Share

Bab 03

Penulis: Naga Hitam
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-05 13:08:47

Ia tumbuh dalam keluarga yang menjunjung tinggi tanggung jawab. Meski gugup dan takut terlibat masalah, wanita itu memutuskan untuk bertindak benar.

“Tidak. Aku harus pastikan keadaannya!” ucapnya pelan, tapi tegas.

Dengan tekad yang mulai menguat, ia membuka pintu mobil.

Langkahnya ragu, tapi penuh niat. Ia mendekati sosok yang terkapar di pinggir jalan—pengendara motor yang sempat nyaris ia tabrak.

Apa yang akan ditemukannya di sana akan mengubah banyak hal dalam hidup keduanya.

“Apakah kau baik-baik saja?...”

Suara lembut seorang wanita muda terdengar dari kejauhan.

Ia belum bisa memastikan kondisi sang pengendara motor, apalagi tempat itu cukup gelap karena menjelang malam.

Karena tidak mendapat jawaban, dia terus melangkah perlahan mendekati pohon besar itu dengan hati-hati.

Dia sadar, jika tidak hati-hati, bisa saja dia dimintai pertanggungjawaban oleh pihak pengendara.

Tapi dia tidak peduli. Wanita itu tidak kekurangan uang, dan jika memang harus memberikan kompensasi, dia siap.

Motor C70 yang menabrak pohon itu tampak parah. Bagian depannya hancur, sepertinya tak bisa dikendarai lagi.

Setidaknya, motor itu butuh biaya besar untuk diperbaiki agar kembali seperti sediakala.

“Di mana pengendaranya?!” gumamnya bingung, sambil menyisir area sekitar dengan pandangan waspada.

Setelah sedikit mencari, matanya menangkap sosok seseorang di dalam sungai.

Tampaknya pengendara motor itu terlempar dan jatuh ke sungai yang kebetulan berada tidak jauh dari pohon.

Untungnya, pria itu masih bisa berenang. Itu sudah cukup melegakan bagi wanita itu—setidaknya, tidak ada korban jiwa.

Kalau sampai terjadi sesuatu, dia pasti akan menyalahkan dirinya sendiri.

“Uaaah?...” rintih sang pengendara sambil meringis kesakitan.

Ia adalah Rangga—dan meski tubuhnya basah kuyup, ia masih hidup.

“Syukurlah... aku masih hidup,” gumam Rangga pelan sambil merangkak naik ke tepian, menarik rerumputan liar untuk membantunya naik.

Meski celana, baju, dan bahkan ponselnya basah, setidaknya dia selamat dari maut.

Dia mulai melangkah menuju motornya yang ringsek menabrak pohon.

“Yang penting aku bisa menghindari mobil hitam tadi… meski harus nyemplung sungai begini,” lirihnya sambil sedikit meringis menahan nyeri di pinggang.

Ketika sampai di tempat motor itu tergeletak, dia langsung tertegun. Motor C70 kesayangannya benar-benar rusak parah.

“Tidak… motorku?! Kenapa separah ini?!” serunya, nyaris tak percaya dengan kerusakan parah yang ia saksikan.

Tatapannya hancur. Ia tahu, memperbaiki motor itu butuh biaya besar. Biaya yang jelas-jelas dia tidak punya.

Dia mulai menyalahkan dirinya sendiri. Semua karena kecerobohannya mengebut di jalan raya.

Padahal, motor itu satu-satunya alat transportasinya. Jika rusak, ia tak bisa pergi bekerja. Bahkan bisa kehilangan pekerjaannya sebagai kuli bangunan.

“Kalau sampai lusa aku nggak bisa kerja, Pak Mandor pasti marah... bisa-bisa aku dipecat,” batinnya pilu.

Rangga tahu, pekerjaannya memang berat dan sering diremehkan orang.

Tapi baginya, pekerjaan itu sangat berarti. Itu satu-satunya cara untuk bertahan hidup.

“Tapi sekarang… semuanya hancur…” desahnya.

Suara lembut kembali terdengar dari belakangnya, memecah kesedihannya.

“Kau baik-baik saja?” tanya sang wanita dengan nada khawatir.

Rangga tersentak dan langsung menoleh.

Sosok wanita muda berdiri di sana, mengenakan gaun putih yang tampak seperti gaun pengantin.

Kecantikannya membuat Rangga terdiam sejenak.

Namun seiring kesadarannya kembali, pikirannya mulai melayang ke arah yang aneh.

Wanita cantik, berdiri sendirian, di bawah pohon beringin, saat malam hari?

(Siapa dia? Kenapa ada di sini? Jangan-jangan… hantu?) batinnya dengan panik.

Tubuh Rangga langsung tegang. Ketakutan mulai merayapi hatinya.

“Kun… Kunti?!” sahutnya kaget, langkahnya sedikit mundur.

Dia mulai panik. Dalam hatinya, ia berpikir telah mengganggu "rumah" dari makhluk gaib yang mendiami pohon beringin itu.

(Tidak salah lagi, dia pasti Mbak Kunti… dia marah karena aku menabrak pohonnya…) gumamnya dalam hati dengan wajah pucat.

Kakinya bergetar. Ia ingin segera kabur, takut dijadikan rekan hantu selamanya.

Apalagi, mungkin dia sebenarnya sudah mati dan arwahnya tidak sadar telah meninggalkan tubuh…

“Kau bilang aku apa barusan?” tanya wanita itu dengan nada tajam, keningnya mengernyit.

Rangga menelan ludah. "M-mbak Kunti, maafkan aku... aku nggak sengaja menabrak rumahmu. Aku janji nggak bakal ulangi lagi…” sahutnya tergagap.

Wanita itu makin kesal. “Kau pikir aku ini hantu?” sentaknya, jelas tersinggung.

Rangga kaget mendengar nada bicara wanita itu. Perlahan, ia menunduk dan memeriksa—apakah wanita itu… memiliki kaki?

"Jadi bukan hantu...?" ucapnya ragu, menatap ke bawah dan melihat dua pasang sepatu hak tinggi hitam yang dikenakan wanita cantik itu.

Sepatunya menapak jelas di atas tanah, seolah menegaskan bahwa dirinya nyata, bukan hantu seperti yang sempat dibayangkannya.

"Haha... sepertinya aku cuma salah paham," ujarnya, mencoba tertawa kecil untuk meredakan kegelisahannya sendiri.

Ia kembali menatap wanita itu. Tak bisa dimungkiri, kecantikannya begitu memikat.

Namun yang lebih membuat Rangga penasaran, siapa sebenarnya wanita ini, dan mengapa dia ada di sini, malam-malam begini?

Seiring waktu, Rangga mulai menunjukkan reaksi khas pria normal yang kesulitan menahan pesona seorang wanita memesona.

Namun kesadarannya akan realita cepat membungkam perasaannya. Ia miskin, hidup sederhana, dan wanita ini jelas bukan orang biasa. Perbedaan mereka bak langit dan bumi.

Lebih dari itu, ada satu fakta pahit: sejak lama Rangga mengalami impotensi.

Sebuah kondisi yang menghancurkan hubungan masa lalunya.

Mantan pacarnya tak sanggup menerima, dan akhirnya memilih pria lain. Luka itu masih membekas.

"Kadang dunia ini memang kejam," batinnya getir. "Bahkan hewan saja bisa kawin dengan mudah, kenapa aku tidak?"

Wanita cantik itu mendengus pelan, jelas tidak puas dengan sikap Rangga barusan. Namun ia cepat mengendalikan diri.

Dia tidak marah. Ia hanya ingin memastikan kondisi pria itu sebelum melangkah lebih jauh.

"Kalau kamu baik-baik saja, syukurlah. Tapi tidak dengan motormu. Sepertinya perlu perbaikan serius, dan biayanya tidak murah," ujar wanita itu datar namun penuh kepastian.

Wanita itu bernama Miranda. Dari nada bicaranya, dia tampak paham betul soal banyak hal.

Bahkan hanya sekali melihat, ia bisa menilai kerusakan pada motor Rangga—sesuatu yang tak biasa dimiliki oleh kebanyakan wanita.

Rangga terbelalak. Penilaian Miranda sangat tepat. Ia bahkan belum sempat memeriksa motornya sendiri, tapi wanita ini sudah lebih dulu tahu masalahnya.

"Kau benar, Nona. Sepertinya memang butuh biaya besar. Tapi jangan khawatir, aku tidak akan meminta kompensasi apa pun darimu. Ini semua salahku," jawab Rangga sambil mengangguk hormat.

Dia sadar dirinya yang ngebut karena emosi setelah putus cinta. Tabrakan tadi murni kesalahannya. Ia tidak ingin menyalahkan atau memanfaatkan Miranda sedikit pun.

"Kau benar-benar tak mau kompensasi?" tanya Miranda, jelas terkejut.

Bagi Miranda, tawaran kompensasi bukan masalah. Ia siap bertanggung jawab meski bukan sepenuhnya kesalahannya. Tapi jawaban Rangga jauh di luar dugaan.

Ia yakin pria ini tidak punya banyak uang. Motor itu mungkin satu-satunya milik berharganya. Namun Rangga tetap menolak, dan itu membuat Miranda mulai menaruh rasa hormat.

"Aku yang salah, Nona. Aku yang ngebut. Tak seharusnya aku memanfaatkanmu dalam situasi ini," lanjut Rangga dengan nada tegas namun sopan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dokter Terhebat   Bab 045

    Entah mengapa Miranda mengingat sosok Rangga yang belum lama ini di temuinya dan telah menjadikan pria dengan latar belakang sederhana itu sebagai pacar palsunya. Alasan Miranda mempercayai Rangga karena menilainya sebagai orang baik dan tidak akan mengecewakannya. Selain itu penampilan Rangga yang cukup tampan juga menjadi pilihan yang harus di pertimbangkan untuk bisa menjadi pacar palsunya. “Untuk saat ini tidak ada pertemuan yang harus dihadiri dengan membawa pasangan. Sepertinya aku tidak harus meminta bantuan Mas Rangga untuk hari ini.” Mungkin sangat aneh karena Miranda membelikan motor restorasi dan juga sejumlah uang pada Rangga. Bahkan menggratiskan biaya rumah sakit untuk ibunya Rangga yang dalam kondisi koma. Namun semua itu Miranda lakukan sebagai kompensasi karena menyebabkan motor Rangga kecelakaan dan bukan hal besar bagi Miranda yang kaya raya. Tetapi Miranda masih belum memastikan apakah Erik Penadol sudah menyerah atau tidak, sehingga masih membutuhkan bantuan

  • Dokter Terhebat   Bab 044

    Melihat pintu kamar mandi terbuka dengan sendirinya seharusnya hanya Risma yang membukanya dari luar. Rangga sendiri baru menempati tempat tersebut dan tidak banyak tahu. Karena itu dia baru sadar jika pintu kamar mandinya tidak bisa di tutup dari dalam. “Risma apa yang kau lakukan?---” Tepat setelah pintu kamar mandi terbuka sepenuhnya Rangga akhirnya melihat tubuh telanjang Risma dan bukannya membuat anunya menurun, namun justru semakin besar lebih dari sebelumnya. Rangga ingin menggali tanah untuk bersembunyi jika bisa. Tetapi kesalahan ada pada Risma dan sepertinya ada yang salah dengan polah pikirnya saat ini. “Risma, apa yang kau lakukan dan mengapa kau tidak berbusana?” Risma terlihat malu-malu dan berkata, “Mas Rangga, kau berbohong tentang kondisimu yang impoten. Sekarang anumu berdiri karena melihat tubuhku, mengapa kau tidak meminta bantuanku. Kau tidak harus melakukan onani dan gunakan saja tubuhku.” Rangga kesulitan untuk menolak saat Risma sudah memberikan ijin p

  • Dokter Terhebat   Bab 043

    “Risma mengapa kau tidak tidur lebih awal. Ini sudah malam dan aku juga akan tidur setelah ini!...” Rangga harus menghapus pikiran kotor di benak kepalanya dan menjadi lebih tenang dari sebelumnya. Tapi dengan Risma yang bersikap manja padanya semakin membuat Rangga tidak tahan lagi. Dia bahkan semakin sulit menahan anunya yang membengkak dan jika tetap di lanjutkan, tentunya akan merusak resleting celananya. “Saat aku menunggu Mas Rangga sebelumnya, Risma sudah tidur bahkan sampai malam. Jadi akan sulit untuk tidur lebih awal, selain itu ada apa dengan posisi duduk Mas Rangga.” Risma mencuri pandang pada Rangga yang berusaha menutupi sesuatu di bagian bawah perutnya. Kemudian rasa ingin tahu membuat Risma menundukkan kepalanya dan melihat celana Rangga yang saat ini membengkak. Di tambah ekspresi wajah Rangga begitu kesakitan dan membuat Risma ingin membantunya. “Mas Rangga kau terlihat kesakitan di sana, apakah kau ingin aku memijatnya?” (Memijat matamu?!...) Rangga hanya m

  • Dokter Terhebat   Bab 042

    Rangga yang melihat pemandangan tersebut kesulitan mengedipkan kedua matanya dan seolah takut kehilangan pemandangan yang ada di depannya. (Sial, Risma telanjang dan mengapa kami tidur di ranjang yang sama?) Rangga ingin menyentuh kembali gunung kembar milik Risma dan ingin kembali merasakan kelembutan dari tubuh seorang wanita. Tapi Rangga segera mengabaikan pikirannya tersebut dan menggali melalui ingatannya. Kemudian Rangga mengingat apa yang terjadi kemarin malam. (Sial, aku tidak mungkin melakukannya dengan Risma. Semua ini pasti mimpi dan bukankah aku memiliki kondisi impoten? Jadi bagaimana bisa aku bisa mengambil kesuciannya.) Rangga berusaha menenangkan hatinya dan berniat menutupi tubuh Risma dengan selimut di dekatnya. Akan tetapi wajah Rangga segera membeku saat menemukan sepre di dekatnya berwarna merah dan seharusnya menjadi noda darah keperawanan. Kemudian semuanya semakin jelas saat Rangga melihat ke arah paha putih salju milik Risma yang mengalir bercak darah da

  • Dokter Terhebat   Bab 041

    Dia menatap ke arah jasad Pak Agus yang duduk kaku di kursi pengemudi, darah masih menetes dari mulutnya. Napasnya tersengal. Pandangannya beralih pada sosok pria yang dulu ia kenal—dan sekarang berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih menakutkan. “Mas Rangga… aku bisa menjelaskan… semuanya tidak seperti yang kau kira…” Lastri memaksakan senyuman penuh harap di antara air mata. Ia mencoba bicara seolah sedang menyelamatkan masa depan hidupnya, meski wajahnya penuh riasan yang mulai luntur. “Aku... aku dipaksa! Mas… Pak Agus mengancamku! Aku tidak punya pilihan. Aku bahkan... bahkan menyerahkan segalanya padanya karena dia mengancam akan menghancurkan hidupku! Tapi hatiku tetap untukmu, Mas… Aku masih mencintaimu…” Ia menggenggam dadanya sendiri, berpura-pura menahan luka emosional. Air mata palsu mengalir di pipinya, basah seperti hujan manipulasi. “Mas Rangga… aku tahu kau mungkin kecewa, tapi aku tidak pernah benar-benar mengkhianatimu. Aku hanya ingin kau bahagia… meski dengan c

  • Dokter Terhebat   Bab 040

    “Benar. Mereka gagal membunuhku... dan aku sudah membunuh mereka semua,” jawab Rangga tenang. “Sialan! Aku ditipu! Uangku hilang sia-sia!” Pak Agus murka. Ia merasa dikhianati. Dalam pikirannya, Rangga pasti bersekongkol dengan Jalok untuk menipunya. Tak terpikir olehnya bahwa Rangga bisa selamat dan membalas dendam. Sementara Lastri masih menatap penuh ketakutan. “Mas... Kau masih hidup...” Nada suaranya pelan, campuran rasa takut dan penyesalan. Entah kenapa, meski luka dan takut, ada bagian kecil di hatinya yang... merindukan Rangga. Rangga menatapnya dalam. “Benar. Aku masih hidup. Dan sekarang aku di sini… untuk mengakhiri semua ini.” "Jalok! Keluar kau!" Suara Pak Agus menggema di tengah sunyi, penuh amarah dan luka. "Aku tahu kau bersembunyi di sekitar sini! Dasar pengecut! Kau hampir membuatku mati karena mendukung bocah sialan ini!" Pak Agus berdiri goyah namun penuh murka. Dalam benaknya, pengkhianatan Jalok sangat jelas: bersekongkol dengan Rangga hingga menyebabk

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status