Beranda / Romansa / Dosa Dalam Pelukan Brondong / Rahasia-Rahasia Kecil

Share

Rahasia-Rahasia Kecil

last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-17 01:49:28

"Keluar rumah malam-malam. Duduk di mobil orang asing. Chat cowok yang kamu temui di diskotik."

"Kamu bukan orang asing. Kamu cowok bayaran."

Ellan tertawa. "Ouch. Tapi fair enough."

Sheana menggigit bibir, tak berkata-kata.

"Aku bisa tahu kamu lagi hancur, tapi kamu jago banget nutupinnya," lanjut Ellan, suaranya lebih serius sekarang. "Kamu tuh... the kind of woman yang kalau jatuh, tetap duduk anggun di atas puing-puing."

Sheana menoleh pelan. "Itu gombal?"

"Bukan. Itu observasi."

Mereka terdiam lagi. Tapi kali ini bukan karena canggung, melainkan karena masing-masing sedang mendengarkan pikirannya sendiri.

"Kamu selalu gini ke semua klien kamu?" tanya Sheana akhirnya.

"Enggak juga. Biasanya aku nggak diajak ngobrol panjang. Mostly cuma diminta temenin dinner, atau pretend jadi boyfriend buat impress teman-temannya. You’d be surprised how lonely rich people are."

Sheana mengangguk pelan. "Kamu enggak takut? Ketemu macem-macem orang?"

"Awal-awal iya. Tapi sekarang? Dunia ini tempat aneh, Sheana. Aku pernah dibayar cuma buat duduk diam dan dengerin seorang tante cerita soal kucing peliharaannya."

Sheana tertawa kecil. "That sounds ridiculous."

"But real. Very real."

Sheana tak bisa menahan senyum kecil. "Kamu selalu selebay ini?"

“Only when I like someone.”

Mobil meluncur melewati jalan-jalan kota yang mulai sepi. Lampu jalan menari di kaca depan, menciptakan bayangan samar di wajah mereka.

“Serius nih, kita mau ke mana?” tanya Sheana setelah beberapa menit.

Ellan hanya menjawab dengan senyum misterius. “Tempat yang biasanya cuma aku datangi sendiri. Tapi malam ini... I feel like sharing it with someone.”

Sekitar dua puluh menit kemudian, mereka berhenti di gedung tua bertingkat lima yang kelihatannya seperti bekas kantor kosong. Lift rusak, jadi mereka naik tangga darurat yang dindingnya penuh coretan mural.

“Aku enggak bawa heels, untungnya,” celetuk Sheana sambil ngos-ngosan.

“Makanya aku jemput kamu jam segini. I was hoping you'd wear something comfy.”

Begitu sampai di rooftop, pemandangan kota menyambut mereka. Lampu-lampu gedung di kejauhan berkilauan, langit malam sedikit berkabut tapi tetap memukau.

“Aku biasa ke sini kalau pengen sendiri,” kata Ellan sambil meletakkan dua kaleng kopi dingin di pinggiran beton rooftop yang sudah dipenuhi lumut dan cat mengelupas. “No one ever comes up here.”

Sheana duduk di sampingnya, menerima kaleng kopi yang masih berembun. “Tempatnya... old but kinda peaceful.”

Ellan mengangguk. “Exactly.”

“Kamu emang suka sendirian?”

Ellan membuka kalengnya. “Kadang. Dunia bisa terlalu berisik.”

Mereka duduk bersebelahan, minum kopi sambil memandangi langit kota. Suasana sunyi, tapi bukan canggung. Justru terasa... akrab.

“Kamu tahu nggak, kamu keliatan beda malam ini,” kata Ellan tiba-tiba.

“Karena aku tanpa make-up dan Cuma pake sandal jepit?”

“Karena kamu keliatan real. Natural. And somehow, even more beautiful.”

Sheana tertawa pendek. “Gombal kamu udah expired.”

“Tapi jujur.”

Sheana meneguk kopinya, lalu bertanya, “Kenapa kamu kerja kayak... gitu?”

Ellan menghela napas. “Long story. But... let’s just say, aku ingin jalani hidup dengan caraku sendiri. Aku anak Alvino Wiradipta Ditya, you know that. Tapi aku nggak pernah cocok sama dunia bisnis. Daddy selalu kecewa karena aku nggak mau nerusin perusahaannya. But I’d rather be broke and free, daripada kaya tapi hidup buat ambisi orang lain.”

Sheana menoleh. “Kamu beneran ninggalin semuanya?”

Ellan mengangguk. “Yup. I walk away. Semua fasilitas, semua ‘nama besar’ itu. Aku mulai dari nol. I choose this life, meskipun kadang absurd.”

Sheana terdiam. Lalu berbisik, “Aku juga ngerti rasanya hidup karena pilihan orang lain.”

“Dirga?”

Sheana tak menjawab. Tapi ekspresi wajahnya cukup jadi jawaban.

"I won’t ask," kata Ellan pelan. “Aku nggak akan maksa kamu cerita. Tapi kalau suatu hari kamu pengen... aku di sini.”

Sheana menatapnya. Ellan hanya tersenyum ringan, memberi kode kalau dia tak akan menggali lebih jauh jika Sheana belum siap.

Mata Sheana melembut. Ia mengangguk sekali. "Thanks."

Setelah itu, mereka hanya duduk diam. Tapi keheningan itu bukan kekosongan. Ada sesuatu yang berputar pelan di antara mereka—udara yang berubah tekstur. Hangat. Tapi berbahaya.

"Can I ask you something weird?" tanya Ellan tiba-tiba.

"Hm?"

"Kamu percaya orang bisa saling nyelamatin... tanpa rencana? Tanpa tahu satu sama lain?"

Sheana mengerutkan dahi. "Kenapa tiba-tiba tanya itu?"

"Karena sejak siang tadi, aku ngerasa kayak kamu orang yang—if I let you in—some part of me will start healing. Tapi itu juga bikin aku takut."

Sheana terdiam. Dadanya terasa sesak, tapi juga anehnya ringan.

"Kamu ngeri sama aku?" bisiknya.

"Bukan ngeri. Just... careful. Karena aku nggak mau ngerusak sesuatu... if it turns out real.”

Sheana mengalihkan pandangan. Lalu berbisik,

"Real’s scary."

Ellan menoleh. "Tapi... worth it juga, kan?"

Ia mengulurkan tangan, tidak menyentuh, hanya menggantung di antara mereka.

"Boleh aku pegang tangan kamu? Gak buat apa-apa. Just... to make sure this moment is real."

Sheana menatapnya beberapa detik.

Lalu, pelan, ia menyentuhkan jari-jarinya ke tangan Ellan.

Diam. Listrik kecil mengalir tanpa suara.

“Kamu selalu kayak gini ke cewek-cewek?” tanyanya, setengah menggoda.

“Enggak.” Ellan memutar badan, menatap Sheana lebih dekat. “Kamu beda. Dan aku suka hal-hal yang nggak bisa kujelasin alasannya.”

Angin malam menyapu pelan rambut Sheana yang lepas dari hoodie. Di bawah cahaya kota, dia terlihat... sederhana. Tapi ada sesuatu dalam kesederhanaannya yang justru memikat Ellan dalam-dalam.

“Aku seneng kamu mau ikut aku ke sini,” bisik Ellan.

“Malam ini... aneh. Tapi menyenangkan,” jawab Sheana jujur.

“Kadang... justru malam yang paling aneh itu yang paling berkesan."

Mereka saling diam, lagi. Tapi keheningan kali ini lebih dalam, lebih intim. Kopi mereka tinggal setengah, tapi rasanya waktu berhenti sebentar.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dosa Dalam Pelukan Brondong    Keinginan Terpendam

    Mereka saling menantang. Tapi jarak mereka sudah terlalu dekat untuk mempertahankan ego masing-masing.Ellan menarik Sheana ke atas tubuhnya, menggiringnya perlahan. Sheana masih pakai bra tipis dan celana dalam, kulitnya hangat dan sedikit lembap karena nyuci bareng tadi. Tangannya menggenggam lengan Ellan, menekan ringan."Aku nggak pernah ngelakuin ini dengan siapa pun kayak aku sama kamu, Ell.""Aku tahu. Aku juga nggak pernah begini sama siapa pun."Mereka berciuman, dalam, basah, panas. Ciuman yang membuat Ellan kehilangan nalar. Ia mulai menuruni leher Sheana, mengecup dan menyedotnya, meninggalkan jejak kemerahan di kulit mulus itu. Sheana mencakar halus punggung Ellan sambil menggeliat di bawah tubuhnya."Shea..." bisiknya dengan suara nyaris parau. "Let me take care of you tonight.""You better do it right."Ia tertawa kecil, dan dengan gerakan pelan namun pasti, membuka kait bra Sheana. Nafas Sheana tercekat, tapi ia tidak menolak. Ellan menyentuhnya, lembut, kemudian inten

  • Dosa Dalam Pelukan Brondong    Kita, di Dunia Tanpa Saksi

    Pelipisnya basah oleh keringat dingin. Napasnya tak teratur.Dirga... pikirnya samar. Kamu satu-satunya yang tahu ini semua.Tapi tak mungkin ia menghubunginya sekarang. Tidak saat ia sudah lari jauh dan memilih hidup dengan napasnya sendiri, meski pendek dan nyeri.Beberapa menit kemudian, rasa sakit itu mulai surut perlahan. Seperti gelombang yang tertarik mundur oleh pasang. Ia terkulai di atas ranjang, wajahnya masih pucat tapi tidak seputih tadi. Matanya mengarah ke langit-langit, kosong, namun tenang. Sejenak.Pintu terbuka."Aku balik!" teriak Ellan sambil membawa kantong plastik. Suaranya cerah, langkahnya ringan.Sheana buru-buru bangun duduk, mengelap keringat di pelipis dengan tangan dan menarik selimut ke atas tubuhnya."Kamu kelihatan capek banget," ujar Ellan sambil mendekat dan meletakkan makanan di meja kecil. Ia mencium pipi Sheana, lalu duduk di samping ranjang."Iya... kayaknya masuk angin, de

  • Dosa Dalam Pelukan Brondong    Let Us Breath

    Satu minggu kemudian"Pindah dikit dong, hoodie aku ketarik," keluh Sheana sambil menyikut pelan perut Ellan.Ellan yang sedang duduk di lantai, bersandar di dinding dengan kaki selonjor dan Sheana setengah tidur menyandar ke dadanya, cuma nyengir. Tangan kanannya masuk dari bawah hoodie yang kebesaran di badan Sheana, menjelajahi perut hangat perempuan itu dengan malas tapi penuh makna."Aku bantu ngangetin badan kamu, itu niatnya," bisik Ellan di dekat telinga Sheana."Niat nakal." Mata Sheana melirik, separuh mengancam, separuh geli. Tapi dia tak menjauh, malah membiarkan jari-jari Ellan bermain di sana. Sampai jari itu turun terlalu jauh."Ellan," desisnya, pelototan kali ini sungguhan.Ellan langsung angkat tangan sambil ketawa kecil. "Oke, oke. I surrender. Tapi kamu tahu itu distracting banget, kan? You, in my hoodie, acting like you don't know what you're doing to me."Sheana menyandarkan kepalanya lagi, kali ini

  • Dosa Dalam Pelukan Brondong    Pelarian yang Membakar

    Suara film berganti jadi lagu tema lucu. Sheana tertawa kecil, lalu refleks menyuapi Ellan keripik. "Tuh, liat deh, cowoknya salah kostum ke rumah calon mertua."Ellan mengunyah sambil melirik Sheana dari atas. "Kamu juga salah kostum ke rumah persembunyian. Siapa suruh cuma bawa dress tipis sama underwear lucu? Nggak nyangka bakal kabur ya?""Emangnya kamu nyangka?""Nggak. Tapi aku selalu siap." Ellan menyeringai, tangannya yang sejak tadi melingkar di perut Sheana kembali menyusup ke dalam kaos."Eh-!" Sheana langsung memelototinya. "Tangan kamu tuh...""Just warming you up," ucap Ellan santai, senyum jailnya nggak hilang. "Blame the shirt, not me. Lubangnya tuh kayak ngundang.""Kalau kamu nggak stop, aku lempar nih HP-nya.""Siap, Tante." Ellan menarik tangannya pelan-pelan, lalu mengecup pundak Sheana.Mereka kembali diam sejenak. Film masih terus berjalan, tapi sorotan mata mereka mulai mengabur dari laya

  • Dosa Dalam Pelukan Brondong    Welcome to the Hell We Named Loved

    Seorang asisten laki-laki mencoba menjelaskan, suaranya nyaris tenggelam. "Kami sudah menelusuri apartemennya, Pak. Semua barang penting hilang. Dia pergi... dengan sengaja.""Dengan perempuan itu." Alvino mendesis seperti akan meludah. "Tell me it's not true."Tak ada yang menjawab. Hanya diam. Dan itu cukup menjadi jawaban paling menyakitkan."Anak saya kabur, dengan istri partner bisnis terbesar perusahaan ini! Ini penghinaan! Pengkhianatan!" Napasnya memburu. "Dan kalian semua di sini Cuma berdiri?!"Tangan Alvino menyambar dokumen di meja dan melemparkannya ke dinding. Sebuah figura pecah. Dua sekretaris yang berdiri di luar ruangannya saling pandang, lalu mundur pelan-pelan, seolah takut jadi korban berikutnya.Lantai itu membeku. Tapi di gedung yang berbeda, di sebuah ruangan kerja pribadi yang jauh lebih tenang-suasana justru berbanding terbalik.Dirga duduk di kursi kulit berwarna hitam, menatap sebotol kecil obat yang a

  • Dosa Dalam Pelukan Brondong    Kabur

    "Ke apartemenku dulu. Ambil barang dan cash, terus kita kabur dari kota ini. Aku tahu tempat aman di luar kota. I have a plan."Sheana terdiam sejenak. "Kamu bener-bener udah siap tinggalin semuanya?""Aku gak pernah se-yakin ini sama apapun, Shea. Dan kalau kamu ikut... itu cukup buat aku."Di kejauhan, terdengar suara pintu mobil ditutup keras."Ellan!"Itu suara Alvino.Sheana dan Ellan saling pandang. Napas mereka membeku seketika."Go." Bisik Ellan, matanya tajam.Tanpa menunggu lagi, mereka lanjut berlari menyeberang ke gang sempit yang hanya muat satu sepeda motor. Sepatu Sheana terperosok di tanah lembab, tapi ia terus berlari. Tote bag-nya berguncang di bahu.Di belakang mereka, suara pintu pagar dibuka kasar."Sheana! Ellan! Berhenti!"Mereka berdua semakin kencang larinya, jantung berdegup hebat. Seolah kalau mereka berhenti sekarang, dunia akan menelan mereka hidup-hidup.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status