Jack telah memasukkan beberapa pizza pesanan pelanggan ke dalam boks besar. Claire datang mendekat saat dia hendak membawa boks ke depan.
“Apa Tuan James memotong gajimu lagi? Apa dia memarahimu seperti Shopie? Aku menyesal tidak bisa berbuat apa-apa. Maafkan aku, tapi aku ingin menampar Shopie lebih dari siapa pun.”
Jack tersenyum. Dia mendekatkan mulutnya ke telinga Claire. “Kamu harus melakukannya untukku.”
“Tentu saja! Syukurlah kalian berpisah. Jika tidak, dia akan menyulitkanmu. Dia tidak akan mau makan pizza setiap hari. Dia juga tidak akan sudi tinggal di kosmu atau duduk di boncengan sepedah tuamu.”
“Kamu mengejek atau menghiburku?”
“Aku ingin menghiburmu, tapi kamu lebih pantas untuk diejek.”
“Dasar! Baiklah, aku harus pergi sekarang sebelum Tuan James keluar dan memakiku lagi.”
Jack membawa boks pizza dari dapur ke tempat parkir. Lelaki itu mengaitkan tali boks ke sepedah buluknya.
“Siap. Para pelanggan akan tersenyum melihat pesanan mereka datang.”
Jack hendak mengambil jaketnya untuk menutupi seragamnya yang basah dan kotor terkena jus, tetapi tidak ada. Biasanya dia meletakkannya di atas setang sepedah. “Aku pasti lupa membawanya karena terburu-buru. Aku akan membelinya di jalan.”
Jack mengayuh sepedahnya. Beberapa saat kemudian, dia berhenti di depan toko pakaian paling populer di kota Rhineland. Toko dua lantai itu terkenal menyediakan aneka pakaian bermerk dengan harga selangit. Banyak sosialita dan orang dari kalangan atas membeli pakaiannya di sana.
Sebetulnya Jack enggan membeli jaket di toko tersebut. Namun, dia mengingat daftar pesanan pagi ini ada di sekitar perumahan elite SweetRood City. Jadi, meskipun ada toko pakaian lain di Roodenburg Highway, patokan harganya tidak jauh berbeda.
‘Semua barang di kompleks bisnis milikku ini menjadi sangat mahal dari yang dijual di tempat lain,’ batinnya sambil turun dari atas sepedah.
Jack berjalan menuju pintu masuk, akan tetapi seorang satpam menghentikannya.
“Para karyawan tidak diperbolehkan makan saat jam kerja. Kau bisa kembali di jam istirahat.”
“Maaf, tapi aku ke mari tidak untuk mengantar pizza, aku ingin membeli jaket.”
Si satpam tertawa. “Apa kau bercanda? Harga satu jaket di sini bahkan lebih mahal daripada selusin baju yang biasa kau pakai. Jadi, jangan bermimpi untuk bisa membelinya. Aku sudah sangat hafal. Orang-orang miskin datang hanya untuk melihat-lihat dan tidak bermaksud untuk membeli. Ya karena mereka memang tidak memiliki uang. Sekarang pergilah sebelum aku bertindak kasar.” Satpam itu mendorong pundak Jack agar menepi.
Detik itu juga ada seorang pelayan keluar dari dalam toko. Dengan nada tinggi dia bertanya, “Ada apa ini?” Rupanya sejak tadi dia telah memperhatikan si satpam yang bersikap buruk pada Jack.
“Pengantar pizza ini memaksa untuk masuk. Katanya dia mau membeli jaket. Tapi lihat dirinya. Konyol sekali.”
“Apanya yang konyol? Ini toko pakaian dan dia datang untuk membeli jaket. Konyol adalah jika dia datang untuk membeli pizza. Jack, ayo masuk. Satpam ini kadang-kadang memang ....” Pelayan itu menggariskan telunjuknya di kening.
Tanpa menghiraukan hidung satpam yang kembang-kempis karena dongkol, si pelayan langsung menarik Jack untuk masuk. Dia menghibur Jack dengan cerita lucu tentang si satpam.
“Sekali lagi aku minta maaf atas perlakuan tidak menyenangkan tadi. Aku harap kamu tidak akan memblokir semua karyawan di toko ini saat kami ingin memakan sepotong pizza di King Pizza.”
Jack mengangguk. “Hanya karenamu, aku akan mempertimbangkannya.” Dia membuat pelayan itu tertawa. “Setidaknya kamu harus membantuku mendapatkan jaket yang pas. Kamu tahu, di sakuku ada banyak daftar pelanggan yang akan mengomel jika aku terlambat mengantar pizza.”
“Baiklah, sebelah sini bos.”
Wanita bermata biru itu pun menemani Jack memilih jaket. Dia menunjukkan beberapa jaket terbaik di toko itu tanpa bertanya apakah Jack akan membeli atau tidak. Tak lama berselang, Jack pun menetapkan sebuah pilihan pada jaket abu-abu dengan penutup kepala berwarna senada.
“Itu pilihan yang bagus.”
“Audrey, bisakah kamu memilih sebuah jaket lagi? Tapi, kali ini untuk wanita.”
“Tentu saja! Apa itu untuk pacarmu?”
Jack menggeleng. “Siapa yang mau menjadi pacar pengantar pizza?” Dia tersenyum getir.
Wajah Audrey langsung berubah. Dia teringat cerita di media sosial tentang Jack yang diputuskan pacarnya dengan sangat keji. “Oh, aku minta maaf untuk itu.”
“Ayolah, itu bukan salahmu. Sekarang pilihkan satu jaket wanita.” Dia memandang Audrey. “Ini untuk wanita yang istimewa. Sebentar lagi musim dingin, aku ingin memberikan jaket untuknya agar tetap hangat.”
“Manis sekali. Ayo aku tunjukkan, sebelah sini.”
Keduanya berpindah ke deretan jaket khusus wanita. Ada berbagai model dan warna, tetapi Audrey mendekat pada sebuah jaket rajut sederhana tetapi elegan berwarna kuning. “Ini dia.” Dia menunjuk jaket di sampingnya. “Ini model paling keren. Dijual terbatas. Mungkin hanya ada dua atau tiga potong saja. Dan kebetulan hanya tersisa ini.”
Jack menatap jaket itu. Dia tersenyum tanpa komentar.
“Ini warna yang sempurna di tengah salju yang putih,” imbuh Audrey. Namun, melihat ekspresi Jack yang biasa, Audrey buru-buru berkata, “Tapi, jika kamu tidak suka, masih ada model lain dengan pilihan warna lebih banyak. Kuning memang terlalu mencolok.”
“Tidak, ini sempurna. Aku mau membeli ini.”
“Apa? Membelinya?”
Suara tegas seorang wanita membuat Jack dan Audrey menoleh ke belakang. Ternyata, itu adalah manajer toko. Dia berdiri dengan kedua tangan dilipat di depan. Garis-garis di keningnya semakin mendukung figur tak ramah di wajahnya.
“Audrey, apa kamu sudah gila?”
“Ma-maaf Nyonya?”
“Kenapa kamu membawa masuk gelandangan ini? Dan kamu, uh! Ya ampun!” Dia merebut jaket dari tangan Jack. “Ini jaket terbaik yang digantung di dalam etalase!” Dia langsung memelototi Audrey. “Kamu membuka kunci etalase untuk gembel ini?! Ya Tuhan, aku mau pingsan.” Perempuan itu memegangi kepalanya. “Ambilkan kursi.”
Seorang pelayang langsung mengambilkan kursi untuknya. Dalam keadaan syok, dia masih melanjutkan omelannya.
“Untung saja satpam memberitahuku. Jika tidak, aku tidak bisa membayangkan hal buruk yang akan terjadi. Audrey, dengar, kamu adalah karyawan kesayanganku karena selama ini bekerja dengan sangat ulet dan baik. Semua pelanggan suka dengan pelayananmu. Tapi kali ini, kamu melakukan kesalahan besar dengan membiarkan gembel ini masuk. Kamu tahu Audrey, semua barang di toko ini sangat berkualitas dan mahal, terlebih yang disimpan dalam etalase atau yang dipasangkan pada manekin. Kamu menjatuhkan nilai jaket ini dengan membiarkan gembel ini menyentuhnya.”
Ucapan manajer itu membuat Audrey refleks menutup mulutnya dengan kedua tangan. Dia kemudian menggeser pandangan untuk melihat ekspresi Jack.
Jack masih terlihat tenang. Dia bahkan seperti tidak menghiraukan hinaan si manajer. “Aku akan membeli jaket ini dan itu.”
“APA?!” Si manajer tertawa sambil memegangi perutnya. “Aku tidak tahu jika gembel ini ternyata seorang badut. Lucu sekali!” Wajahnya berubah seketika menjadi sangat dingin. “Tapi ini bukan panggung pertunjukan. Pergilah dari sini sebelum aku meminta satpam untuk menyeretmu keluar.”
Jack mendesis, mengingat Shopie pernah mengatakan kalimat itu juga. Rahangnya seketika mengeras. Tanpa mengatakan apa pun lagi, Jack langsung berbalik dan mengambil jaket kuning yang masih melekat pada manekin.
Tentu saja si manajer langsung berteriak padanya, tetapi Jack mendadak tuli. Tidak hanya itu, dia juga merebut jaket dari tangan si manajer. Dengan tergesa Jack membawa dua jaket itu ke depan.
“Pencuri! Berhenti kau pencuri!” Si manajer berlari mengejar Jack yang berjalan sangat cepat.
Peristiwa itu langsung menarik perhatian semua orang. Para pengunjung mengabaikan pakaian yang diinginkan dan berjalan mendekat pada sumber keributan.
Satpam yang menerima laporan dari salah satu pelayan pun langsung masuk ke dalam toko untuk menguncinya dari dalam. Dia tersenyum licik membayangkan akan menghajar Jack sampai babak belur, lalu menyeretnya ke mobil tahanan karena telah berusaha melakukan tindakan kriminal.
‘Kamu tidak akan bisa kabur dari sini!’
Namun, tanpa diduga, Jack justru berhenti di depan meja kasir. Dia meletakkan dua jaket di tangannya di atas meja. “Hitung semua.”
“Tidak!” Suara teriakan manajer kembali terdengar. Dengan napas memburu dia mencaci Jack lagi. “Dasar orang gila! Silakan menjadi miskin dan bodoh, tapi jangan merepotkanku. Berani sekali kau membuat kegaduhan di tokoku. Lihat apa yang akan kulakukan padamu.” Dia mengeluarkan ponselnya.
BRAK!
Jack memukul meja untuk menghentikan si manajer yang dia duga akan menelepon polisi. Tindakannya itu langsung dihadiahi dengan makian keras dari manajer toko.
“Kurang ajar! Dasar kau-”
Belum sampai wanita itu melanjutkan hinaannya, rahangnya segera jatuh ke lantai melihat Jack menyerahkan kartu hitam pada kasir. ‘Ka-kartu itu .... Bagaimana bisa?’
“Hitung keduanya.” Jack mengulangi perintahnya.
Si kasir mengangguk sopan dan menerima kartu itu dengan tangan gemetar. Sedangkan si manajer langsung mendekat pada Jack untuk membungkuk rendah pada orang ‘rendahan’ itu.
“Tu-tuan, mengapa tidak mengatakan kalau anda memiliki kartu hitam?” Nada bicara dan sikap wanita itu menjadi sangat berbeda. Dia terus menyunggingkan senyum sambil berdoa agar Jack tidak tersinggung pada apa yang tadi dia lakukan.
‘Si-siapa lelaki ini sebenarnya?’
Jack melemparkan tatapan tajam ke wajah manajer toko. Lalu, dia sedikit menurunkan pandangannya.
“Nathalie. Nama yang bagus.”
Manajer toko mendorong helaian rambut di wajahnya ke belakang telinga. Kedua pipinya memerah. “Terima kasih Tuan. Aku tidak menyadarinya sampai anda mengatakannya. Tapi satu hal, isinya jauh lebih bagus.” Tanpa malu dia membusungkan dada sambil mengerlingkan mata.
Jack tersenyum simpul. Dia mengambil ponsel dari saku.
“Halo, sekarang juga aku ingin Nathalie, manajer di toko First Style, diberhentikan dari jabatannya.”
Seketika itu pula semua orang mulai bising. Mereka kompak bertanya-tanya siapa sebenarnya lelaki dengan pakaian kotor, tetapi memiliki kartu hitam, dan sekarang bertingkah seolah begitu berkuasa itu. Banyak yang berpikir bahwa Jack adalah konglomerat yang menyamar, tetapi tidak sedikit juga pengunjung yang menganggap Jack sebagai pencuri.Memangnya orang kaya mana yang mau repot-repot menjadi pengantar pizza?“Hei! Jangan kurang ajar!” bentak si satpam sangat keras. Dia berjalan cepat menghampiri Jack. Tanpa basa-basi dia memborgol tangannya. “Jika aku tahu gembel ini ternyata pencuri, sudah sejak tadi aku menghajarmu.” Si satpam telah mengangkat tangannya yang terkepal, bersiap untuk memberi tinju pada Jack.Sebuah napas kabur dari mulut Jack. “Kamu akan menyesal karena melakukan ini padaku.”“Bukan aku, tapi kamu. Berani sekali mengancam Nyonya Nathalie. Sekarang katakan, siapa pemilik kartu hitam itu?! Atau tongkat ini akan memecahkan tempurung kepalamu!”Nathalie yang sempat berge
Seperti mendengar kata harti Nathalie, pemilik toko menjawab, “Apa kamu tahu siapa orang yang kau kira pencuri itu?” Dia membuat Nathalie menggeleng dengan perasaan was-was. “Dia adalah Tuan Muda Roodenburg!”Kali ini Nathalie seperti lupa pada rasa sakit di pipinya. Kedua tangannya berpindah ke depan mulutnya yang menganga. Matanya kini memancarkan ketakutan yang sampai membuat tubuhnya bergetar.Sementara itu, para pengunjung yang tadi sempat menggosipkan Jack, mulai mundur perlahan. Mereka kompak menelan ludah bersama ketakutan yang lebih besar dari kata takut itu sendiri.“Bisa-bisanya kamu menuduh Tuan Muda mencuri? Atas dasar apa kamu berani membuat beliau diborgol seperti itu?!”“Tu-tuan, sa-saya benar-benar tidak tahu. Anda benar, saya memang bodoh, dungu, idiot. Saya pantas dipukul.” Nathalie memukuli kepalanya sendiri.“Benar, itu sangat benar. Oleh sebab itu, detik ini juga kamu dipecat dari toko ini!”“Ta-tapi.” Nathalie tidak melanjutkan ucapannya. Dengan cepat dia mengh
Mobil yang ditumpangi Jack dan Matthew berhasil menyita perhatian para pejalan kaki dan pengendara mobil lainnya di sepanjang SweetRoad City. Meski kompleks perumahan tersebut tergolong elite, desain eksterior mobil Lamborghini jenis Veneno Roadster itu memang sulit diabaikan.Pemandangan tersebut membuat Jack tersenyum konyol. Sepanjang kariernya sebagai pengantar pizza, baru kali ini orang-orang begitu memperhatikan kedatangannya. Biasanya, jangankan dilihat, para penghuni kompleks akan memalingkan wajah darinya. Kalaupun mereka menatapnya, pasti hanya untuk mencaci saja.“Sebelah sana!” Dengan semangat Jack menunjuk sebuah rumah mewah yang menjadi pelanggan pertama penerima pizza darinya.Matthew mengangguk mengerti. Dalam hatinya dia ingin sekali bertanya, sampai kapan sang tuan akan menjalani pekerjaan sebagai pengantar pizza. Namun, tentu saja dia tidak berani mengutarakannya karena merasa tidak berhak untuk itu.Ketika Matthew memarkir mobil di depan rumah yang dimaksud, satu p
Senin malam Jack terlihat berdiri di depan cermin di kosnya. Cermin itu baru dipasang Ross beberapa hari lalu bersamaan dengan furnitur-furnitur lainnya.Jack menggaruk dahinya yang tidak gatal. Berulang kali dia mendengkus kesal.Sebetulnya, pria itu sudah siap berangkat ke Hotel BlueLux untuk pertemuan. Namun, bayangan malam kelam itu tidak bisa pergi dari kepalanya. Terlebih setelah pandangannya bergeser pada jas putih yang digantung Ross di dinding. Sebuah napas kabur juga dari mulutnya.Meski jas itu telah bersih dari bercak darah dan minuman, sama sekali tidak menghapus apa pun dalam benaknya. Jack tersenyum getir. Dia memegang pipi sambil terus menatap bayangannya di cermin. Plak!Dia memejamkan mata mengingat Shopie menamparnya dengan keras di depan para pengunjung King Pizza.“Tidak, kekejian itu tidak akan menimpaku lagi. Semua hanya masa lalu. Bahkan jika nanti aku bertemu Shopie, sama sekali tidak berpengaruh padaku. Dia bukan siapa-siapaku lagi.” Jack menautkan kancing d
Sophie menghentikan langkahnya saat mendapati pria yang sangat familier terlibat keributan di BlueLux. Kedua alisnya bertaut memerhatikan lelaki itu. Dan, ketika satpam hendak menarik pria tersebut, mata Sophie segera membesar.“Jack? Apa yang berandal itu lakukan di sini?”Sophie berjalan cepat menghampiri sang mantan. Dadanya terasa penuh oleh amarah hingga darahnya seperti nyaris mendidih. Dia mengingat bagaimana Jack telah melukai David. ‘Aku sudah memperingatkannya, tetapi dia malah datang untuk membuat masalah!’ Sophie mengepalkan tangannya yang gatal ingin menampar Jack.Ketika dia telah berdiri satu langkah di belakang Jack, tangannya lekas menarik kuat kerah Jack hingga pria itu terhuyung.“Sophie,” desis Jack usai berbalik.PLAK!Tanpa basa-basi Sophie menghadiahi mantannya dengan tamparan keras, lagi!“Berengsek! Kenapa kamu di sini?!” Belum juga pertanyaan itu dijawab, Sophie telah memiliki jawaban sendiri. “Oh, aku tahu, kamu pasti ingin balas dendam ‘kan? Kamu ke mari u
“Dia adalah orang yang kita tunggu sejak tadi.”Mulut semua orang menganga hingga cukup untuk dimasuki sebutir telur angsa. Pikiran mereka kompak menyimpulkan satu hal. Namun, semuanya masih diam menahan diri hingga Matthew benar-benar mengatakannya.“Dan dia jadi terlambat karena Steve Shatner berani menyuruhnya. Apa kamu sudah bosan berbisnis di Roodenburg Highway, TUAN SHATNER?”Jelas tidak, semua pengusaha ingin mendapat kesempatan berbisnis di wilayah itu. Bukan hal mudah bagi Steve untuk bisa bergabung di sana. “Ma-maksud anda, di-dia adalah Tuan Muda Roodenburg?” Steve bertanya untuk meyakinkan dirinya sendiri. Dipandang dari sudut mana pun, rasanya mustahil jika orang yang biasa mengantarkan pesanan pizza di kedainya mendadak jadi penerus keluarga konglomerat.“Ya!”Jawaban lantang Matthew nyaris membuat Steve lemas tak sadarkan diri. Bagaimana mungkin pria yang dia hina-hina adalah orang yang paling ingin dia temui?‘Tamat sudah riwayatku!’Sayang sekali Steve tidak memiliki
Setelah pertemuannya dengan Jack semalam, Sophie tidak bisa berhenti memikirkannya. Itu jelas bukan karena dia memiliki rasa untuk Jack. Bahkan saat dia masih menjadi kekasih Jack, tidak sedikit pun ada cinta darinya untuk pengantar pizza itu.Ingatan menyebalkan yang tidak bisa pergi dari kepala Sophie tidak lain karena kebencian yang mendarah daging. Karena Jack-lah, dirinya diturunkan dari jabatan manajer hotel. Jika saja tadi malam Jack tidak datang dan mengacau, tentu dia akan mendapat pujian dari Michael atas kelancaran acara pertemuan para pembisnis Roodenburg Highway. Lebih dari itu, dia akan memiliki kesempatan untuk bertemu dengan cucu orang paling kaya di negaranya.‘Dengan kecantikanku, aku pasti bisa memukau Tuan Muda Roodenburg. Tapi berandal itu mengacaukan segalanya! Tidak hanya membuat Tuan Michael menyuruhku pulang, dia membuatku kehilangan kesempatan promosi dan jabatanku!’Sophie mengepalkan tangan di bawah meja sebelum melepaskan sebuah napas panjang. Dia termenun
“Kamu tuli atau bagaimana? Aku mengatakannya dengan keras, bahwa hari ini kamu menjadi pelayan. Jika keberatan, kamu bisa menulis surat pengunduran diri. Tentu aku akan langsung mengabulkannya TANPA pesangon!”James berusaha keras untuk tidak pingsan. Pandangannya nanar. Dia berpikir keras. ‘Tidak mungkin aku berhenti dari King Pizza. Di sini aku mendapat banyak gaji dari pekerjaan yang sama sekali tidak berat. Aku bisa bersantai sepanjang jam kerja, bisa memarahi para karyawan tanpa balas, bisa memberikan hukuman apa pun pada mereka. Aku bisa mendapatkan uang tambahan dengan sangat mudah dengan memotong gaji mereka dari kesalahan yang kubuat-buat.’James menelan ludah dengan susah payah. Napasnya memburu meski sejak tadi dia hanya diam di tempat.“Bagaimana James? Apa kamu akan mematuhi perintahku atau keluar dari sini?”James menoleh ke arah para karyawan. Rahangnya mengeras melihat banyak di antara karyawan itu seperti mengharapkan dia keluar dari King Pizza. ‘Aku tidak akan mele