Seperti biasa, Jack pergi ke tempat kerjanya dengan mengendarai sepedah. Dia memasuki kompleks Roodenburg Highway dengan dada penuh.
‘Ini pagi pertamaku sebagai pewaris.’ Jack tertawa sendiri. ‘Siapa mengira kompleks bisnis elite ini ternyata milikku. Aku hampir mati karena senang!’
Dalam lamunan yang membahagiakan itu, tiba-tiba suara klakson memekak di telinga. Jack yang terkejut sampai berjingkat dan nyaris kehilangan keseimbangan.
Gelak tawa keras terdengar dari arah belakang. Jack menoleh demi melihat siapa yang begitu arogan sehingga membunyikan klakson saat jalan masih cukup lebar untuk dilalui.
Jack menggertakkan gigi melihat tiga pemuda menaiki mobil sport BMW Seri 3 warna abu-abu. Itu adalah pacar baru Shopie, David, bersama teman-temannya. Ketiganya turun dengan congkaknya, mendekat pada Jack.
Sementara itu, Jack masih diam, hanya menatap David tanpa berkedip. Masih hangat dalam benaknya bagaimana tadi malam dirinya dipermalukan, dihina, dihajar, dan diusir dari pesta pertunangannya sendiri.
“Apa kau sedang berolahraga pagi dengan sepedah rongsokmu?” Teman David mulai mengejek.
“Gary, apa kau tidak melihat pakaiannya? Itu seragam King Pizza, bukan baju olahraga. Jadi jelas, dia akan pergi untuk melaksanakan pekerjaannya yang mulia, mengantarkan pizza.” David menimpali diikuti tawa mengejek dari teman-temannya.
“Saat kita mau ke sport center untuk melatih otot, dia malah sibuk memikirkan pesanan. Itu sebabnya dia sangat lemah. Langsung tumbang hanya dengan beberapa pukulan ringan saja.”
“Jangan mengingatkannya dengan malam kelam itu Ryan. Nanti kau akan membuat dia menangis.”
Jack sama sekali tidak bernafsu untuk berdebat dengan mereka. Dia menatap ke depan dan mulai mengayuh sepedanya kembali tanpa memberikan satu patah kata pun.
Tentu saja David dan teman-temannya tidak rela Jack pergi begitu saja. Mereka lantas kembali ke mobil untuk menyusul Jack. Dengan cepat David mengendarai mobilnya. Dia menyalip dan mencegat sepedah Jack.
Jack masih berusaha menghindar karena malas berhadapan dengan orang-orang menyebalkan itu. Namun, David dan teman-temannya segera turun. Mereka merentangkan kedua tangan untuk menghadang Jack yang mau lewat.
Dengan kesal Jack turun dari sepedahnya. “Apa yang kalian inginkan?” Kalimat pertama Jack terdengar dingin dan mengintimidasi.
“Wow, apa si pengantar pizza ini sedang marah?”
“Dia membuatku takut David!”
“Aku sangat sibuk. Jika kalian tidak memiliki pekerjaan di akhir pekan, datanglah ke kedai untuk membantu membuat adonan pizza. Kalian akan mendapat upah untuk itu.”
“Kurang ajar!” Gary maju untuk memberikan sebuah pukulan pada Jack yang berani mengejek mereka. Namun, David segera menahannya.
“Tenang Gary. Pecundang ini sudah kita hajar semalam. Luka di pelipisnya bahkan belum kering.”
“Minggir.” Wajah Jack sangat dingin.
“Sabar, kawan. Kamu bahkan belum mendengar betapa bergairah malamku bersama Shopie tadi malam. Ya ampun, mantanmu itu sangat seksi. Di atas ranjang dia sangat-” David menghentikan ucapannya melihat Jack memejamkan mata dengan rahang mengeras.
“Ada apa Jack? Apa kamu tidak suka mendengar cerita panas?”
“Itu bukan urusanku. Sekarang minggirlah. Aku harus bekerja.”
“Jangan bilang kamu belum pernah bercinta dengan Shopie? Oh, pantas saja, ada bercak darah yang tertinggal. Ternyata Shopie masih-”
“MINGGIR!” Jack berteriak memotong cerita David. Biar bagaimanapun, Shopie pernah menjadi pujaan hatinya. Mendengar lelaki lain menceritakan malam bergairah bersama Shopie membuat hatinya seperti dihujam ratusan belati.
“Bagaimana jika kami tidak mau minggir?”
“Maka aku akan-”
Belum sampai Jack menyelesaikan kalimatnya, Gary menyela, “Akan apa? Menghajar kami? Atau ... berlutut dan mencium kaki kami, memohon agar kami memberi sedikit jalan untuk pecundang sepertimu?”
Jack membuang napas panjang. “Lihatlah, itu Shopie!” Dia menunjuk ke sebuah arah. Tiga pemuda yang menghadangnya menoleh tertipu. Dia mengambil kesempatan dengan meloloskan diri.
“Kurang ajar! Pecundang itu membodohi kita.” Gary menghantamkan tinju ke tangannya sendiri melihat Jack melarikan diri. “Kita harus mengejarnya. Sepedah tua pengantar pizza itu tidak akan bisa menandingi kecepatan mobilmu David.”
David menarik salah satu ujung bibirnya. Dia menepuk pundak Gary saat berkata, “Tenang kawan. Sampai kapan pun, Jack tidak akan bisa membodohi kita. Bagaimana bisa orang bodoh akan membodohi orang lain? Lihatlah bagaimana aku akan membalasnya.”
“Apa kita akan berkunjung ke King Pizza? Kedengarannya menarik. Sudah lama juga kita tidak mencicipi burger di sana. Sedikit kekacauan akan membuat semua menjadi lebih menyenangkan bukan?”
Gary tersenyum licik. Dengan lantang dia menyetujui gagasan busuk dari Ryan. Akan tetapi, hal berbeda ditunjukkan David. Pemuda itu menggeleng, “Bukan kita, tapi Shopie. Pacarku akan memberikan pelajaran berharga untuk mantan pacarnya.”
***
Jack memarkir sepedahnya dengan terburu-buru. Di kepalanya telah terbayang apa saja yang akan dilakukan manajer King Pizza padanya karena datang terlambat.
Benar saja, Jack baru melewati pintu masuk ketika seorang lelaki berteriak padanya.
“Pemalas! Apa yang membuatmu berani melewati pintu saat kamu terlambat idiot?!”
Itu adalah James Bing, atasan Jack yang hanya tersenyum pada orang kaya. Dia akan menyanggupi apa saja asal mendapatkan imbalan yang sepadan. Sebaliknya, jika berhadapan dengan orang menengah ke bawah atau bawahannya, dia sangat mudah marah dan selalu bertindak semena-mena.
James menghampiri Jack. Dia memelototi Jack hingga bola matanya nyaris keluar. “Karena terlambat, kamu harus lembur hari ini tanpa uang makan. Dan, gajimu akan dipotong 10% sebagai gantinya.”
“Tuan James, aku sudah berangkat pagi, tetapi ada berandal yang menghadangku. Jadi-”
“Aku tidak peduli! Semoga besok para berandal mengganggumu lagi hingga bulan depan kau tidak menerima upah dariku!”
“Tuan James, tolong jangan berlebihan. Aku tidak pernah terlambat sebelumnya.”
“Jadi menurutmu aku berlebihan?”
“Tuan James, setidaknya aku datang sebelum kedai buka. Jadi, aku tidak merugikan siapa pun.”
PRANK!
Para karyawan memejamkan mata saat James membanting vas kaca ke lantai. “Bangsat! Aku manajer dan berangkat saat kamu masih mendengkur di atas kasur.”
James mengacungkan telunjuknya ke wajah Jack. “Pecundang sepertimu bahkan tidak pantas berbicara padaku.” Dia mencengkeram baju Jack sebelum menggertakkan gigi. “Keputusanku harus ditaati atau aku akan menendangmu dari tempat ini.” James mendorong Jack dengan kesal.
Merasa belum cukup, James kembali memperingatkan. Dia mengangkat tinju kanannya. “Lihat tangan kekarku! Sekali lagi kau berani membantahku, aku tidak segan untuk mematahkan tulang-tulangmu.”
James menatap para karyawan satu per satu. “Ini berlaku juga untuk kalian. Jangan berpikir untuk membantahku jika tidak ingin dihajar atau dipecat. Aku pastikan kalian masuk rumah sakit sebelum kehilangan pekerjaan. Mengerti?!”
Para karyawan mengangguk ketakutan. “Mengerti, Tuan.” Mereka kembali pada pekerjaan masing-masing.
“Sekarang juga bereskan pecahan vas ini. Semua kekacauan harus sudah selesai sebelum kedai buka. Aku tidak mau serpihan sialan ini mengenai pelanggan.” James pergi meninggalkan intimidasi pada Jack.
Melihat James telah masuk ke ruangannya, Claire lekas datang pada Jack membawa sapu dan pengki kecil. Wanita itu mulai mengoceh dengan suara rendah.
“Dia yang membuat kekacauan, mengapa harus kamu yang membereskan? Apa uang membuat orang kehilangan akal? Aku belum pernah bertemu dengan orang kaya yang waras. Mereka semua memiliki kebiasaan sama, suka membentak dan menghina orang miskin. Aku berdoa agar semua orang kaya jatuh miskin detik ini juga.”
Jack menelan ludah. Baru semalam dia menjadi orang kaya, akan sangat berbahaya jika doa Claire terkabul.
“Kenapa wajahmu seperti itu? Kamu cemas seolah akan kehilangan kekayaan!”
Jack menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Sudahlah. Membicarakan itu hanya akan membuatmu kesal.” Jack memasukkan serpihan kaca yang disapu Claire ke dalam plastik hitam.
“Aku sangat berharap suatu saat memiliki atasan yang baik. Manajer kita sekarang sangat buruk. Dia selalu bertindak seenaknya sendiri. Aku yakin, potongan gaji dari para karyawan yang melakukan kesalahan masuk ke kantongnya sendiri.”
Jack terdiam. Dia ingat King Pizza berdiri di atas kompleks miliknya. Keinginan Claire bukanlah hal yang mustahil.
“Di mana para berandal itu mengganggumu?”
Pertanyaan Claire membuyarkan lamunan Jack. “Sebenarnya itu bukan berandal. Lupakan saja, sebaiknya kita berhenti berbicara sebelum Tuan James memberikan ceramah panjangnya. Aku belum makan dan sudah kenyang oleh omelan.”
Keduanya pun tertawa bersama. Bukan hal aneh bagi orang miskin untuk tidak sarapan. Terkadang waktu sarapan sengaja disiangkan atas nama berhemat. Tampaknya Jack belum bisa lepas dari kebiasaan tersebut meski kini dirinya bisa membeli apa pun yang diinginkan, tanpa terkecuali.
Setelah kekacauan dalam kedai tertangani, King Pizza pun buka tepat waktu. Banyak pelanggan datang untuk sarapan. Selain pizza, tempat itu memang menyediakan beberapa menu lain, seperti aneka roti dan kue, juga ada kopi dan minuman lainnya.
Jack sedang membuat kopi pesanan pelanggan di belakang ketika seseorang memanggilnya dengan sangat keras dari arah depan.
“Jack, di mana kamu?! Dasar bajingan, cepat keluar!”
Jack menelan ludah mendengar suara yang sangat familier di telinganya. ‘Untuk apa dia mencariku?’ batinnya mulai was-was.Claire yang baru memasuki dapur langsung menepuk pundak Jack. “Kenapa tunanganmu memanggilmu seperti itu? Dia terdengar sangat marah. Apa kalian bertengkar?”Jack menggeleng. “A-aku akan menemuinya.” Dia berjalan cepat ke depan. ‘Apa belum cukup memakiku di depan para tamu semalam, hingga masih harus melanjutkan makian di depan para pelanggan.’ Dia berusaha keras meredam amarah.Melihat Sophie berdiri di antara meja pelanggan, ada sesuatu yang terasa nyeri di sudut hatinya. Lalu, bayangan pengkhianatan Sophie terlintas di kepalanya. Namun, Jack berusaha setengah mati untuk tersenyum.“Ada yang bisa-”PLAK!Para pengunjung kedai terbelalak melihat Jack ditampar Sophie . Tanpa terkecuali Claire yang sampai menutup mulutnya dengan kedua tangan. Tidak berhenti sampai di situ, Sophie juga meraih segelas jus dari meja pelanggan untuk disiramkan ke wajah Jack.“Bajingan
Jack telah memasukkan beberapa pizza pesanan pelanggan ke dalam boks besar. Claire datang mendekat saat dia hendak membawa boks ke depan.“Apa Tuan James memotong gajimu lagi? Apa dia memarahimu seperti Shopie? Aku menyesal tidak bisa berbuat apa-apa. Maafkan aku, tapi aku ingin menampar Shopie lebih dari siapa pun.”Jack tersenyum. Dia mendekatkan mulutnya ke telinga Claire. “Kamu harus melakukannya untukku.”“Tentu saja! Syukurlah kalian berpisah. Jika tidak, dia akan menyulitkanmu. Dia tidak akan mau makan pizza setiap hari. Dia juga tidak akan sudi tinggal di kosmu atau duduk di boncengan sepedah tuamu.”“Kamu mengejek atau menghiburku?”“Aku ingin menghiburmu, tapi kamu lebih pantas untuk diejek.”“Dasar! Baiklah, aku harus pergi sekarang sebelum Tuan James keluar dan memakiku lagi.”Jack membawa boks pizza dari dapur ke tempat parkir. Lelaki itu mengaitkan tali boks ke sepedah buluknya. “Siap. Para pelanggan akan tersenyum melihat pesanan mereka datang.” Jack hendak mengambil
Seketika itu pula semua orang mulai bising. Mereka kompak bertanya-tanya siapa sebenarnya lelaki dengan pakaian kotor, tetapi memiliki kartu hitam, dan sekarang bertingkah seolah begitu berkuasa itu. Banyak yang berpikir bahwa Jack adalah konglomerat yang menyamar, tetapi tidak sedikit juga pengunjung yang menganggap Jack sebagai pencuri.Memangnya orang kaya mana yang mau repot-repot menjadi pengantar pizza?“Hei! Jangan kurang ajar!” bentak si satpam sangat keras. Dia berjalan cepat menghampiri Jack. Tanpa basa-basi dia memborgol tangannya. “Jika aku tahu gembel ini ternyata pencuri, sudah sejak tadi aku menghajarmu.” Si satpam telah mengangkat tangannya yang terkepal, bersiap untuk memberi tinju pada Jack.Sebuah napas kabur dari mulut Jack. “Kamu akan menyesal karena melakukan ini padaku.”“Bukan aku, tapi kamu. Berani sekali mengancam Nyonya Nathalie. Sekarang katakan, siapa pemilik kartu hitam itu?! Atau tongkat ini akan memecahkan tempurung kepalamu!”Nathalie yang sempat berge
Seperti mendengar kata harti Nathalie, pemilik toko menjawab, “Apa kamu tahu siapa orang yang kau kira pencuri itu?” Dia membuat Nathalie menggeleng dengan perasaan was-was. “Dia adalah Tuan Muda Roodenburg!”Kali ini Nathalie seperti lupa pada rasa sakit di pipinya. Kedua tangannya berpindah ke depan mulutnya yang menganga. Matanya kini memancarkan ketakutan yang sampai membuat tubuhnya bergetar.Sementara itu, para pengunjung yang tadi sempat menggosipkan Jack, mulai mundur perlahan. Mereka kompak menelan ludah bersama ketakutan yang lebih besar dari kata takut itu sendiri.“Bisa-bisanya kamu menuduh Tuan Muda mencuri? Atas dasar apa kamu berani membuat beliau diborgol seperti itu?!”“Tu-tuan, sa-saya benar-benar tidak tahu. Anda benar, saya memang bodoh, dungu, idiot. Saya pantas dipukul.” Nathalie memukuli kepalanya sendiri.“Benar, itu sangat benar. Oleh sebab itu, detik ini juga kamu dipecat dari toko ini!”“Ta-tapi.” Nathalie tidak melanjutkan ucapannya. Dengan cepat dia mengh
Mobil yang ditumpangi Jack dan Matthew berhasil menyita perhatian para pejalan kaki dan pengendara mobil lainnya di sepanjang SweetRoad City. Meski kompleks perumahan tersebut tergolong elite, desain eksterior mobil Lamborghini jenis Veneno Roadster itu memang sulit diabaikan.Pemandangan tersebut membuat Jack tersenyum konyol. Sepanjang kariernya sebagai pengantar pizza, baru kali ini orang-orang begitu memperhatikan kedatangannya. Biasanya, jangankan dilihat, para penghuni kompleks akan memalingkan wajah darinya. Kalaupun mereka menatapnya, pasti hanya untuk mencaci saja.“Sebelah sana!” Dengan semangat Jack menunjuk sebuah rumah mewah yang menjadi pelanggan pertama penerima pizza darinya.Matthew mengangguk mengerti. Dalam hatinya dia ingin sekali bertanya, sampai kapan sang tuan akan menjalani pekerjaan sebagai pengantar pizza. Namun, tentu saja dia tidak berani mengutarakannya karena merasa tidak berhak untuk itu.Ketika Matthew memarkir mobil di depan rumah yang dimaksud, satu p
Senin malam Jack terlihat berdiri di depan cermin di kosnya. Cermin itu baru dipasang Ross beberapa hari lalu bersamaan dengan furnitur-furnitur lainnya.Jack menggaruk dahinya yang tidak gatal. Berulang kali dia mendengkus kesal.Sebetulnya, pria itu sudah siap berangkat ke Hotel BlueLux untuk pertemuan. Namun, bayangan malam kelam itu tidak bisa pergi dari kepalanya. Terlebih setelah pandangannya bergeser pada jas putih yang digantung Ross di dinding. Sebuah napas kabur juga dari mulutnya.Meski jas itu telah bersih dari bercak darah dan minuman, sama sekali tidak menghapus apa pun dalam benaknya. Jack tersenyum getir. Dia memegang pipi sambil terus menatap bayangannya di cermin. Plak!Dia memejamkan mata mengingat Shopie menamparnya dengan keras di depan para pengunjung King Pizza.“Tidak, kekejian itu tidak akan menimpaku lagi. Semua hanya masa lalu. Bahkan jika nanti aku bertemu Shopie, sama sekali tidak berpengaruh padaku. Dia bukan siapa-siapaku lagi.” Jack menautkan kancing d
Sophie menghentikan langkahnya saat mendapati pria yang sangat familier terlibat keributan di BlueLux. Kedua alisnya bertaut memerhatikan lelaki itu. Dan, ketika satpam hendak menarik pria tersebut, mata Sophie segera membesar.“Jack? Apa yang berandal itu lakukan di sini?”Sophie berjalan cepat menghampiri sang mantan. Dadanya terasa penuh oleh amarah hingga darahnya seperti nyaris mendidih. Dia mengingat bagaimana Jack telah melukai David. ‘Aku sudah memperingatkannya, tetapi dia malah datang untuk membuat masalah!’ Sophie mengepalkan tangannya yang gatal ingin menampar Jack.Ketika dia telah berdiri satu langkah di belakang Jack, tangannya lekas menarik kuat kerah Jack hingga pria itu terhuyung.“Sophie,” desis Jack usai berbalik.PLAK!Tanpa basa-basi Sophie menghadiahi mantannya dengan tamparan keras, lagi!“Berengsek! Kenapa kamu di sini?!” Belum juga pertanyaan itu dijawab, Sophie telah memiliki jawaban sendiri. “Oh, aku tahu, kamu pasti ingin balas dendam ‘kan? Kamu ke mari u
“Dia adalah orang yang kita tunggu sejak tadi.”Mulut semua orang menganga hingga cukup untuk dimasuki sebutir telur angsa. Pikiran mereka kompak menyimpulkan satu hal. Namun, semuanya masih diam menahan diri hingga Matthew benar-benar mengatakannya.“Dan dia jadi terlambat karena Steve Shatner berani menyuruhnya. Apa kamu sudah bosan berbisnis di Roodenburg Highway, TUAN SHATNER?”Jelas tidak, semua pengusaha ingin mendapat kesempatan berbisnis di wilayah itu. Bukan hal mudah bagi Steve untuk bisa bergabung di sana. “Ma-maksud anda, di-dia adalah Tuan Muda Roodenburg?” Steve bertanya untuk meyakinkan dirinya sendiri. Dipandang dari sudut mana pun, rasanya mustahil jika orang yang biasa mengantarkan pesanan pizza di kedainya mendadak jadi penerus keluarga konglomerat.“Ya!”Jawaban lantang Matthew nyaris membuat Steve lemas tak sadarkan diri. Bagaimana mungkin pria yang dia hina-hina adalah orang yang paling ingin dia temui?‘Tamat sudah riwayatku!’Sayang sekali Steve tidak memiliki