Seketika itu pula semua orang mulai bising. Mereka kompak bertanya-tanya siapa sebenarnya lelaki dengan pakaian kotor, tetapi memiliki kartu hitam, dan sekarang bertingkah seolah begitu berkuasa itu. Banyak yang berpikir bahwa Jack adalah konglomerat yang menyamar, tetapi tidak sedikit juga pengunjung yang menganggap Jack sebagai pencuri.
Memangnya orang kaya mana yang mau repot-repot menjadi pengantar pizza?
“Hei! Jangan kurang ajar!” bentak si satpam sangat keras. Dia berjalan cepat menghampiri Jack. Tanpa basa-basi dia memborgol tangannya. “Jika aku tahu gembel ini ternyata pencuri, sudah sejak tadi aku menghajarmu.” Si satpam telah mengangkat tangannya yang terkepal, bersiap untuk memberi tinju pada Jack.
Sebuah napas kabur dari mulut Jack. “Kamu akan menyesal karena melakukan ini padaku.”
“Bukan aku, tapi kamu. Berani sekali mengancam Nyonya Nathalie. Sekarang katakan, siapa pemilik kartu hitam itu?! Atau tongkat ini akan memecahkan tempurung kepalamu!”
Nathalie yang sempat bergetar tangannya karena takut kehilangan pekerjaan, mulai berpikir jika tuduhan satpam-lah yang benar. ‘Bodoh sekali aku sempat mengira dia lelaki dari keluarga berpengaruh!’
Perempuan itu begidik jijik mengingat bagaimana dirinya tadi mencoba menggoda pengantar pizza. Kini, dengan suara tegas dia memerintah, “Lepaskan dia!”
“Ta-tapi Nyonya.” Si satpam jelas berpikir atasannya akan membelanya, sebab notabene apa yang dia lakukan hanya demi membela sang atasan.
“Lepaskan!”
Dengan kesal satpam itu membuka borgol dari tangan Jack. Matanya yang memerah nyaris keluar saat menatap Jack.
“Sekarang, berikan kartu tanda pengenalmu.” Tangan kanan manajer toko menengadah.
Jack tidak mengatakan apa pun. Dia mengeluarkan dompet dari dalam sakunya. Detik itu pula para pengunjung yang sejak tadi menyaksikan keributan mulai berbisik-bisik lagi. Alasannya jelas, dompet milik Jack sangat usang. Jahitannya sudah rusak hingga membuat dompet murahan itu terlihat semakin menyedihkan.
Sungguh, dompet itu sangat tidak sesuai dengan nilai kartu hitam yang begitu berharga!
‘Terbukti sudah. Dompetnya telah memperkuat kebenaran bahwa pria ini memang pencuri,’ batin Nathalie tersenyum miring. ‘Dia akan menyesal sudah menyinggungku.’
Manajer itu pun menerima kartu identitas Jack dengan keyakinan menyundul langit. “Jack Marshall. Nama yang cukup bagus. Setidaknya lebih baik jika dibandingkan dengan dompetmu.” Ejekannya membuat para pengunjung toko terkekeh.
Nathalie memandang ke arah kasir. “Sekarang, periksa kartu hitam itu!”
Kasir yang sejak tadi hanya mematung memegang kartu hitam dari Jack, kini mengangguk mengerti. Dia segera memeriksa kartu tersebut untuk melihat identitas pemilik kartu.
“Bagaimana?” sergap Nathalie ketika si kasir melihatnya.
“Sudah, Nyonya.”
“Bacakan. Semua orang berkerumun hanya untuk mengetahui apakah pria ini pencuri atau tidak. Aku pun penasaran, pencuri macam apa yang bisa membuatku kehilangan pekerjaan.” Dia melirik Jack.
“Pemilik kartu ini bernama.” Si kasir mengambil jeda sekadar untuk menelan ludah selagi semua orang menahan napas. “Namanya, Tuan Jack Roodenburg.”
Para pengunjung yang semula hening, kini refleks terbelalak dengan kompak. Mereka jelas tahu keluarga Roodenburg. Bahkan mendengar nama keluarga itu saja membuat mereka ketakutan.
“Pengantar pizza ini cari mati!”
“Tamat sudah riwayatnya! Hanya idiot yang berani mengusik keluarga Roodenburg.”
“Bahkan para mafia kelas kakap tidak berani mengangkat wajah ketika berhadapan dengan Tuan Roodenburg. Lalu, bisa-bisanya gembel ini mencuri kartu salah satu anggota keluarga mereka!”
Jack tersenyum geli mendengar komentar orang-orang. Siapa sangka, senyumnya itu tertangkap oleh mata Nathalie yang sejak tadi memang terus mengawasinya. Manajer yang merasa tertipu itu amarahnya langsung mencapai titik tertinggi.
“Borgol dia sekarang juga! Aku akan menelepon keluarga Roodenburg untuk melaporkan hal ini.”
Selagi Nathalie bersikap sebagai pahlawan untuk keluarga Roodenburg, Audrey diam-diam mendekat pada Jack untuk berbisik, “Jack, aku percaya kamu bukan pencuri. Apa kamu menemukan kartu itu di jalan?”
Jack tersenyum melihat kekhawatiran di wajah Audrey. “Kamu tenang saja. Semua akan baik-baik saja.”
“Tidak! Ini akhir untukmu. Pemilik toko ini akan datang bersama orang dari keluarga Roodenburg. Berdoalah untuk tetap hidup. Setidaknya, sekadar untuk mencicipi makanan di dalam penjara.” Nathalie menyunggingkan senyum kemenangan. “Awasi dia!”
“Tentu Nyonya. Mataku tidak akan berpaling meski sedetik saja dari gembel ini.” Satpam pun menarik kasar Jack untuk membawanya duduk di dekat pintu utama.
Sementara itu, Nathalie meminta maaf kepada para pengunjung atas segala drama murahan yang terjadi. Tidak hanya itu, dia juga meminta Audrey untuk ikut ke ruangannya. Tentu saja agar dia bisa memaki pelayan itu sepuasnya sebelum dipecat secara tidak hormat.
Akan tetapi, belum sampai Nathalie memasuki ruangannya, rombongan orang berjas memasuki toko usai si satpam membukakannya. Seketika itu pula, para pengunjung yang semula bubar, kembali mematung melihat kelanjutan dari kericuhan tersebut.
“Itu Tuan Matthew Devall!”
Nathalie langsung berbalik mendengar seruan salah satu pengunjung. Wajahnya berseri melihat lelaki tinggi gagah dengan kaca mata bening di wajah tampannya. “Tuan Matthew.”
Matthew Devall adalah orang kepercayaan keluarga Roodenburg. Berbagai bisnis keluarga itu ditangani oleh Matthew setelah orang tua Jack meninggal karena kecelakaan. Oleh sebab itu, semua orang sangat ingin dekat dan berhubungan baik dengan pria tersebut. Bisa dipastikan apa yang disetujui oleh Matthew akan mendapat persetujuan juga dari Tom Roodenburg.
Selain Matthew, tiga orang lainnya yang datang adalah pemilik toko dan dua pria yang merupakan pengawal Jack. Melihat adanya peluang besar untuk mendapat ‘pujian’, Nathalie pun bergegas menyambut para tamu kehormatan.
“Selamat datang Tuan-tuan sekalian. Tuan Matthew.” Dia memberikan senyum khusus pada Matthew.
“Nathalie, di mana Tuan Muda Jack?!” Suara pemilik toko terdengar cemas.
Nathalie tertawa kecil. “Tuan, jangan memanggil pengantar pizza itu dengan sebutan Tuan Muda.” Dengan percaya diri dia menunjuk ke sisi kiri pintu utama. “Itu Tuan, dia di sana. Tuan jangan khawatir kami sudah mengamankannya. Kami juga telah mengambil kartu hitam ini darinya.” Dia mengacungkan kartu hitam itu pada Matthew. “Silakan Tuan Matthew.”
Matthew menggeleng beberapa kali sebelum berbalik untuk datang pada Jack. Tentu saja hal itu membuat Nathalie terkejut. Masih dengan kartu hitam di tangannya, dia memanggil, “Tuan Matthew, ini kartu Tuan Jack Roodenburg. Gembel menjijikkan itu telah mencurinya.”
PLAK!
Rasa panas menjalari pipi Nathalie bersama sakit, malu, dan rasa tidak mengerti. Belum sempat dia melayangkan protes, makian keras harus dia dengar.
“BODOH! Kamu benar-benar bodoh!”
“Tu-tuan, kesalahan apa yang saya lakukan sampai Tuan menampar saya?” Nathalie memegangi pipinya dengan mata berkaca-kaca. Sejauh yang dia ingat, tidak pernah sekalipun pemilik toko memarahinya atau sekadar menegurnya sebab dia memang selalu bekerja dengan sangat baik.
‘Tapi kenapa hari ini, demi gembel itu, bos sampai menamparku?’
Seperti mendengar kata harti Nathalie, pemilik toko menjawab, “Apa kamu tahu siapa orang yang kau kira pencuri itu?” Dia membuat Nathalie menggeleng dengan perasaan was-was. “Dia adalah Tuan Muda Roodenburg!”Kali ini Nathalie seperti lupa pada rasa sakit di pipinya. Kedua tangannya berpindah ke depan mulutnya yang menganga. Matanya kini memancarkan ketakutan yang sampai membuat tubuhnya bergetar.Sementara itu, para pengunjung yang tadi sempat menggosipkan Jack, mulai mundur perlahan. Mereka kompak menelan ludah bersama ketakutan yang lebih besar dari kata takut itu sendiri.“Bisa-bisanya kamu menuduh Tuan Muda mencuri? Atas dasar apa kamu berani membuat beliau diborgol seperti itu?!”“Tu-tuan, sa-saya benar-benar tidak tahu. Anda benar, saya memang bodoh, dungu, idiot. Saya pantas dipukul.” Nathalie memukuli kepalanya sendiri.“Benar, itu sangat benar. Oleh sebab itu, detik ini juga kamu dipecat dari toko ini!”“Ta-tapi.” Nathalie tidak melanjutkan ucapannya. Dengan cepat dia mengh
Mobil yang ditumpangi Jack dan Matthew berhasil menyita perhatian para pejalan kaki dan pengendara mobil lainnya di sepanjang SweetRoad City. Meski kompleks perumahan tersebut tergolong elite, desain eksterior mobil Lamborghini jenis Veneno Roadster itu memang sulit diabaikan.Pemandangan tersebut membuat Jack tersenyum konyol. Sepanjang kariernya sebagai pengantar pizza, baru kali ini orang-orang begitu memperhatikan kedatangannya. Biasanya, jangankan dilihat, para penghuni kompleks akan memalingkan wajah darinya. Kalaupun mereka menatapnya, pasti hanya untuk mencaci saja.“Sebelah sana!” Dengan semangat Jack menunjuk sebuah rumah mewah yang menjadi pelanggan pertama penerima pizza darinya.Matthew mengangguk mengerti. Dalam hatinya dia ingin sekali bertanya, sampai kapan sang tuan akan menjalani pekerjaan sebagai pengantar pizza. Namun, tentu saja dia tidak berani mengutarakannya karena merasa tidak berhak untuk itu.Ketika Matthew memarkir mobil di depan rumah yang dimaksud, satu p
Senin malam Jack terlihat berdiri di depan cermin di kosnya. Cermin itu baru dipasang Ross beberapa hari lalu bersamaan dengan furnitur-furnitur lainnya.Jack menggaruk dahinya yang tidak gatal. Berulang kali dia mendengkus kesal.Sebetulnya, pria itu sudah siap berangkat ke Hotel BlueLux untuk pertemuan. Namun, bayangan malam kelam itu tidak bisa pergi dari kepalanya. Terlebih setelah pandangannya bergeser pada jas putih yang digantung Ross di dinding. Sebuah napas kabur juga dari mulutnya.Meski jas itu telah bersih dari bercak darah dan minuman, sama sekali tidak menghapus apa pun dalam benaknya. Jack tersenyum getir. Dia memegang pipi sambil terus menatap bayangannya di cermin. Plak!Dia memejamkan mata mengingat Shopie menamparnya dengan keras di depan para pengunjung King Pizza.“Tidak, kekejian itu tidak akan menimpaku lagi. Semua hanya masa lalu. Bahkan jika nanti aku bertemu Shopie, sama sekali tidak berpengaruh padaku. Dia bukan siapa-siapaku lagi.” Jack menautkan kancing d
Sophie menghentikan langkahnya saat mendapati pria yang sangat familier terlibat keributan di BlueLux. Kedua alisnya bertaut memerhatikan lelaki itu. Dan, ketika satpam hendak menarik pria tersebut, mata Sophie segera membesar.“Jack? Apa yang berandal itu lakukan di sini?”Sophie berjalan cepat menghampiri sang mantan. Dadanya terasa penuh oleh amarah hingga darahnya seperti nyaris mendidih. Dia mengingat bagaimana Jack telah melukai David. ‘Aku sudah memperingatkannya, tetapi dia malah datang untuk membuat masalah!’ Sophie mengepalkan tangannya yang gatal ingin menampar Jack.Ketika dia telah berdiri satu langkah di belakang Jack, tangannya lekas menarik kuat kerah Jack hingga pria itu terhuyung.“Sophie,” desis Jack usai berbalik.PLAK!Tanpa basa-basi Sophie menghadiahi mantannya dengan tamparan keras, lagi!“Berengsek! Kenapa kamu di sini?!” Belum juga pertanyaan itu dijawab, Sophie telah memiliki jawaban sendiri. “Oh, aku tahu, kamu pasti ingin balas dendam ‘kan? Kamu ke mari u
“Dia adalah orang yang kita tunggu sejak tadi.”Mulut semua orang menganga hingga cukup untuk dimasuki sebutir telur angsa. Pikiran mereka kompak menyimpulkan satu hal. Namun, semuanya masih diam menahan diri hingga Matthew benar-benar mengatakannya.“Dan dia jadi terlambat karena Steve Shatner berani menyuruhnya. Apa kamu sudah bosan berbisnis di Roodenburg Highway, TUAN SHATNER?”Jelas tidak, semua pengusaha ingin mendapat kesempatan berbisnis di wilayah itu. Bukan hal mudah bagi Steve untuk bisa bergabung di sana. “Ma-maksud anda, di-dia adalah Tuan Muda Roodenburg?” Steve bertanya untuk meyakinkan dirinya sendiri. Dipandang dari sudut mana pun, rasanya mustahil jika orang yang biasa mengantarkan pesanan pizza di kedainya mendadak jadi penerus keluarga konglomerat.“Ya!”Jawaban lantang Matthew nyaris membuat Steve lemas tak sadarkan diri. Bagaimana mungkin pria yang dia hina-hina adalah orang yang paling ingin dia temui?‘Tamat sudah riwayatku!’Sayang sekali Steve tidak memiliki
Setelah pertemuannya dengan Jack semalam, Sophie tidak bisa berhenti memikirkannya. Itu jelas bukan karena dia memiliki rasa untuk Jack. Bahkan saat dia masih menjadi kekasih Jack, tidak sedikit pun ada cinta darinya untuk pengantar pizza itu.Ingatan menyebalkan yang tidak bisa pergi dari kepala Sophie tidak lain karena kebencian yang mendarah daging. Karena Jack-lah, dirinya diturunkan dari jabatan manajer hotel. Jika saja tadi malam Jack tidak datang dan mengacau, tentu dia akan mendapat pujian dari Michael atas kelancaran acara pertemuan para pembisnis Roodenburg Highway. Lebih dari itu, dia akan memiliki kesempatan untuk bertemu dengan cucu orang paling kaya di negaranya.‘Dengan kecantikanku, aku pasti bisa memukau Tuan Muda Roodenburg. Tapi berandal itu mengacaukan segalanya! Tidak hanya membuat Tuan Michael menyuruhku pulang, dia membuatku kehilangan kesempatan promosi dan jabatanku!’Sophie mengepalkan tangan di bawah meja sebelum melepaskan sebuah napas panjang. Dia termenun
“Kamu tuli atau bagaimana? Aku mengatakannya dengan keras, bahwa hari ini kamu menjadi pelayan. Jika keberatan, kamu bisa menulis surat pengunduran diri. Tentu aku akan langsung mengabulkannya TANPA pesangon!”James berusaha keras untuk tidak pingsan. Pandangannya nanar. Dia berpikir keras. ‘Tidak mungkin aku berhenti dari King Pizza. Di sini aku mendapat banyak gaji dari pekerjaan yang sama sekali tidak berat. Aku bisa bersantai sepanjang jam kerja, bisa memarahi para karyawan tanpa balas, bisa memberikan hukuman apa pun pada mereka. Aku bisa mendapatkan uang tambahan dengan sangat mudah dengan memotong gaji mereka dari kesalahan yang kubuat-buat.’James menelan ludah dengan susah payah. Napasnya memburu meski sejak tadi dia hanya diam di tempat.“Bagaimana James? Apa kamu akan mematuhi perintahku atau keluar dari sini?”James menoleh ke arah para karyawan. Rahangnya mengeras melihat banyak di antara karyawan itu seperti mengharapkan dia keluar dari King Pizza. ‘Aku tidak akan mele
“A-aku akan mengambil sarung tangan dulu.” Biar bagaimanapun, James tidak rela mengotori tangannya dengan sampah-sampah menjijikkan itu.Jack mencebik. “Apa tubuhmu selemah itu? Ayolah Tuan James, kamu tidak akan sakit hanya karena menyentuh sampah itu langsung. Lagipula, persediaan sarung tangan untuk membersihkan toilet sudah habis dua bulan lalu. Apa kamu lupa, kamu sendiri yang melarang karyawan menggunakan sarung tangan untuk membersihkan toilet. Katamu, sarung tangan hanya boleh dipakai di dapur. Kedai telah menyediakan sabun antisebtik dan tisu untuk membersihkan tangan.”‘Kurang ajar! Pecundang ini benar-benar keparat!’ James hanya bisa mengumpat dalam hati. Dulu dia tidak pernah mengira akan berada di posisi ini. Itu sebabnya di kepalanya hanyalah cara memangkas biaya operasional kedai supaya dana yang telah dianggarkan bisa masuk ke kantongnya sendiri.James merapatkan bibirnya saat mengulurkan tangan untuk memungut sampah dari tong. Dia bahkan menahan napas demi menahan jij