Home / Romansa / Dosa Dalam Pelukan Brondong / Aku Bosan, Tapi Ada Kamu

Share

Aku Bosan, Tapi Ada Kamu

last update Last Updated: 2025-06-17 01:48:40

Kamar dipenuhi aroma sabun segar, bercampur dengan uap hangat dari kamar mandi yang baru saja digunakan. Dirga melangkah keluar dengan handuk melingkar di pinggang, rambutnya masih basah dan air menetes dari ujung dagunya. Tubuhnya yang tegap dan terawat memancarkan pesona maskulin yang tak pernah gagal menggetarkan dada Sheana—meski ia tak akan pernah mengakuinya secara terang-terangan.

Sheana menelan ludah pelan. Punggungnya menegang saat Dirga lewat di dekat tempat tidur tanpa mengucap sepatah kata pun. Jarak mereka hanya selemparan bantal, tapi terasa seperti dipisahkan ribuan kilometer.

Sudah berapa lama mereka seperti ini? Dingin, formal, nyaris tanpa sentuhan. Padahal mereka tidur di ranjang yang sama.

Ia teringat perjodohan itu—tiga belas tahun lalu. Ayahnya yang terlilit utang besar pada perusahaan milik keluarga Bimantara akhirnya menyerah. Demi menutup aib dan menyelamatkan bisnis keluarga, Sheana dikorbankan.

“Anggap saja ini investasi jangka panjang,” begitu kata ayahnya.

Saat itu, Sheana masih dua puluh dua. Lulusan baru yang bahkan belum sempat menikmati dunia. Dan Dirga? Tujuh tahun lebih tua, pewaris tunggal dengan reputasi dingin dan tak pernah terlihat dengan perempuan mana pun di depan publik. Pernikahan mereka lebih mirip kesepakatan bisnis dibanding ikatan emosional.

Tapi kenyataan tak pernah sesederhana yang tampak. Meski jarang disentuh, meski nyaris tak pernah dibelai, malam-malam tertentu Dirga tetap menyentuhnya. Diam-diam. Tanpa banyak bicara. Tanpa ciuman, tanpa pelukan setelahnya.

Seperti transaksi yang dipenuhi rasa malu.

Dan malam ini, Sheana ingin lebih dari itu.

Ia menyampirkan rambutnya ke satu sisi, membiarkan lehernya terbuka. Malam terlalu sunyi untuk hanya tidur tanpa suara. Ia membiarkan jari-jari menelusuri garis dada Dirga secara halus saat ia duduk di tepi ranjang.

“Ga...” bisiknya lembut.

Pria itu menoleh, sejenak tatapan mereka bertemu. Dirga tampak ragu. Namun ia tak menolak ketika Sheana bersandar, mendekat, hingga jarak mereka tak lebih dari dua inci.

Hanya perlu satu gerakan kecil untuk mencium.

Satu.

Tapi...

“Maaf, aku capek.” Suaranya datar.

Sheana terdiam. Bibirnya masih setengah terbuka saat Dirga menarik diri dan membalikkan badan, masuk ke bawah selimut dan memejamkan mata.

Tak ada pelukan. Tak ada kehangatan. Hanya penolakan.

Sheana berdiri pelan, menahan napas agar tak terdengar isaknya. Ia tahu ini bukan pertama kalinya. Tapi malam ini, penolakan itu terasa seperti tamparan.

Tanpa berkata apa-apa, ia mengambil bantal dan berjalan keluar kamar.

Dirga tahu. Tapi ia tetap diam.

**

Kamar sebelah gelap, hanya diterangi lampu tidur redup. Sheana melempar bantal ke kasur, lalu duduk sambil menatap ponselnya.

Kesal. Terluka. Dan sedikit... malu.

Lalu jemarinya mulai bergerak sendiri. Ia membuka kolom chat—nama itu ada di urutan atas.

Ellan.

Ia mengetik cepat, tanpa berpikir.

Sheana [ Still up? ]

Balasan datang hanya dalam hitungan detik.

Ellan [ Always. Missing me already? ]

Sheana mendengus.

Sheana [ Jangan GR. I’m just... bored. ]

Ellan [ Jam segini tuh bahaya kalau kamu lagi bosen, Sweetheart. ]

Sheana [ Aku baru aja keluar dari kamar suamiku. Aku berhak dong bosen. ]

Ellan mengirim voice note singkat, suaranya rendah dan menggoda.

“Come out. Gimana kalau aku bantu ilangin rasa bosan itu? I’m not far.”

Sheana menggigit bibirnya. Ia tahu ini gila. Tapi rasa kecewa itu seperti bensin yang disiram ke bara amarahnya.

Sheana [ I don’t even have makeup on. ]

Ellan [ Nggak usah dandan. Datang aja, apa adanya. ]

Sheana [ Gak bisa. I’m in pajamas. ]

Ellan [ Even better. Mau taruhan aku bakal nyampe sana dalam lima belas menit? ]

Dan entah kenapa, tawa kecil keluar dari mulut Sheana.

Dia benar-benar sinting.

Ponselnya berdering. Nama Ellan terpampang di layar.

Ia menjawab, setengah berbaring di ranjang.

“Seriously, Ellan? Tengah malem gini?”

“Seriously, Sheana? You texted me first,” balasnya enteng. “Jam segini, istri orang yang cakep tiba-tiba nge-chat… masa aku bilang ‘nggak boleh’?”

Suara Sheana tercekat, antara ingin tertawa dan ingin marah.

“Kamu enggak pernah serius ya?”

“Cuma sama kamu aku jadi kayak badut. Di luar sana, aku CEO bayangan loh. Punya crown invisible, ingat nggak?”

Sheana menahan tawa. “Aku lagi enggak mood bercanda, Ell.”

“Fine. Tapi aku tahu kamu marah. You sound... invisibly miserable.”

Diam.

Lalu, pelan-pelan, Sheana menjawab, “Aku enggak tahu kenapa aku chatting kamu barusan.”

“Karena kamu kesepian. And I don’t blame you.”

Tiba-tiba, suara Ellan berubah serius.

“Let me see you tonight. Just talk, I promise. No funny stuff.”

“Aku... nggak tahu.”

“Ten minutes, Babe. Aku tunggu di bawah, hoping you show up. Tapi kalau nggak... I’ll leave, heartbroken. Fair enough?”

Sheana memejamkan mata. Perasaan berkecamuk. Tapi tubuhnya tetap bergerak ke arah lemari pakaian.

***

Mobil coupe hitam berhenti di depan trotoar gelap. Lampu depan menyinari siluet seseorang yang berdiri dengan hoodie kebesaran, celana training, dan sandal jepit.

Sheana.

Mesin masih menyala saat Ellan membuka pintu penumpang dari dalam. Ia mencondongkan tubuh, matanya bersinar nakal di bawah sorotan lampu jalan.

“Wow,” gumamnya, menatap dari atas ke bawah. “Aku nggak nyangka bakal jemput cewek yang kayaknya baru lolos dari karantina.”

Sheana melotot. “Kamu ngajak keluar malam-malam, aku pikir ke minimarket.”

“Perfect, soalnya emang itu tujuan pertamaku.” Ellan menyeringai. “Ayo masuk. Cepetan sebelum aku berubah pikiran.”

Tapi Sheana masih belum bergerak. Jelas tampak berpikir.

"Come on, Sweetheart. Nggak dingin kalau duduk di sini bareng aku."

Sheana menghela napas sebelum melangkah masuk. Kaki-kakinya masih ragu, tapi tangannya sudah menutup pintu mobil beraroma peppermint dan cologne mahal.

"Kamu ngelakuin ini sering ya?" tanya Sheana setelah duduk.

Ellan menyeringai, menyalakan lampu kabin sebentar lalu mematikannya lagi. "Jemput istri orang jam dua belas malam, maksudnya?"

Sheana hanya mendengus, menyandarkan tubuh di jok kulit. "Nggak lucu."

"Okay, okay." Ellan menoleh, matanya terang meski malam sudah larut. "Tapi FYI, biasanya klien-ku yang manggil jam segini tuh... bayar extra. Karena hitungannya lembur."

Sheana menoleh cepat. "Lembur?"

"Uh-huh." Ellan mengangguk dramatis. "Jam kerja normal tuh sampe jam sebelas. Setelah itu, tarifnya beda."

Sheana memutar bola mata. "Ya udah. Kamu butuh cash? Aku bawa." Ia membuka dompet, menyelipkan jemari ke slot uang kertas, mencoba menarik selembar ratusan ribu.

Tapi Ellan tertawa keras, mengambil dompetnya dan menutupnya lagi dengan cepat. "Relax. Tonight’s on me. Free service khusus Sheana si Hoodie girl yang misterius."

Sheana menatapnya tajam. "Kamu bener-bener cari masalah."

"Aku bosen hidup tenang."

Hening sejenak. Mesin mobil masih menyala, suara musik jazz lembut mengalun dari speaker. Sheana menatap keluar jendela, sementara Ellan memperhatikan wajahnya dari samping.

"Kamu kelihatan... bukan orang yang biasa begini," ujar Ellan pelan.

"Begini gimana?" Sheana membalas cepat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dosa Dalam Pelukan Brondong    Pesta, Kabur... Just You and Me

    Sheana menarik napas, mencoba tidak gemetar. “Aku pikir kamu tahu, aku cukup pintar untuk nggak ngelakuin sesuatu yang bodoh.” Sunyi. Dirga hanya menatap Sheana tanpa kedip. Seolah mencari kebenaran dari kata-kata istrinya itu. “Dia cuma kenalan, Ga. Aku nggak minta kamu percaya langsung. Tapi kalau kamu masih anggap aku istrimu, minimal hargai keputusan aku untuk jujur sekarang.” Dirga masih diam, lalu makin mendekati Sheana tapi tidak menyentuhnya. Jarak mereka hanya satu napas. Tangannya menyelipkan rambut istrinya ke belakang telinga, seolah penuh kasih. “Aku cuma pengin kamu ingat,” katanya pelan, “bahwa segala sesuatu yang kamu lakukan sekarang... akan selalu punya konsekuensi.” Sheana mengangguk. “Aku tahu.” “Kamu tahu, Na…” bisiknya. “Aku nggak marah.” Sheana menatapnya ragu. “Aku cuma pengen ngerti,” lanjut Dirga, suaranya nyaris seperti pelukan. “Apa kamu lagi nyari sesuatu yang nggak bisa kamu dapet di rumah ini? Atau dari aku?”

  • Dosa Dalam Pelukan Brondong    Antara Pelarian dan Pengkhianatan

    Sheana hampir menjatuhkan ponselnya.Jarinya gemetar saat membaca pesan itu lagi.[ Keluar sama Grace ternyata cuma alibi, ya? ]Matanya menyapu sekitar, seolah paranoia mulai menempel seperti kabut. Lampu strobo, dentuman bass, orang-orang menari tanpa peduli dunia. Tapi Sheana tahu—ada mata yang mengawasinya.“Aku harus pulang,” gumamnya pelan, mencoba bangkit.Ellan menangkap lengannya, lembut tapi cukup kuat untuk menahan.“Sheana.” Suaranya rendah. “Siapa yang kirim pesan itu?”Dia menggeleng. “Nggak penting.”“Tapi bikin kamu pengen kabur di tengah malam yang udah sempurna ini?” Ellan mencondongkan tubuh, suara musik membuat dia harus bicara lebih dekat. “Tell me.”Sheana menarik napas panjang. “Itu... seseorang yang seharusnya nggak tahu aku di sini. But somehow, dia tahu.”“Dirga?”Sheana mengangguk. Ia memaksakan senyum. “Tapi aku udah biasa kayak gini. Aku bisa urus sendiri.”Ellan berdiri, mendekatinya lebih dekat dari seharusnya. “No. You’re not alone. Not tonight.”“Ellan

  • Dosa Dalam Pelukan Brondong    Special Service, Only For You

    Ellan menuruni tangga bersama Sheana dan mengantar wanita itu pulang. Langit malam masih berpendar lampu-lampu kota, tapi di antara mereka berdua, hanya ada keheningan yang bicara paling keras. Mobil berhenti agak jauh dari rumah, tepat di bawah bayang pohon. Jalanan sepi, udara malam sedikit lembap, dan lampu depan rumah Sheana menyala redup, seperti sengaja menunggu. Ellan mematikan mesin, lalu menoleh pelan. Matanya menatap dalam, serius, tapi tetap menyisakan kelembutan yang hanya Sheana yang tahu. “Next time,” katanya, suara serak dan jujur, “aku nggak bakal nunggu kamu chat duluan. Aku yang bakal nyari kamu.” Sheana diam. Pandangannya lurus ke depan, ke arah rumahnya, tapi pikirannya justru tersangkut pada sorot mata Ellan. Detak jantungnya—kencang, dalam, dan sulit diabaikan—menjawab semuanya. Tapi tetap saja, lidahnya kelu. Ellan mendekat sedikit, hanya beberapa senti. “Aku tahu kamu nggak biasa percaya orang. Tapi kamu juga tahu, I’m not just some guy.” Sheana menol

  • Dosa Dalam Pelukan Brondong    Rahasia-Rahasia Kecil

    "Keluar rumah malam-malam. Duduk di mobil orang asing. Chat cowok yang kamu temui di diskotik.""Kamu bukan orang asing. Kamu cowok bayaran."Ellan tertawa. "Ouch. Tapi fair enough."Sheana menggigit bibir, tak berkata-kata."Aku bisa tahu kamu lagi hancur, tapi kamu jago banget nutupinnya," lanjut Ellan, suaranya lebih serius sekarang. "Kamu tuh... the kind of woman yang kalau jatuh, tetap duduk anggun di atas puing-puing."Sheana menoleh pelan. "Itu gombal?""Bukan. Itu observasi."Mereka terdiam lagi. Tapi kali ini bukan karena canggung, melainkan karena masing-masing sedang mendengarkan pikirannya sendiri."Kamu selalu gini ke semua klien kamu?" tanya Sheana akhirnya."Enggak juga. Biasanya aku nggak diajak ngobrol panjang. Mostly cuma diminta temenin dinner, atau pretend jadi boyfriend buat impress teman-temannya. You’d be surprised how lonely rich people are."Sheana mengangguk pelan. "Kamu enggak takut? Ketemu macem-macem orang?""Awal-awal iya. Tapi sekarang? Dunia ini tempat

  • Dosa Dalam Pelukan Brondong    Aku Bosan, Tapi Ada Kamu

    Kamar dipenuhi aroma sabun segar, bercampur dengan uap hangat dari kamar mandi yang baru saja digunakan. Dirga melangkah keluar dengan handuk melingkar di pinggang, rambutnya masih basah dan air menetes dari ujung dagunya. Tubuhnya yang tegap dan terawat memancarkan pesona maskulin yang tak pernah gagal menggetarkan dada Sheana—meski ia tak akan pernah mengakuinya secara terang-terangan.Sheana menelan ludah pelan. Punggungnya menegang saat Dirga lewat di dekat tempat tidur tanpa mengucap sepatah kata pun. Jarak mereka hanya selemparan bantal, tapi terasa seperti dipisahkan ribuan kilometer.Sudah berapa lama mereka seperti ini? Dingin, formal, nyaris tanpa sentuhan. Padahal mereka tidur di ranjang yang sama.Ia teringat perjodohan itu—tiga belas tahun lalu. Ayahnya yang terlilit utang besar pada perusahaan milik keluarga Bimantara akhirnya menyerah. Demi menutup aib dan menyelamatkan bisnis keluarga, Sheana dikorbankan.“Anggap saja ini investasi jangka panjang,” begitu kata ayahnya.

  • Dosa Dalam Pelukan Brondong    Pria Muda Berbahaya

    “Ellan,” panggil Alvino.Ia mengangguk. “Dad.”Matanya sekilas beradu pandang dengan Sheana. Hanya sepersekian detik. Tapi cukup untuk menyampaikan ribuan kalimat yang tak bisa diucapkan di ruangan itu.Sheana seketika menolak irama normal jantungnya.Itu benar-benar Ellan yang ia kenal beberapa malam lalu.Wajah pemuda itu tampak sedikit lelah, tapi masih sama. Matanya menyapu ruangan dengan tenang.Keduanya terdiam. Mata mereka terkunci satu sama lain. Sekilas, napas Sheana tertahan. Ellan pun tampak membeku di tempat, seolah waktu di sekitarnya berhenti berdetak.Dirga menoleh, heran melihat keheningan yang aneh itu.“Kamu kenal?” tanyanya pelan pada Sheana.Sheana cepat-cepat menggeleng. “Nggak. Cuma... kaget aja.”Ellan tersenyum. Bukan senyum gigolo. Tapi senyum anak muda yang baru saja menemukan sesuatu yang tak terduga. Ia melangkah masuk, menyapa ayahnya dengan cepat, lalu—dengan penuh kesadaran—berdiri tepat di depan Sheana.Dirga bangkit, menjabat tangan Ellan. “Akhirnya bi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status