, menunduk. Ia menarik napas panjang, mencoba bersikap setenang mungkin.Pintu rumah terbuka. Sang Mama, Renata, dalam balutan dress hitam dan sorot matanya tajam seperti pisau, masuk dengan langkah angkuh. Di belakangnya, Pak Gatra, mengikuti tanpa banyak bicara."Ayo duduk dulu, Pa, Ma, aku sudah masak makan siang buat kita semua nanti,” ujar Avrisha yang berjalan dari ruang makan, sambil mengulas senyum ramah.“Ya,” jawab Gatra datar sambil langsung duduk di sofa.Sementara wanita paruh baya itu hanya menoleh sekilas. “Hmm.”Avrisha menarik n

  • Dokter, Sentuh Aku Lagi   Bab 5. Sandiwara

    "Aku mau pulang," ujar Avrisha lirih.Elvareno menoleh dari balik jendela besar, menatap wanita di belakangnya yang kini tampak lebih tenang meski matanya masih sembab."Aku antar," sahut pria itu singkat.Avrisha menggeleng pelan. "Nggak usah. Aku sendiri aja. Makasih, ya, atas bantuannya."Elvareno menatapnya beberapa detik, tak menjawab langsung. Wajahnya tetap datar, tapi ada sesuatu di sorot matanya yang membuat Avrisha sedikit gelisah."Aku bisa jaga jarak," gumam Elvareno."Jangan, El. Aku masih istri orang," sahut Avrisha pelan, tetapi mampu membuat Elvareno terhentak.Beberapa detik berlalu tanpa satu suara apa pun. Lalu Elvareno mengangguk kecil. Ia berjalan perlahan ke arah pintu dan membukakannya.Avrisha berdiri, tubuhnya masih terasa lemas, tapi ia memaksakan langkahnya tetap tegak."Sekali lagi makasih untuk semuanya," katanya, pelan, sebelum melangkah pergi."Hubungi aku, Av".Avrisha menunduk, memejamkan mata dan lantas menggeleng pelan. "Maaf, aku nggak bisa janji. K

  • Dokter, Sentuh Aku Lagi   Bab 4. Balas Dendam?

    "Dia aku sewa untuk jadi ibu pengganti, kenapa tega-" Avrisha kembali ke ranjangnya dengan langkah goyah. Ia baru saja mendengar pengkhianatan paling menyakitkan dari dua orang yang paling ia percaya, suaminya dan sahabatnya sendiri. Setibanya di ranjang, ia langsung menarik selimut, menutup seluruh tubuhnya hingga ke kepala. Ia membenamkan wajahnya di bantal, menggigit ujung kain itu agar suara tangisnya tak terdengar. Tangannya mengepal kuat, mencoba menahan gejolak amarah dan luka yang tak terlukiskan. Beberapa jam lalu, tubuhnya disentuh pria yang ia cintai. Beberapa jam lalu, bibir suaminya menciumnya seolah hanya dirinya wanita satu-satunya. Namun nyatanya, ciuman itu adalah kamuflase. Seluruh kelembutan Arion malam tadi adalah kedok dari pengkhianatan yang menjijikkan. "Kamu kejam, Mas! Kamu jahat ...," bisiknya pelan dalam isakan. Ia memaksa tidur dengan seluruh tubuh menggigil. Pikiran kacau, dan hatinya koyak. Hingga pagi menyapa dengan sinar matahari yang mulai me

  • Dokter, Sentuh Aku Lagi   Bab 3. Memergoki

    "Aku mau nyusul ke lab," ucap Avrisha seraya membalik badan hendak keluar ruangan, tetapi tiba-tiba lengannya ditarik, tubuhnya diputar dan dalam sepersekian detik, bibir Elvareno sudah mendarat di bibirnya. "El ...!" ucapnya tertahan, terbungkam oleh ciuman basah dan cengkeraman tangan kekar di bahunya. Tubuh Avrisha membeku, matanya membelalak. Kedua tangannya meronta, mendorong dada pria itu sekuat tenaga. Namun, Elvareno tak bergeming, bahkan kian menekan tubuhnya ke dinding, menenggelamkan bibir mereka dalam ciuman yang membuat nyaris tak bisa bernapas. Avrisha mendesah tertahan, tangis kecil pecah dari tenggorokannya. Suaranya tercekat, perlahan tubuhnya melemah dalam dekapan sang mantan kekasih. Elvareno akhirnya melepaskan ciuman itu setelah beberapa detik yang terasa seperti seabad. Bibir Avrisha basah, napasnya terengah-engah dan wajahnya pucat. Matanya basah, air mata jatuh satu per satu, tanpa suara. "Kau-" Suaranya bergetar hebat. "Kau gila, El!" Ia mendorong tubuh

  • Dokter, Sentuh Aku Lagi   Bab 2. Pria Itu

    “Kamu siap-siap aja, nanti siang ke dokter. Aku mau beres-beres dulu,” ucap Avrisha setelah mengantarkan suaminya berangkat. Kirana yang duduk manis di sofa ruang tamu sontak mengangguk, tapi tak juga beranjak dan tetap asyik bermain ponsel. Avrisha tak mau ambil pusing, ia segera membereskan pekerjaan karena ART kebetulan sedang pulang kampung. Mulai dari kamarnya, beberapa ruangan lain hingga terakhir kamar di lantai bawah yang dihuni Kirana. Ia masuk kamar itu, tampak tempat tidur tapi dan aroma pewangi ruangan berganti bau bunga segar. “Lho, beda kayak semalam?” gumamnya heran. Helaan napas menderu berat, ia segera menghampiri meja kecil sambil tangannya menenteng penyedot debu kecil. Ada botol minum, handuk kecil, dan sebuah jam tangan mewah berwarna hitam dengan detail perak yang menarik perhatiannya. Matanya menyipit. Avrisha tahu betul jam itu, persis seperti yang ia hadiahkan kepada suaminya saat anniversary mereka yang kelima. Jarinya mengambil jam tersebut, meng

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status